Oleh : Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin)
Kitab I’anatu Ath-Tholibin tergolong kitab fikih, tepatnya kitab fikih bermazhab Asy-Syafi’i. Kitab ini tergolong kitab muthowwal/mabsuth, yakni kitab yang dikarang dengan penjelasan panjang lebar, bukan kitab mutawassith/pertengahan seperti Fathu Al-Qorib atau kitab mukhtashor/ringkas seperti matan Abu Syuja’ dan Al-Yaqut An-Nafis.
Nama lengkap kitab ini adalah I’anatu Ath-Tholibin ‘ala Halli Alfazhi Fathi Al-Mu’in (إعانة الطالبين على حل ألفاظ فتح المعين). Sebagian penerbit menambahkan kata Hasyiyah di depan judul sehingga menjadi Hasyiyah I’anatu Ath-Tholibin ‘ala Halli Alfazhi Fathi Al-Mu’in (حاشية إعانة الطالبين على حل ألفاظ فتح المعين). Penambahan lafaz Hasyiyah itu tentu saja dimaksudkan untuk memberikan informasi bahwa kitab I’anatu Ath-Tholibin adalah jenis kitab yang merupakan syarah untuk sebuah syarah. Sudah kita ketahui bahwa dalam literatur Arab yang terkait fikih, karya penjelas sebuah mukhtashor (ringkasan) biasanya disebut syarah, sementara jika syarah itu diperjelas lagi maka karya penjelas itu dinamakan hasyiyah. Jika hasyiyah itu diperjelas lagi, maka karya penjelas tersebut dinamakan taqrir (uraian lebih dalam tentang perbedaan masing-masing bisa dibaca pada catatan saya yang berjudul “Mengenal Berbagai Macam Gaya Penulisan Kitab Fikih”). Hanya saja, saya pribadi lebih suka judul yang tanpa menyebut lafal hasyiyah, yakni I’anatu Ath-Tholibin ‘ala Halli Alfazhi Fathi Al-Mu’in. Alasannya, judul inilah yang disebutkan dengan lugas oleh pengarang dalam mukadimah beliau.
Makna i’anah adalah menolong. Tholibin bisa kita terjemahkan para pelajar atau para santri atau para penuntut ilmu. Hall bermakna memecahkan atau menguraikan. Alfazh adalah bentuk jamak dari lafzhun yang bermakna lafal. Fathu Al-Mu’in adalah kitab syarah yang dikarang oleh Al-Malibari yang tersohor di pesantren-pesantren itu. Memang, kitab I’anatu Ath-Tholibin ini adalah kitab syarah (atau lebih akurat lagi kita sebut kitab hasyiyah) untuk kitab Fathu Al-Mu’in itu. Kitab Fathu Al-Mu’in sendiri secara khusus sudah pernah saya buatkan resensinya secara detail dalam catatan di bawah judul “Mengenal Kitab “Fathu Al-Mu’in” Karya Al-Malibari”.
Fathu Al-Mu’in yang menjadi sumber kitab I’anatu Ath-Tholibin ini adalah syarah untuk kitab yang bernama Qurrotu Al-‘ain bi Muhimati Ad-Din karya Al-Malibari. Kitab Qurrotu Al-‘Ain adalah salah satu dari 8 kitab induk paling populer dalam mazhab Asy-Syafi’i sebagaimana pernah saya ulas dalam catatan berjudul “Mengenal Kitab-Kitab Fikih Induk Madzhab Asy-Syafi’i”. Kitab Qurrotu Al-‘Ain sendiri juga sudah pernah saya buatkan catatan khusus dengan judul “Mengapa Kitab Qurrotu Al-‘Ain Terkenal Di Indonesia?”
Berdasarkan analisis lafaz untuk judul kitab ini, bisa disimpulkan bahwa makna yang terkandung dalam judul I’anatu Ath-Tholibin ‘ala Halli Alfazhi Fathi Al-Mu’in adalah “Menolong para penuntut ilmu untuk memecahkan lafal-lafal dalam kitab Fathu Al-Mu’in”. Dengan pilihan judul ini, kita bisa memahami bahwa pengarangnya memang berniat menolong para penuntut ilmu agar memahami kitab Fathu Al-Mu’in dengan lebih detail nan rinci. Oleh karena kitab Fathu Al-Mu’in adalah kitab fikih bermazhab Asy-Syafi’i, maka bisa kita katakan kitab I’anatu Ath-Tholibin ini secara otomatis juga dimaksudkan membantu para penuntut ilmu untuk memahami memahami mazhab Asy-Syafi’i secara lebih baik.
