Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin) – Dosen Universitas Brawijaya
Dalam hidup terkadang kita diuji dengan gunjingan orang. Penyebab gunjingan itu bisa urusan dunia, bahkan bisa juga urusan din. Kontennya bisa benar, bisa setengah benar, bisa juga murni fitnah. Yang menggunjing dan menjelek-jelekkan juga bisa siapapun. Bisa jadi teman, rekan kerja, tetangga, kerabat, bahkan suami, istri, anak atau orang tua sendiri! Momen gunjingan itu juga bisa kapanpun. Malahan tak jarang gunjingan itu muncul di situasi relijius seperti kajian dan silaturahmi!
Bagaimanakah sikap terbaik jika diuji dengan gunjingan orang atau dijelek-jelekkan di belakang kita?
Jawabannya adalah: Lakukan i’rāḍ (الإعْراض).
Makna i‘rāḍ adalah berpaling. Tidak peduli. Cuek. Nggak ngreken alias nggak ngurus dalam bahasa jawa. Allah berfirman,
Artinya,
“Berpalinglah dari orang-orang yang jahil/bodoh.” (Q.S. Al-A‘rāf: 199)
Konteks ayat di atas adalah nasihat Allah kepada Rasulullah ﷺ supaya tidak mempedulikan orang-orang jahil yang memperlakukan buruk Nabi ﷺ setelah didakwahi dengan hujah yang jelas. Diperlakukan buruk seperti dihina, dimaki, dituduh macam-macam, dan dijelek-jelekkan. Rasulullah ﷺ dinasehati supaya tidak membalas keburukan dengan keburukan. Jika dimaki jangan dibalas maki. jika dihina jangan balas menghina dan semisalnya. Jadi berpaling saja. Tidak usah memperhatikan. Tidak usah diambil hati. Sebab orang yang menjahatimu pada hakikatnya adalah orang yang jahil. Sikap berpaling dari orang-orang yang menyakiti seperti ini tentu saja pas juga diterapkan dalam kasus digunjing. Sebab orang yang menggunjing pada hakikatnya adalah orang yang jahil yang tidak mengerti dampak buruk perbuatannya dalam menjelek-jelekkan orang lain.
Dengan demikian, jika suatu hari kita diuji dengan gunjingan atau penghinaan dan kita tahu hal itu, maka jangan ambil pusing, jangan pedulikan dan segera abaikan. Tidak usah berfikir membalas menggunjing atau menjelek-jelekkan, apalagi sampai membuka aibnya, lebih-lebih melabraknya. Abaikan saja, sebab memperhatikan apalagi memikirkan gunjingan hanya malah akan membuat sakit hati. Itu tidak sehat bagi jiwa dan malah menyiksa diri. Tentu itu sebuah kerugian, bahkan kekalahan, karena dalam “peperangan” itu justru kita yang “sakit” sementara yang menggunjing malah happy-happy.
Lagi pula orang digunjing itu tidak bisa membela diri. Biasanya yang mendengar gunjingan malah simpati kepada yang digunjing pada saat level gunjingannya berlebihan. Lebih-lebih jika orang tahu bahwa yang digunjing ini reputasinya baik. Para pendengar gunjingan itu akan memandang kita yang digunjing sebagai pihak yang dizalimi. Jadi, digunjing itu justru berpeluang untuk diberi simpati, disayang bahkan dicintai.
Jika Anda tidak kuasa menahan hati dan terpaksa sedih juga, maka tetap bergembiralah. Sebab kesedihan jenis ini bisa jadi malah menjadi kebaikan untuk kita.
Bagaimana nalarnya?
