Ustaz, ada yang membagi gono-gini sebesar 50% untuk istri sebelum dibagi. Itu bagaimana, ya? Kalau tidak salah rujukannya adalah kodifikasi hukum Islam. (Cecep Sugiyono, 27 Januari 2021)
JAWABAN
Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin).
Ini sebenarnya terkait manajemen pengelolaan harta suami-istri dalam rumah tangga.
Apakah dipisah ataukah dicampur.
Jika dipisah, maka tidak perlu ada istilah gono-gini.
Jika dicampur (misalnya bangun rumah dengan penghasilan suami dan istri, beli mobil pakai uang suami dan istri dan semisalnya) maka biasanya tidak jelas kepemilikan suami berapa persen dan kepemilikan istri berapa persen.
Akhirnya dibuat adil-adilan dan pukul rata berdasarkan kesepakatan: punya suami dianggap 50%, punya istri dianggap 50 %.
Yang semacam ini bisa diterima dalam hukum waris, karena termasuki ‘urf (tradisi) dan tradisi bisa dipakai selama tidak ada dalil khusus dalam Al-Qur’an maupun hadis yang mengaturnya.
Malah merealisasikan keadilan, karena jangan sampai ahli waris menikmati harta warisan, padahal status harta tersebut ternyata bukan milik mayit, tetapi sebagian ternyata milik pasangan yang masih hidup.
Menikmati harta orang lain tanpa hak malah disebut zalim.
Zaman dulu belum ada problem harta gono-gini, karena kepemilikan harta suami-istri terpisah.
Umumnya wanita zaman dulu juga tidak bekerja. Hanya terima nafkah, lalu dihabiskan.
Kalau dia terima uang dari ayahnya, atau warisan kerabatnya, maka dia simpan sendiri dan dikelola sendiri.
Jadi saat dia wafat, harta tinggalannya mudah membaginya karena tidak tercampur dengan harta suaminya.
Wallahua’lam.