Pengarangnya bernama As-Sayyid Al-Bakri (w. 1310 H ). Nama panjangnya Abu Bakr ‘Utsman bin Muhammad Syatho Ad-Dimyathi Al-Bakri. Lahirnya di Mekah tahun 1226 H dan wafat juga di Mekah . Sejak kecil sudah hafal Al-Qur’an. Beliau adalah murid Ahmad Dahlan. Di pesantren-pesantren di negeri kita, beliau juga dikenal sebagai pengarang kitab Ad-Duror Al-Bahiyyah fima Yalzamu Al-Mukallaf min Al-‘Ulum Asy-Syar’iyyah. Untuk kitab terakhir ini, saya juga telah membuat catatan khusus berjudul “Mengenal Kitab Ad-Duror Al-Bahiyyah Karya Al-Bakri”
Awal mula dan motivasi penulisan kitab ini diterangkan As-Sayyid Al-Bakri dalam mukadimah. Beliau bercerita bahwa semuanya berawal dari majelis pengajian yang beliau selenggarakan di Mekah. Pengajian itu menghadap ke arah Ka’bah dan dihadiri sejumlah penuntut ilmu istimewa. Kitab yang beliau ajarkan waktu itu adalah kitab Fathu Al-Mu’in karya Al-Malibari yang telah kita singgung sebelumnya. Di sela-sela beliau memberikan penjelasan, As-Sayyid Al-Bakri menyempatkan menuliskan sejumlah catatan kaki (hawamisy) untuk mengomentari dan memperjelas ungkapan-ungkapan sulit atau yang memerlukan penjabaran lebih rinci. Begitu majelis pengajian itu selesai dan kajian kitab Fathu Al-Mu’in pun tuntas, ada sejumlah murid beliau yang menyarankan semua catatan kaki itu dibukukan dan diedit ulang. Pada awalnya As-Sayyid Al-Bakri menolak saran itu karena beliau merasa tidak layak mencapai derajat itu dan merasa belum kompeten untuk melakukannya. Tetapi, ketika beliau mendapatkan desakan terus menerus, akhirnya beliau memutuskan untuk mencari petunjuk kepada Allah dan akhirnya mendapatkan petunjuk untuk melakukannya. Beliaupun bertekad menyusun dan membukukan semua catatan kaki beliau itu seraya memohon taufik kepada Allah untuk menyempurnakannya. Harapan beliau dengan karya itu adalah bisa menjadi pengingat untuk beliau sendiri dan orang-orang yang dicintai beliau. Beliau juga berharap karya itu bisa bermanfaat utamanya untuk beliau sendiri dan juga semua murid-murid beliau.
Beliau rampung mengkompilasi catatan kaki beliau itu pada tahun 1298 H dan selesai mengedit final pada tahun 1300 H .
Rujukan As-Sayyid Al-Bakri saat menyusun kitab ini utamanya adalah kitab Tuhfatu Al-Muhtaj karya Ibnu Hajar Al-Haitami, Fathu Al-Jawad karya Ibnu Hajar Al-Haitami juga (yang merupakan Syarah kitab Irsyadu Al-Ghowi karya Ibnu Al-Muqri), Nihayatu Al-Muhtaj karya Ar-Romli, Syarah Roudhu Ath-Tholib atau yang lebih dikenal dengan nama Asna Al-Matholib karya Zakariyya Al-Anshori, Syarah Manhaju Ath-Thullab atau yang lebih dikenal dengan nama Fathu Al-Wahhab karya Zakariyya Al-Anshori, Hasyiyah Ibnu Qosim Al-‘Abbadi, Hasyiyah ‘Ali Asy-Syabromallisi, Hasyiyah Al-Bujairimi dan lain-lain. Dari rujukan-rujukan yang dipakai oleh As-Sayyid Al-Bakri ini, bisa difahami bahwa beliau mengambil informasi dari ulama-ulama Asy-Syafi’iyyah mutaakhirin dan para muhaqqiqnya. Dengan demikian, kita bisa menyimpulkan bahwa kandungan informasi fikih yang dituliskan oleh As-Sayyid Al-Bakri dalam kitab I’anatu Ath-Tholibin ini adalah hasil tahrir ulama Asy-Syafi’iyyah mutaakhirin yang melengkapi hasil tahrir masa Asy-Syaikhan (An-Nawawi dan Ar-Rofi’i). Dengan kata lain, mengingat As-Sayyid Al-Bakri hanya bertumpu pada pendapat jumhur, maka informasi yang beliau sajikan dalam kitab ini bisa dijadikan pegangan untuk mengetahui pendapat mu’tamad mazhab Asy-Syafi’i, terutama pada tafri’at/rincian pembahasan fikih yang belum pernah dibahas dalam kitab-kitab fikih hasil tahrir di masa An-Nawawi dan Ar-Rofi’i. Barangkali karena cara merujuk seperti inilah yang menjadi penyebab kitab ini menjadi populer dipesantren-pesantren di negeri kita sehingga dipilih sebagai buku ajar wajib untuk mengkaji mazhab Asy-Syafi’i.
Dalam menukil pendapat, seringkali beliau tidak menisbahkan pendapat kepada ulama yang mengatakannya. Beliau melakukan itu bukan karena beliau ingin menyembunyikan keutamaan ulama tersebut, tetapi beliau sengaja melakukannya “khoufan min ath-tathwil”, yakni karena kuatir akan memperpanjang penjelasan dan membuatnya bertele-tele.
