Oleh; Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R Rozikin)
Orang yang wafat, sementara dia memiliki ahli waris berupa saudara atau saudari seibu, ahli waris jenis ini tidak selalu mendapatkan warisan.
Saudara atau saudari seibu gugur hak warisnya jika mayit punya salah satu dari empat orang berikut ini,
1. Walad (anak)
2. Walad ibn (anak putra) terus ke bawah
3. Abun (ayah)
4. Abu Abin (ayahnya ayah) terus ke atas
Dengan demikian, saudara/saudari seibu itu lebih lemah daripada saudara/saudari sekandung. Sangat mudah dicerna berdasarkan fakta. Jika saudara/saudari sekandung gugur oleh tiga orang (lihat catatan saya sebelumnya yang berjudul “Mengapa Saudara Dan Saudari Sekandung Gugur Oleh Tiga Orang?”), maka saudara/saudari seibu itu gugur oleh empat orang.
Kaidah ini sudah menjadi kesepakatan seluruh ulama, kecuali satu riwayat syadz dari Ibnu Abbas.
Walad (anak) yang dimaksud mencakup putra dan putri mayit. Jadi, sebagaimana putra bisa menggugurkan saudara/saudari seibu, putri juga bisa menggugurkan saudara/saudari seibu.
Walad ibn (anak putra) terus ke bawah juga mencakup laki-laki maupun wanita. Jadi, sebagaimana cucu laki-laki (dari arah putra) bisa menggugurkan saudara/saudari seibu, cucu wanita (dari arah putra) juga bisa menggugurkan saudara/saudari seibu. Ini berlaku terus ke bawah selama masih ada.
Abu Abin (ayahnya ayah) terus ke atas juga menggugurkan. Jadi selama masih ada buyut (dari jalur ayah), ayahnya buyut, kakeknya buyut, buyutnya buyut dst terus ke atas, maka semua itu bisa menggugurkan saudara/saudari seibu.
Apa dalil yang menjadi ketentuan ini?
Dalil yang menjadi dasar adalah ayat berikut ini,
وَاِنْ كَانَ رَجُلٌ يُّوْرَثُ كَلٰلَةً اَوِ امْرَاَةٌ وَّلَهٗٓ اَخٌ اَوْ اُخْتٌ فَلِكُلِّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا السُّدُسُۚ فَاِنْ كَانُوْٓا اَكْثَرَ مِنْ ذٰلِكَ فَهُمْ شُرَكَاۤءُ فِى الثُّلُثِ
Artinya,
“Jika seseorang meninggal, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu) atau seorang saudara perempuan (seibu), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersama-sama dalam bagian yang sepertiga itu” (An-Nisa’; 12)
Para ulama sudah sepakat bahwa maksud saudara dan saudari yang disebut dalam ayat di atas adalah saudara/saudari seibu.
Dalam Qiro’at Sa’ad bin Abi Waqqash, malah ada pelafalan lugas bahwa mereka memang saudara/saudari seibu. Qiroat itu berbunyi,
وَّلَهٗٓ اَخٌ اَوْ اُخْتٌ من أم
Jadi, ayat di atas adalah ayat yang berbicara tentang ketentuan jatah warisan untuk saudara/saudari seibu.
Dikatakan di sana, saudara/saudari seibu itu jatah warisannya masing-masing adalah 1/6. Kalau mereka berjumlah lebih dari itu, misalnya jumlah mereka 3,4,atau 5, maka jatah warisan mereka adalah 1/3 di bagi rata.
Hanya saja, mereka mendapatkan jatah warisan itu dalam kondisi mayit berstatus kalalah.
Sebelumnya sudah kita bahas (lihat catatan saya sebelumnya yang berjudul “Mengapa Saudara Dan Saudari Sekandung Gugur Oleh Tiga Orang?”) bahwa kalalah adalah mayit yang tidak punya walid (orang tua) dan walad (anak).
Mafhumnya (makna implisitnya), jika di antara ahli waris mayit masih ada orang tua dan anak, maka seluruh saudara/saudari seibu menjadi gugur.
Walid mencakup ayah dan ayahnya ayah terus ke atas, karena sistem nasab dalam Islam adalah patriarkal.
Walad mencakup putra dan putri terus kebawah selama dari jalur putra karena dalam Islam, sistem nasabnya adalah patriarkal.
Dengan demikian, ada empat orang yang menggugurkan saudara/saudari seibu yaitu,
1. Walad (anak)
2. Walad ibn (anak putra) terus ke bawah
3. Abun (ayah)
4. Abu Abin (ayahnya ayah) terus ke atas
اللهم فقهنا في الدين وعلمنا التأويل