Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin) – Dosen Universitas Brawijaya
Seorang istri berkhidmat dan berkorban untuk suami karena ingin mendapatkan pahala dari Allah, tapi dia juga berharap agar dia dikenang suami sebagai istri yang luar biasa, berharap supaya diingat suami sebagai istri yang baik nan banyak jasanya, dan berharap agar dia menempati kedudukan tertentu di hati suaminya, apakah amal seperti ini diterima oleh Allah?
Jawabannya adalah TIDAK!
Sebab Allah hanya menerima amal yang murni semata-mata karena Dia saja. Tidak boleh tercampuri oleh motif lain selain Dia.
Ini sama seperti orang yang berjihad yang berharap mendapatkan pahala, tapi juga berharap supaya dikenang dan diingat orang. Yang seperti ini ditegaskan Rasulullah ﷺ tidak mendapatkan pahala apa-apa! Al-Naṣā’ī meriwayatkan,
Artinya,
“Dari Abu Umamah Al Bahili, ia berkata: telah datang seorang laki-laki kepada Nabi ﷺ lalu berkata, ‘Bagaimana pendapat engkau (wahai Rasulullah ﷺ) mengenai seseorang yang berjihad seraya mengharapkan pahala dan DIKENANG/disebut-sebut, apakah dia mendapatkan ganjaran?’ Rasulullah ﷺ menjawab, ‘Ia tidak mendapatkan apa-apa,” lalu ia mengulanginya tiga kali, Rasulullah ﷺ bersabda kepadanya: “Ia tidak mendapatkan apa-apa”. Kemudian beliau bersabda, “Allah tidak menerima amalan kecuali jika dilakukan dengan murni/ikhlas dan mengharapkan rida-Nya.” (H.R. al-Nasā’ī)
***
Tentu ini berlaku sebaliknya juga. Suami yang berkorban mati-matian demi istri, tapi motifnya tercampur dengan keinginan supaya dikenang sebagai suami yang penuh pengorbanan, yang ditangisi saat mati karena teringat kebaikannya dan semisalnya, maka hancur pula pahala suami yang seperti ini niatnya.
Cinta dan kasih sayang orang yang dibaiki itu secara alami akan muncul, tanpa perlu dijadikan niat dalam beramal. Hanya saja ini bukan hukum pasti. Orang yang kadung terlalu hitam hatinya, kasar perangainya, dan rusak akhlaknya bisa jadi punya hati seperti serigala. Tetap membunuh dan menerkam orang yang membaikinya selama ini.
***
Hanya saja, jika motif duniawi seperti itu tidak dominan, semoga Allah masih memaafkan dan tetap memberinya pahala. Berbeda halnya jika motif duniawi seperti itu berimbang dengan motif karena Allah atau lebih dominan daripada motif karena Allah. Barang siapa motif duniawinya dominan, maka tidak ada keraguan lagi bahwa amal salehnya hancur dan tidak mendapatkan apa-apa di sisi Allah.
***
Tidak mudah ya…
22 Agustus 2024 / 17 Safar 1446 pada 14.08