Oleh : Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin)
Setelah Khadijah wafat, Rasulullah ﷺ berpoligami. Total ada sembilan wanita yang diperistri beliau dan dibuatkan rumah di sekeliling Masjid Nabawi. Fakta tempat tinggal istri-istri Nabi ﷺ itu bukan fakta kamar. Jadi, keliru membayangkan istri-istri Nabi ﷺ itu dikumpulkan dalam satu rumah besar, kemudian masing-masing istri diberi kamar dalam rumah besar tersebut. Tempat tinggal mereka adalah rumah sendiri-sendiri, jadi harus dibayangkan sebagai rumah, bukan kamar.
Rumah para istri nabi ﷺ itu sangat sederhana. Al-Qur’an menyebutnya hujrah. Dalam pembahasan sebelumnya kita sudah mendaptkan gambaran betapa sederhana, zuhud dan minimalisnya ukuran rumah yang disebut hujrah itu (silakan dibaca catatan saya yang berjudul “APA BEDANYA DAR, HUJRAH DAN BAIT”)
Rumah istri-istri Nabi ﷺ tidak disebut Allah dengan dar (area rumah yang lengkap dengan segala fasilitasnya) apalagi qoshr (istana). Jika boleh disamakan, rumah istri-istri Rasulullah ﷺ itu kalau zaman sekarang lebih dekat dengan gambaran apartemen atau rumah mungil super minimalis.
Bagaimanakah gambaran dan bentuk rumah istri-istri Rasulullah ﷺ itu? Berapa konversi ukuran rumah beliau-beliau jika diukur dengan satuan pada zaman sekarang?
Pertama-tama marilah kita bayangkan rumah yang berjumlah sembilan itu semuanya menghadap ke arah Masjid Nabawi.
Bahan konstruksinya terbuat dari labin (اللبن) dan jarid (الجريد). Makna labin adalah batu bata mentah yang tidak dibakar dengan api. Jarid bermakna pelepah kurma. Atap rumah-rumah itu ditutupi hanya dengan pelepah kurma ini. Pada tiap pintu digantungkan tenunan kain kasar yang terbuat dari bulu kambing yang berwarna hitam sebagai tirai.
Adapun ukurannya,
Jarak antara pintu kamar ke pintu rumah adalah sekitar 6-7 dzira’.
Panjang kamarnya 10 dzira’.
Lebar kamar antara 7-8 dzira’.
Jadi, jika diambil ukuran terpanjang berarti ukuran rumah itu adalah 17 dzira’ x 8 dzira’.
Al-Bukhari meriwayatkan dalam Al-Adab Al-Mufrad,
دَاوُدُ بْنُ قَيْسٍ قَالَ: رَأَيْتُ الْحُجُرَاتِ مِنْ جَرِيدِ النَّخْلِ مَغْشِيًّا مِنْ خَارِجٍ بِمُسُوحِ الشَّعْرِ، وَأَظُنُّ عَرْضَ الْبَيْتِ مِنْ بَابِ الْحُجْرَةِ إِلَى بَابِ الْبَيْتِ نَحْوًا مِنْ سِتِّ أَوْ سَبْعِ أَذْرُعٍ، وَأَحْزِرُ الْبَيْتَ الدَّاخِلَ عَشْرَ أَذْرُعٍ، وَأَظُنُّ سُمْكَهُ بَيْنَ الثَّمَانِ وَالسَّبْعِ نَحْوَ ذَلِكَ، وَوَقَفْتُ عِنْدَ بَابِ عَائِشَةَ فَإِذَا هُوَ مُسْتَقْبِلٌ الْمَغْرِبَ (الأدب المفرد مخرجا (ص: 160)
Artinya,
“Dawud bin Qais berkata, ‘Aku melihat rumah-rumah (istri Nabi ﷺ ) itu terbuat dari pelepah kurma yang ditutupi dengan tenunan kasar yang terbuat dari bulu kambing berwarna hitam dari sebelah luar. Aku menduga lebar antara pintu rumah ke pintu kamar kira-kira 6 atau 7 hasta. Aku memperkirakan kamar di sebelah dalam itu panjangnya 10 hasta. Aku menduga lebarnya antara 8 atau 7 hasta. Aku berdiri di depan pintu Aisyah, ternyata ia menghadap ke arah barat” (Al-Adab Al-Mufrad hlm 160)
Adapun tingginya, Al-Hasan Al-Bashri melaporkan bahwa saat beliau masih remaja dan berkunjung ke Madinah, beliau mencoba menggapai langit-langit atap rumah itu dan ternyata beliau bisa menggapainya!
Sekarang kita akan mencoba mengkonversikan ukuran di zaman Nabi ﷺ itu dengan ukuran zaman sekarang.
Dalam kitab Mu’jam Lughah Al-Fuqaha’ disebutkan bahwa 1 dzira’ itu setara dengan 46,2 cm.
Jadi,
17 dzira’ setara dengan 17 x 46,2 cm=785,4 cm atau 7,854 meter
8 dzira’ setara dengan 8 x 46,2 cm= 369,6 cm atau 3,696 meter
Dengan demikian perkiraan luas rumah istri-istri Nabi ﷺ adalah 7,854 x 3,696 = 29, 02838 meter.
Tinggi rumah bisa kita perkiraan 2 meter dengan melihat perkiraan jangkauan tangan seorang remaja Arab atau orang Irak.
Inilah perkiraan luas rumah istri Nabi ﷺ . Jadi, jika kita bulatkan, rumah masing-masing istri nabi ﷺ itu kira-kira hanya 30 m² saja dengan ketinggian plafon kira-kira 2 meter!
Wajar jika Sa’id bin Al-Musayyab berangan-akan rumah para istri Nabi ﷺ tersebut tidak usah dibongkar, agar menjadi ibrah dan pelajaran bagi seluruh akum muslimin yang datang ke Madinah, betapa zuhudnya rumah tangga panutan mereka Al-Habib Al-Mushthafa Nabiyyullah Muhammad ﷺ . Sa’id bin Al-Musayyab berkata,
والله لوددت أنهم تركوها على حالها ينشأ ناشئ من المدينة ويقدم قادم من الآفاق فيرى ما اكتفى به رسول الله صلّى الله عليه وسلّم في حياته، ويكون ذلك مما يزهد الناس في التكاثر والتفاخر فيها (وفاء الوفاء بأخبار دار المصطفى (2/ 54)
Artinya,
“Demi Allah, sungguh, ingin rasanya aku supaya mereka membiarkan rumah-rumah itu seperti kondisi aslinya, karena akan selalu ada anak muda yang tumbuh dari kota Madinah dan akan selalu ada orang yang datang dari berbagai penjuru. Jadi, mereka nanti bisa melihat bagaimana Rasulullah ﷺ mencukupkan diri (dengan sedikit dunia) selama hidupnya sehingga hal tersebut bisa membuat manusia menjadi zuhud (dan menghindari) persaingan banyak-banyakan dan bangga-banggaan dunia” (Wafa’ Al-Wafa’ juz 2 hlm 54)
اللهم صل على محمد وعلى آله وأزواجه وذرياته