Begini:
Bisa jadi Allah membiarkan sebagian hamba-Nya untuk menjelek-jelekkan kita, memfitnah kita dan menggunjing kita sebagai bentuk penghapusan dosa. Maksudnya, bisa jadi di masa lalu kita pernah berbuat dosa, entah sadar atau tidak, entah ingat atau sudah lupa, yang jelas kita lalai untuk beristighfar dari dosa itu dan meminta ampun atas maksiat tersebut. Lalu Allah dengan kasih sayang-Nya ingin “memaksa” kita supaya bersih dari dosa itu. Oleh karena itu dikirimlah orang yang menggunjing dan menyakiti kita. Dengan begitu kesedihan yang kita rasakan akibat gunjingan itu akan membersihkan kita sebersih-bersihnya. Rasulullah ﷺ menjanjikan semua jenis kesedihan, ringan maupun berat, fisik maupun non fisik itu bisa menghapus dosa. Rasulullah ﷺ bersabda,
Artinya:
“Tidaklah seorang muslim tertimpa nashob (rasa letih/capek), washob (sakit fisik berketerusan), hammun (kerisauan karena masa depan), huznun (kesedihan karena peristiwa yang sudah terjadi), adza (disakiti), dan ghommun (kesusahan level hebat), bahkan duri yang melukainya, melainkan Allah akan menghapus kesalahan-kesalahannya.” (H.R.al-Bukhārī)
Seorang ulama yang mengerti betul hakikat ini bernama Ja‘far bin Muḥammad memberi nasihat sebagai berikut,
Artinya,
“Jika engkau mendengar dari saudaramu sesuatu yang membuatmu sedih maka jangan larut dalam kesusahan. Jika ucapannya memang benar, maka itu adalah hukuman (dari Allah) yang disegerakan–yang akan membersihkan kamu dari dosa.” (Siyaru A‘lāmi al-Nubalā’, juz 6 hlm 264)
Lebih dari itu justru berbahagialah. Karena orang yang digunjing pada hakikatnya mendapatkan transfer pahala gratis dari orang yang menggunjingnya! Dalil yang menunjukkan bahwa orang yang digunjing mendapatkan transferan pahala adalah hadis berikut ini,
Artinya,
“Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah ﷺ pernah bertanya kepada para sahabat: “Tahukah kalian, siapakah orang yang bangkrut itu?” Para sahabat menjawab: ‘Menurut kami, orang yang bangkrut diantara kami adalah orang yang tidak memiliki uang dan harta kekayaan.’ Rasulullah ﷺ bersabda: ‘Sesungguhnya umatku yang bangkrut adalah orang yang pada hari kiamat datang dengan salat, puasa, dan zakat, tetapi ia selalu mencaci-maki, menuduh, dan makan harta orang lain serta membunuh dan menyakiti orang lain. Setelah itu, pahalanya diambil untuk diberikan kepada setiap orang dari mereka hingga pahalanya habis, sementara tuntutan mereka banyak yang belum terpenuhi. Selanjutnya, sebagian dosa dari setiap orang dari mereka diambil untuk dibebankan kepada orang tersebut, hingga akhirnya ia dilemparkan ke neraka.’ (H.R.Muslim)
Dalam hadis di atas ditegaskan bahwa orang yang dizalimi di dunia, baik terkait darah, harta maupun kehormatan, maka di akhirat akan mendapatkan transferan pahala dari orang yang menzaliminya. Digunjing adalah dizalimi karena dilukai kehormatannya. Oleh karena itu orang yang digunjing juga akan mendapatlan transferan pahala dari yang menggunjingnya.
Seorang ulama yang bernama Abdurrahman al-Mahdī malah sangat gembira jika digunjing. Sebab digunjing maknanya mendapatkan pahala tanpa harus berpayah-payah beramal saleh! Sampai-sampai beliau berandai-andai, jika bukan bermakna mendorong orang bermaksiat kepada Allah, ingin rasanya beliau digunjing seluruh orang dalam satu kota! Al-Baihaqī meriwayatkan bahwa Abdurraḥmān bin Mahdī berkata,
Artinya,
“Seandainya bukan karena tidak suka Allah dimaksiati, niscaya aku mengan-angankan tidak ada seorangpun di kota ini melainkan semuanya menjelek-jelekkan aku dan menggunjingku. Apa sih yang lebih nikmat dari sebuah pahala yang didapatkan seseorang dalam catatan amalnya pada hari kiamat sementara dia tidak melakukan amal dan bahkan tidak mengetahuinya?“ (Syua’abu al-īmān, juz 9 hlm 97)
Malah kalau perlu, jika kita digunjing balaslah dengan memberi hadiah! Sebagaimana dicontohkan ulama saleh yang bernama al-Ḥasan al-Baṣrī. Abū al-Laiṡ al-Samarqandī menulis,
Artinya,
“Dari al-Ḥasan al-Baṣrī bahwasanya seorang lelaki berkata, “Sesungguhnya fulan menggunjingmu”. Lalu al-Ḥasan malah mengirim sepiring kurma pada penggunjing tersebut dan berkata, “Saya mendengar Anda memberikan hadiah pahala Anda kepada saya. Jadi saya ingin membalasnya. Maafkan saya karena saya tidak mampu membalas Anda secara layak dan sempurna.” (Tanbīh al-Gāfilīn hlm 164)
Tentu saja gunjingan juga bermanfaat untuk kita agar bisa introspeksi. Meneliti dan merenungi kekurangan diri lalu memperbaikinya.
26 Muharam 1444 H/24 Agustus pukul 05.13