Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin)
Diriwayatkan al-Ḥallāj terbiasa mengatakan kepada salah satu muridnya,
“Kamu Nuh!”. Yang lainnya dikatakan, “Kamu Musa!”. Yang lainnya dikatakan, “Kamu Muhammad!”. Al-Żahabī menulis riwayat tersebut dengan redaksi sebagai berikut,
Artinya,
“Dia (al-Ḥallāj) terbiasa mengatakan kepada salah satu muridnya, ‘Kamu adalah (Nabi) Nuh. Yang lainnya dibilangi, ‘Kamu adalah (Nabi Musa)‘. Yang lainnya dibilangi, ‘Kamu adalah (Nabi) Muhammad’.” (Siyaru A‘lāmi al-Nubalā’, juz 14 hlm 327)
Ucapan seperti itu memberi kesan bahwa akidah al-Ḥallāj adalah meyakini bahwa roh nabi-nabi yang suci itu bisa menitis pada jasad manusia tertentu.
Tentu saja secara psikis, penyematan status semacam ini akan membuat mereka merasa istimewa, membuat besar kepala dan merasa punya “linuwih” daripada hamba Allah yang lain. Teknik ini secara psikis juga bisa membuat terikat lebih kuat dalam lingkaran al-Ḥallāj.
Sampai di sini apakah Anda teringat dengan kelompok yang orang-orangnya mengaku ruh Rasulullah ﷺ menitis pada salah seorang di antara mereka lalu minta tangannya dicium jamaahnya? Yang mengaku ruh Fatimah atau Zainab, atau keluarga Rasulullah ﷺ yang lain menitis pada sebagian mereka?
Ring a bell?
Ajaran konsep menitis itu bisa saja diberi istilah macam-macam. Mungkin saja dinamai ḥulūl (الحلول), atau tanazzul (التنزل) atau istilah yang lain. Yang jelas hakikatnya adalah ajaran inkarnasi bahkan reinkarnasi. Jika mereka sudah bisa menerima bahwa inkarnasi itu bisa terjadi, maka selangkah lagi mereka akan mempercayai bahwa Allah akan “bertanazzul” pada pemimpin sekte mereka, dan di hari itulah akan ada manusia yang disujudi dan disembah selain Allah!
أعاذنا الله من الكفر والشرك وعبادة الأوثان
14 Ramadan 1443 H/16 April pukul 10.37