Oleh : Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin)
Wanita yang hamil dan menyusui yang memutuskan tidak berpuasa Ramadan karena khawatir kesehatan anaknya maka dalam mazhab al-Syāfi‘ī kewajibannya dua,
Pertama, meng-qaḍā’ puasa, yakni mengganti puasa setelah bulan Ramadan usai
Kedua, membayar fidyah.
Jadi, kewajibannya bukan hanya membayar fidyah, tetapi juga wajib meng-qaḍā’.
Dalil yang menunjukkan bahwa wanita wajib mengqodho’ puasa Ramadhan yang ia tinggalkan dalam kondisi ini adalah sebagai berikut,
Pertama;
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَاكُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ [البقرة/183]
Artinya
“ Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”
Pada ayat di atas Allah menyeru kaum Muslimin tanpa membedakan apakah laki-laki maupun wanita untuk berpuasa Ramadhan. Wanita hamil dan menyusui termasuk keumuman kaum yang beriman. Jadi, dia wajib juga berpuasa Ramadhan. Ketika dia meninggalkan puasa Ramadhan karena udzur, maka dia masih punya hutang, punya tanggungan. Jadi, wajib mengqodho’.
Kedua;
فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ [البقرة/185]
Artinya
“Barangsiapa di antara kamu menyaksikan (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu”
Dalam ayat di atas, Allah memerintahkan siapa saja yang menyaksikan bulan Ramadhan maka dia wajib puasa Ramadhan. Wanita hamil dan menyusui termasuk mereka yang menyaksikan bulan Ramadhan. Jadi wajib bagi mereka puasa Ramadhan. Jika puasa ini ditinggalkan maka mereka masih punya hutang puasa. Jadi wajib diqodho’
Ketiga;
صحيح البخاري – (ج 1 / ص 11)
عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَالْحَجِّ وَصَوْمِ رَمَضَانَ
Artinya,
“Dari Ibnu Umar beliau berkata Rasulullah ﷺ bersabda: Islam dibangun atas lima perkara; Persaksian bahwa tiada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad Rasulullah, mendirikan shalat, membayar zakat, haji, dan puasa Ramadhan”
Dalam hadis ini dinyatakan bahwa Islam dibangun atas lima dasar, salah satunya adalah puasa Ramadhan. Artinya Muslim manapun yang bernisbat pada Islam maka wajib hukumnya puasa Ramadhan. Jika dia sengaja meninggalkan karena malas maka dia dihukumi fasik. Jika ia sengaja meninggalkan karena menganggap tidak wajib maka dihukumi kafir. Wanita hamil dan menyusui termasuk Muslim, maka dia wajib melaksanakan puasa Ramadan. Jika dia meninggalkan karena udzur, artinya dia masih punya hutang. Jadi wajib mengqodho’
Keempat;
عن أَبُي أُمَامَةَ الْبَاهِلِىُّ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-يَقُولُ :« بَيْنَا أَنَا نَائِمٌ إِذْ أَتَانِى رَجُلاَنِ فَأَخَذَا بِضَبْعَىَّ …فَإِذَا أَنَا بِقَوْمٍ مُعَلَّقِينَ بِعَرَاقِيبِهِمْ مُشَقَّقَةٌ أَشْدَاقُهُمْ تَسِيلُ أَشْدَاقُهُمْ دَمًا قَالَ قُلْتُ : مَنْ هَؤُلاَءِ قَالَ : هَؤُلاَءِالَّذِينَ يُفْطِرُونَ قَبْلَ تَحِلَّةِ صَوْمِهِمْ » (البيهقي)
Artinya
“Dari Abu Umamah Al Bahili beliau berkata; Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda; Di saat aku tidur tiba-tiba aku didatangi dua orang lelaki. Mereka menggamit kedua lenganku….tiba-tiba aku melihat suatu kaum yang digantung urat-urat di atas tumit mereka. Sudut-sudut mulut mereka dirobek-robek dan mengalir darinya darah. Aku bertanya; “siapa orang-orang ini?” dijawab; Mereka adalah orang-orang yang tidak berpuasa (berbuka) sebelum dibolehkan (halal/keluar waktu) puasa.”
Hadis di atas begitu jelas mengancam orang yang tidak puasa Ramadan. Siksanya mengerikan. Digantung kaki, lalu mulut dirobek-robek sampai keluar darah. Wanita hamil dan menyusui termasuk yang kena ancaman jika meninggalkan puasa dengan sengaja lalu tidak mengqodho’. Karena mereka masih punya hutang yang harus dibayarkan akibat tidak puasa di bulan Ramadhan.
Kelima;
إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ وَضَعَ عَنْ الْمُسَافِرِ شَطْرَ الصَّلَاةِ وَعَنْ الْمُسَافِرِ وَالْحَامِلِ وَالْمُرْضِعِ الصَّوْمَ
Artinya
“Sesungguhnya Allah telah menggugurkan separuh sholat dari musafir (sehingga boleh mengqoshor) dan menggugurkan kewajiban puasa kepada musafir, wanita hamil, dan wanita menyusui.”
