Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin)
Di antara orang yang paling sanggup menghayati makna takbir iduladha adalah mereka yang diuji dengan perasaan cinta.
Yang sedih karena cinta.
Yang remuk hatinya karena cinta.
Yang berduka karena cinta.
Yang patah hati karena cinta.
Bahkan menderita karena cinta.
Saat mengucapkan “Allahuakbar, Allahuakbar, Allahuakbar” seakan-akan dia memperbarui sikap hidupnya dengan berkata, “Iya, tidak boleh ada yang lebih besar dalam hatiku selain Allah.”
Saat mengucapkan “Lailahaillalah wallahu akbar“, seakan-akan dia memperbarui visi hidupnya dan menyegarkan kembali tujuan hidupnya, “Iya, tujuan hidupku kan hanya untuk menyembah Allah. Bukan untuk memuja cinta makhluk. Seluruh potensiku mestinya kugunakan untuk menyenangkan Rabbku, bukan malah mencari perhatian orang yang membuatku menderita karena cinta sementara dia juga tidak peduli denganku. Pengorbanan tertinggiku mestinya ya hanya untuk Allah saja, bukan habis-habisan berkorban demi yang kucintai tapi eh ujung-ujungnya aku dilukai. Laa ilahaillah, tidak ada Tuhan yang kusembah kecuali Allah saja. Hanya Dia yang paling besar dalam hatiku”.
Saat mengucapkan “Allahuakbar walillahil hamdu” seakan-akan dia merasa terharu dengan kebaikan Allah, cinta sejati yang selama ini yang ia abaikan. Dzat yang selama ini memberinya makan, kesehatan, keselamatan, uang, dan jutaan kenikmatan lainnya tapi sering dilupakan dan malah memilih mengutamakan cinta selain Dia. Seakan-akan saat mengucapkan zikir tersebut dia berkata,
“Inggih gusti, Engkaulah cinta sejatiku seharusnya. Yang selama ini banyak berbuat baik kepadaku. Yang selalu menerimaku meski aku sering berbuat salah. Yang tak berhenti membaikiku walaupun aku sering mengecewakanMu. Yang sering menutupi aibku walaupun mestinya aku sudah pantas ditelanjangi martabatku karena seringnya aku bermaksiat diam-diam. Engkau wahai Rabbku yang seharusnya paling besar dalam hatiku dan bagi-Mu segala puji atas segala nikmat yang engkau berikan. Aku memuji-Mu atas nikmat cinta yang pernah engkau berikan kepadaku. Dan aku juga memuji-Mu yang juga telah mengingatkan aku dengan luka karena cinta, agar aku sadar bahwa cinta makhluk adalah cinta palsu yang di besar-besarkan setan agar aku menjadi melupakan-Mu.”
***
Dalam tafsir al Qurtubi saat menjelaskan asal mula takbir iduladha, ada kisah tentang nabi Ibrahim yang maknanya kira-kira seperti di atas.
Nabi Ibrahim diuji dengan kecintaan yang besar terhadap putranya.
Lalu Allah menguji beliau dengan memerintahkan supaya putranya disembelih.
Saat keduanya hendak melaksanakan perintah itu, malaikat Jibril berkata, “Allahuakbar, Allahu akbar“. Seakan-akan Jibril menguatkan hati keduanya dan mendukung perbuatan berkorban itu dengan berkata, “Benar apa yang kalian lakukan wahai dua hamba Allah yang saleh. Hanya Allahlah yang harus paling besar dalam hati kalian, bukan selain Dia. Engkau boleh cinta anakmu, engkau boleh cinta ayahmu, tapi Allah harus tetap menjadi cinta tertinggimu dan yang paling besar dalam hatimu.”
Begitu mendengar malaikat Jibril mengucapkan takbir, putra Nabi ibrahim menimpali, “Lailaha illalah wallahu akbar“, seakan-akan beliau mengafirmasi, “Iya, wahai malaikat saleh yang mulia. Hidupku memang seharusnya hanya untuk Allah. Aku hanya boleh menyembah Dia saja. Tidak boleh menduakan Dia. Jadi, aku juga harus siap mengorbankan apapun demi membuat Dia rida, walaupun itu mengorbankan nyawaku sendiri. Sesungguhnya Dia Maha Agung dan tidak boleh di hatiku ada yang lebih besar selain Dia”.
Ketika Nabi Ibrahim mendengar ucapan putranya, maka beliau merespon, “Allahuakbar walhamdu lillah“. Seakan-akan beliau berkata,
“Benar wahai malaikat Jibril dan benar juga engkau wahai putraku. Allah tahu betapa besar cintaku padamu. Tapi memang tidak boleh di hatiku ada yang lebih besar daripada Rabb sejatiku; Allah. Walaupun Dia saat ini mengujiku untuk menyembelih cinta besarku, tapi sesungguhnya nikmat-nikmat yang diberikan-Nya jauh lebih banyak daripada ujiannya. Bukankah Dia memberiku nikmat hidayah? Bukankah Dia memberiku nikmat diselamatkan dari kobaran api Namrudz? Bukankah Dia memberiku nikmat kamu yakni putraku yang saleh? Bukankah Dia memberiku istri yang cantik bahkan memberiku rizki istri lebih dari satu? Bukankah Dia yang ingin membersihkan tauhidku agar semata-mata menyembah-Nya dan tidak mengotorinya dengan cinta makhluk walaupun itu putraku sendiri. Oleh karena itu walillahil hamdu, alhamdulillah… bagi-Nya segala puji dalam segala kondisi dan segala keadaan.”
***
Begitulah…
Kadang dalam hidup ini kita harus berposisi seperti Nabi Ibrahim, yakni siap “menyembelih cinta” karena Allah. Walapun hati kita sebenarnya remuk juga saat melakukannya.
Kadang kita harus berposisi seperti putra nabi Ibrahim, yakni siap “disembelih” karena cinta dan menderita hingga meninggal dunia demi membuat Allah rida.
11 Dzulhijah 1443 H/ 10 Juli 2022 M pukul 05.44