Bab-bab dalam kitab I’anatu Ath-Tholibin disusun mengkuti susunan kitab Fathu Al-Mu’in yang disyarahnya yakni dimulai dari bab ibadah dan diakhiri bab i’taq (pembebasan budak). Saat menjelaskan bab, beliau terkadang menerangkan alasan mengapa bab tertentu diletakkan sesudah atau sebelum bab lain. Misalnya saat menerangkan bab faroidh. Beliau terangkan, mengapa bab faroidh diletakkan setelah bab ibadah dan bab muamalat. Kata beliau, hal itu dikarenakan manusia lebih butuh ibadah dan muamalat semenjak lahir sampai mati disamping ibadah dan muamalat itu selalu terkait dengan keberlangsungan hidup manusia sampai matinya. Bahkan, Al-Bakri bukan hanya menerangkan alasan penempatan bab dari sisi mengapa mendahului bab lain atau meng-kemudian-i bab lain. kadang-kadang beliau juga menerangkan alasan penempatan bab di lokasi tertentu untuk menampilkan keindahan sistematika penyusunan bab yang dibuat oleh pengarang. Saat mensyarah bab faroidh, beliau mengatakan bahwa ilmu ini adalah setengah ilmu. Oleh karena itu, ketika Al-Malibari meletakkan bab ini pada bagian tengah kitab, di sana ada munasabah (appropriateness/ contextualization) yang indah.
Setelah menerangkan makna bab, penempatan bab dan munasabahnya, barulah Al-Bakri mensyarah topik bab itu. Mula-mula beliau menerangkan dalil yang menjadi dasar dari bab itu, baik dalil yang berasal dari Al-Qur’an maupun As-Sunnah. Kadang dalil itu hanya disebut dengan isyarat dan kadang disebut lengkap dengan lafalnya. Saat menyebut dalil hadis, kadang-kadang beliau juga menjelaskan singkat takhrijnya. Beberapa dalil yang lafalnya membutuhkan penjelasan, maka beliau jelaskan maknanya. Jika ada istilah fikih perlu dijelaskan, maka beliau akan menjelaskan. Setelah itu barulah beliau fokus menguraikan inti pelajaran fikih yang dikandung dalam kitab Fathu Al-Mu’in.
Adapun peran beliau dalam mazhab Asy-Syafi’i dengan penyusunan kitab ini, As-Sayyid Al-Bakri telah menjelaskannya dalam mukadimah. Pertama-tama beliau menegaskan bahwa semua syarah beliau hanyalah menukil penjelasan jumhur fukaha Asy-Syafi’iyyah dengan kadar secukupnya. Setelah itu dengan rendah hati beliau mengatakan bahwa semua informasi yang benar dalam kitab beliau ini, maka itu adalah hasil kerja keras tahrir para imam ahli mazhab Asy-Syafi’i, bukan hasil kerja keras beliau. Adapun jika ada kesalahan, maka itu semua berasal dari beliau dan karena kelalaian beliau entah karena distorsi, waham, atau kelemahan dalam memahami. Beliau juga berpesan, siapapun yang menemukan kesalahan dalam kitab beliau ini agar berkenan mengoreksi dan memperbaiki dan memaafkan kesalahan tidak sengaja beliau.
Manuskrip kitab ini di antaranya bisa ditemukan di Al-Maktabah Al-Markaziyyah di Mekah; Saudi Arabia, Al-Maktabah Al-Azhariyyah di Kairo; Mesir, dan lain-lain.
Di antara penerbit yang mencetaknya; Mathba’ah Mushthofa Al-Baby Al-Halaby tahun 1928, Al-mathba’ah Al-Maimaniyyah di Mesir, Dar Al-Fikr di Beirut tahun 1418 H/1997, Dar Al-Faiha’, Dar At-Turots Al-‘Aroby, Dar Ihya’ Al-Kutub Al-‘Arobiyyah, Dar Al-Masyriq wa Al-Maghrib, Dar As-Salam di Mesir dengan tahqiq Yasir As-Sayyid Abdul ‘Azhim, Dar Al-Kutub Al-‘Ilmiyyah di Beirut tahun 1415 H/1995 dengan tahqiq Muhammad Salim Hasyim, dan lain-lain.
Penerbit Dar Al-Faiha’ di Damaskus mencetak kitab ini tahun 2014 atas jasa tahqiq Abdurrozzaq Syahud An-Najm dengan ketebalan 2640 halaman. Dar Al-Fikr di Beirut tahun 1418 H/1997 mencetaknya dalam 4 jilid dengan ketebalan total 1571 halaman. Dar As-Salam di Mesir dengan tahqiq Yasir As-Sayyid Abdul ‘Azhim mencetaknya dalam 5 jilid dengan ketebalan 3288 halaman.
رحم الله السيد البكري رحمة واسعة
اللهم اجعلنا من محبي العلماء الصالحين