Dalam hadis ini Allah menyamakan musafir dengan wanita hamil dan menyusui dari segi tidak diwajibkannya puasa. Sudah kita ketahui bahwa musafir itu boleh tidak berpuasa, tetapi wajib mengqodho’ di hari lain. Dengan demikian kita faham bahwa wanita hamil dan menyusui juga wajib mengqodho’ di hari lain, jika dia tidak puasa di bulan Ramadhan. Alasannya; Allah menyamakan keduanya dalam hal rukhshoh, dengan demikian sama juga dalam hal kewajiban. Tidak ada satupun ulama yang berpendapat bahwa musafir tidak wajib qodho’.
Keenam;
صحيح مسلم – (ج 3 / ص 156)
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ – رضى الله عنهما – قَالَ جَاءَتِ امْرَأَةٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أُمِّى مَاتَتْ وَعَلَيْهَا صَوْمُ نَذْرٍأَفَأَصُومُ عَنْهَا قَالَ « أَرَأَيْتِ لَوْ كَانَ عَلَى أُمِّكِ دَيْنٌ فَقَضَيْتِيهِ أَكَانَ يُؤَدِّى ذَلِكِ عَنْهَا ». قَالَتْ نَعَمْ. قَالَ « فَصُومِى عَنْ أُمِّكِ».
Artinya
“Dari Ibnu ‘Abbas beliau berkata: Seorang wanita datang kepada Rasulullah ﷺ lalu bertanya; Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku wafat padahal dia punya tanggungan puasa nadzar. Apakah aku bisa berpuasa mewakilinya? Beliau menjawab; Apa pendapatmu jika ibumu punya hutang lalu engkau melunasinya, apakah hal itu telah mewakilinya? Dia menjawab; ya. Rasulullah ﷺ bersabda; Berpuasalah mewakili ibumu”
Hadis diatas menceritakan wanita yang punya ibu. Ibunya ini pernah bernadzar puasa. Namun ibunya mati sebelum sempat melaksanakan puasa nadzar tersebut. Wanita ini bertanya kepada Nabi ﷺ apakah bisa mewakili ibunya untuk membayar hutang puasa tersebut. Nabi ﷺ menjawab
أَرَأَيْتِ لَوْ كَانَ عَلَى أُمِّكِ دَيْنٌ فَقَضَيْتِيهِ أَكَانَ يُؤَدِّى ذَلِكِ عَنْهَا
Artinya
“…Apa pendapatmu jika ibumu punya hutang lalu engkau melunasinya, apakah hal itu telah mewakilinya?…”
Maka wanita itu menjawab” ya” . Maka Nabi ﷺ bersabda; “berpuasalah mewakili ibumu”.
Jadi puasa nadzar dipandang Nabi ﷺ sebagai hutang kepada Allah yang harus dibayar. Ini menjadi dalil bahwa hutang kepada Allah wajib dibayar. Wanita hamil dan menyusui yang tidak puasa Ramadhan maknanya punya hutang puasa. Jadi dia wajib bayar hutangnya. Artinya wajib bayar dengan mengqodho’ puasa.
Adapun riwayat bahwa Ibnu Umar dan Ibnu Abbas tidak mewajibkan qodho’ maka ini maksudnya adalah dalam kondisi wanita hamil dan menyusui sudah tidak mampu lagi berpuasa. Artinya selama masih mampu, wajib mengqodho’, jika sudah tidak mampu maka baru menebus dengan bayar fidyah. Allah berfirman;
وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ [البقرة/184]
Artinya,
“Bagi orang-orang yang berat menjalankannya, maka kewajiban mereka adalah membayar fidyah, makanan bagi orang miskin.”
Memahami bahwa Ibnu Umar dan Ibnu Abbas tidak mewajibakan qodho’ dan hanya mewajibkan membayar fidyah, tidak didukung nash apapun baik dalam Al-Qur-an maupun Hadis, jadi tidak bisa diterima.
Ucapan Ibnu Umar dan Ibnu Abbas (dengan asumsi beliau memang berpendapat demikian) juga bukan dalil sehingga tidak bisa menjadi hujjah. Alasannya kekeliruan ijtihad Sahabat itu terjadi dalam banyak hal. Misalnya ijtihad Usman yang merajam wanita hamil, ijtihad Abu Musa al-Asy’ari yang keliru berfatwa bahwa suami yang menyusu pada istrinya langsung tercerai, ijtihad Abu Musa al-Asy’ari yang menggugurkan hak waris putri putra bersama putri dan lain-lain. Bahkan ada jenis kekeliruan yang levelnya sampai mengorbankan nyawa. Seperti ijtihad politik Aisyah yang membuat ribuan kaum muslimin wafat. Dan lain-lain. Jadi pendapat Sahabat bukan dalil syar’i.
Di sisi lain dalalah nash yang mewajibkan puasa kepada semua mukallaf lebih kuat dan lebih menakutkan ancamannya seperti yang saya tulis dalam artikel di atas. Wanita hamil dan menyusui termasuk mukallaf, sehingga kena khitab semua nas tersebut. Hadis sahih tentang utang puasa yang wajib qada’ pada kisah wanita yang ingin mengganti utang puasa ibunya juga sangat lugas. Ada juga hadis yang menegaskan bahwa utang kepada Allah lebih berhak dilunasi. Dan lain-lain. Jadi dalalah nash seperti ini jauh lebih kuat daripada pendapat satu dua sahabat. Karena itu dalalah nash muqaddam daripada qoul sahabi.
20 Ramadan 1443 H/22 April 2022 pukul 08.05