Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin) – Dosen Universitas Brawijaya
Di antara hamba Allah yang tidak mudah melewati ujian ketaatan adalah seorang istri terhadap suaminya.
Apalagi jika beliau tidak mencintai suaminya.
Apalagi jika suaminya sering main kasar kepadanya.
Apalagi jika suaminya tidak bertakwa dan tidak mengerti agama sehingga sering berbuat zalim.
Tapi hadiah taat suami itu memang sangat besar. Yakni menjadi salah satu prasyarat bisa masuk surga dari pintu manapun yang dikehendaki. Rasulullah ﷺ bersabda,
Artinya,
“Dari Abdurrahman bin Auf berkata: Rasulullah ﷺ bersabda: “Apabila seorang istri melaksanakan salat lima waktu, berpuasa di bulan Ramadan, menjaga kemaluannya dan taat kepada suaminya, niscaya akan dikatakan kepadanya: ‘Masuklah kamu ke dalam surga dari pintu mana saja yang kamu inginkan’.” (H.R.Ahmad)
Tanyakan kepada para istri bagaimana rasanya menaati suami yang “minta” padahal istri capek banget dan sama sekali tidak mood.
Tanyakan kepada para istri bagaimana rasanya menaati suami untuk berhenti bekerja dan fokus di rumah, sementara dia merasa punya potensi besar untuk publik dan merasa sangat perlu media aktualisasi diri.
Tanyakan kepada para istri bagaimana rasanya menaati suami yang memerintahkan keluar dari sebuah organisasi, sementara dia sangat cinta dan menikmati berada dalam perkumpulan tersebut.
Tanyakan kepada para istri bagaimana rasanya menaati suami untuk “sekedar” memijit, membuatkan minuman, atau mengambilkan barang kecil sementara istri sedang mengantuk berat, atau kecapekan, atau stres karena berbagai sebab.
Mungkin banyak situasi di mana para istri berhasil menaati suami, karena hatinya sedang bergembira. Tapi begitu diuji ketaatan dalam situasi berat, disitulah ujian keimanan sesungguhnya.
***
Tetapi ada satu kisah di zaman Nabi ﷺ yang bisa menjadi “booster” bagi siapapun yang diuji dengan ketaatan dalam rangka mencari rida Allah, terutama para istri terhadap suaminya.
Kisah tersebut adalah peristiwa perang Ḥamrā’ al-Asad (حَمْرَاءُ الأَسَدِ).
Peristiwa ini terjadi setelah perang Uhud.
Di perang Uhud, kaum muslimin memang kalah.
Jumlah korban mencapai 70 orang.
Yang selamat pun badannya penuh luka.
Ringkasnya, begitu selesai perang kaum muslimin segera berbenah kembali, mengurus pemakaman para syuhada’ dan pulang ke Madinah.
Anda bisa bayangkan bagaimana beratnya kondisi orang yang sedang terluka karena sabetan pedang, bacokan parang, tusukan tombak atau lontaran anak panah dan masih harus mengurusi jenazah para syuhada’ di bawah terik sinar matahari, lalu melakukan perjalanan pulang ke Madinah.
Haus, letih, nyeri, pegal-pegal dan perih.
Kita bisa membayangkan betapa leganya mereka saat sampai di madinah nanti. Lega karena bisa beristirahat, memulihkan tenaga dan memberi kesempatan luka-luka sembuh kembali.
Tapi bukan itu yang terjadi.
Hanya berselang satu hari, yakni setelah salat Subuh, Rasulullah ﷺ segera memanggil tentara Uhud itu untuk bertempur kembali!
Ya, Rasulullah ﷺ memanggil semua tentara yang kemarin ikut perang dan diajak untuk menggempur kembali pasukan Quraisy yang masih dalam perjalanan pulang ke Mekah!
Uniknya, Rasulullah ﷺ hanya mengajak Sahabat yang ikut bertempur dalam perang Uhud sebelumnya. Jadi yang boleh ikut justru hanya mereka yang keletihan berat dan badan penuh luka itu!
Hebatnya, walaupun badan penuh luka, tetapi semuanya dengan sigap dan gerak cepat menaati perintah Rasulullah ﷺ tersebut. Diriwayatkan, Usaid bin Ḥuḍair memiliki 7 luka pada badannya dan beliau sudah bersiap-siap untuk mengobatinya. Tapi begitu mendengar perintah Rasulullah ﷺ itu, tanpa ragu-ragu beliau segera bangkit mengambil senjatanya sambil mengucapkan,
Artinya,
“Saya mendengar dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya.”
Al-Wāqidī menulis segmen tersebut sebagai berikut,
Artinya,
“Dalam keadaan memiliki 7 luka yang beliau hendak mengobatinya Usaid bin Ḥuḍair berkata, ‘Saya mendengar dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya’. Beliau pun mengambil senjatanya dan tidak jadi mengobati lukanya dan menyusul Rasulullah ﷺ.” (Magāzī al-Wāqidī, juz 1 hlm 335)
Bisakah Anda membayangkan sehebat apa kualitas jiwa para Sahabat dalam melewati ujian ketaatan seperti ini?
Sungguh level ketaatan yang luar biasa.
Nah, jika sedang merasa berat melewati ujian ketaatan, mengingat-ingat kisah ini insya Allah bisa menjadi penyemangat. Sebab seberat apapun kondisi kita diuji dalam ketaatan, semuanya masih belum mencapai level ujian terhadap Sahabat yang diuji untuk bangkit memanggul senjata, siap-siap bertarung walaupun luka di tubuh masih belum bertaut!
***
CATATAN
Tulisan semacam ini biasanya menimbulkan pertanyaan dari para istri yang diuji berat oleh suami yang belum melaksanakan syariat dengan baik. Bagaimana menaati suami seperti itu? Misalnya tidak/kurang bertanggung jawab dalam hal nafkah, maksa poligami padahal lemah leadership-nya dan jahil fikih poligami, selingkuh sampai taraf berzina, KDRT sampai membahayakan nyawa, memoroti uang istri dan semisalnya.
Jawaban umum pertanyaan di atas adalah sebagai berikut.
Jika ada sebab-sebab syar’i, ditambah wanita sudah tidak kuat atau khawatir agamanya semakin rusak maka wanita diberi hak untuk meminta cerai paksa (tafriq) atau mengajukan khulu’ atau fasakh. Contoh sebab syar’i yang membuat boleh minta cerai adalah perzinaan, tidak menafkahi, ada penyakit berbahaya, suami hilang kabar dan semisalnya.
Tetapi jika suami masih ada harapan diperbaiki, bisa taubat kembali dan menjadi saleh, maka bertahan dan bersabar jauh lebih baik.
27 Rabi’ul Akhir 1444 H/24 November 2022 pukul 07.11