Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin) – Dosen Universitas Brawijaya
Apa yang Anda bayangkan pertama kali jika mendengar kata ihram?
Apakah terbayang memakai pakaian putih-putih yang khusus untuk ihram itu?
Apakah terbayang talbiyah?
Apakah terbayang umrah?
Apakah terbayang haji?
Apakah terbayang masjid Bir Ali?
Setiap orang mungkin punya bayangan dan persepsi sendiri-sendiri. Akan tetapi dalam catatan ini saya ingin mengajak Anda lebih dalam menganalisis makna dan konsepnya, agar ibadah umrah atau haji Anda lebih terasa dan bermakna.
***
Ihram sebenarnya dalam bahasa Arab adalah bentuk maṣdar dari kata aḥrama (أَحْرَمَ) yang berwazan af‘ala (أَفْعَلَ).
Wazan af‘ala sendiri dalam bahasa Arab di antara maknanya adalah dakhala fī (دَخَلَ فِيْ)/masuk ke dalam.
Kata aṣbaḥa (أَصْبَحَ) misalnya, ia bermakna dakhala fī al-ṣabāḥ (دَخَلَ فِي الصَّبَاحِ) yakni masuk di waktu pagi.
Kata amsā (أَمْسى) juga, ia bermakna dakhala fī al-masā’ (دَخَلَ فِي الْمَسَاءِ) yakni masuk di waktu sore.
Demikian pula kata aḥrama.
Makna bahasanya adalah dakhala fi al-ḥurmah (دَخَلَ فِي الْحُرْمَةِ) yakni MASUK DALAM KONDISI KESAKRALAN.
***
Jadi saat Anda berihram, yakni berniat memulai umrah atau haji sebenarnya Anda tengah mengikrarkan diri di depan Allah untuk masuk dalam kondisi sakral dengan cara mengharamkan “segala sesuatu” selain Allah saja.
Di pikiran Anda hanya Allah saja.
Di hati Anda hanya Allah saja.
Yang besar dan penting hanya Allah semata.
Anda menyatakan diri masuk dalam kondisi sakral dalam rangka memenuhi panggilan Allah menuju Kakbah.
Makna seperti ini juga ada pada takbiratul ihram.
Orang yang memulai salat dengan membaca takbiratul ihram sebenarnya bermakna siap untuk mengharamkan segala sesuatu selain Allah dan masuk dalam kondisi sakral untuk menghadap Allah. Dia membuang segala ingatan duniawi dan segala hiruk pikuk kehidupan, kemudian dalam hatinya hanya dihadirkan keagungan Allah.
Oleh karena itu, orang yang berihram semestinya menghadirkan perasaan seperti ini.
Begitu sudah berihram, maka bersiaplah untuk menjadikan hanya Allah saja yang terbesar dan teragung dalam hati.
Semua urusan dunia kita tinggalkan di belakang.
Semua keributan dunia kita lupakan.
Sepanjang jalan kita melafalkan talbiyah untuk memperkuat situasai sakral tersebut juga sebagai bentuk pengontrol agar selalu ingat kita sedang apa.
Kita mengucapkan, ”Labbaikallahumma labbaik….”
“Na’am ya Rabbi, nggih ya Allah, saya datang jauh-jauh dari tanah airku, datang ke sini semata-mata memenuhi panggilanmu…”
“Bukan karena ingin kaya…”
“Bukan karena ingin dipanggil abah…”
“Bukan karena ingin dipanggil umi…”
“Bukan untuk dipamerkan pada kenalan sepulang nanti…”
“Bukan karena ingin rekreasi…”
“Tapi saya datang ke sini semata-mata ingin memenuhi panggilan-Mu…”
“Agar Engkau mengampuni dosaku…”
“Agar Engkau rida kepadaku…”
***
Perasaan ini terus dijaga hingga melakukan ritual terakhir tahallul, yakni menggundul/memotong rambut di bukit Marwah.
***
Hanya saja saat berihram dalam umrah atau haji, yang “kita haramkan” itu tidak benar-benar segala sesuatu. Yang benar-benar kita jaga dan haram dilakukan hanya 10 perkara saja berdasarkan dalil sebagaimana pernah saya tulis dalam catatan yang berjudul “JANGAN MELAKUKAN 10 HAL INI SAAT IHRAM”
Selain itu tidak dilarang dan itu adalah bentuk rahmat Allah kepada kita.
3 Sya’ban 1444 H / 23 Februari 2022 pukul 09.12