Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin) – Dosen Universitas Brawijaya
Di antara cara tilawah yang benar adalah membaca dengan tenang, tidak terburu-buru, dan tidak dirisaukan dengan target menyelesaikan sampai ayat/surat/juz/lembar/hizib tertentu.
Yakni membaca dengan penuh penghayatan, meresapi, perenungan, tadabbur dan tafakur. Ketika dalam momen berhenti itu, maka tidak masalah, bahkan malah bagus jika disela-selai dengan doa dan munajat. Dalam bertilawah, tidak ada syarat bahwa antara satu ayat yang dibaca dengan yang lainnya itu harus bersambung dengan ayat, tidak boleh disela-selai doa misalnya.
Cara tilawah seperti ini dilakukan tanpa mempedulikan apakah tilawahnya dilakukan di dalam salat maupun di luar salat. Malahan, jika dilakukan di dalam salat, maka tilawah dengan level ketenangan dan penghayatan seperti itu justru lebih merealisasikan maksud membaca Al-Qur’an. Juga lebih membantu kekhusyukan.
***
Rasulullah ﷺ telah mencontohkan bagaimana beliau membaca Al-Qur’an dengan cara seperti ini. Hużaifah bersaksi bahwa saat Rasulullah ﷺ membaca Al-Qur’an dalam salat malam, beliau membacanya dengan tenang, tartil, tidak terburu dan sering berhenti pada ayat-ayat tertentu. Beliau berhenti sesuai dengan konteks ayat. Jika bertemu ayat rahmat maka beliau berdoa. Jika bertemu ayat azab, maka beliau meminta perlindungan. Muslim meriwayatkan
Artinya,
“Beliau membacanya dengan perlahan. Ketika sampai pada ayat tentang tasbih, maka beliau bertasbih, dan ketika sampai pada ayat tentang permohonan, maka beliau memohon. Ketika sampai pada ayat permohonan perlindungan, maka beliau berlindung.” (HR. Muslim)
Dalam riwayat yang lain juga dikabarkan bahwa Rasulullah ﷺ pernah semalaman mengulang-ulang satu ayat saja dalam salatnya. Ini menunjukkan penghayatan, tadabbur, dan tafakur dan sangat mendalam secara luar biasa untuk satu ayat saja. Al-Tirmiżī meriwayatkan,
Artinya,
“Dari Aisyah beliau berkata, ‘Rasulullah ﷺ salat malam dengan membaca satu ayat (saja) sepanjang malam.’” (H.R. al-Tirmiżī)
***
Cara tilawah seperti itu juga diajarkan oleh Ibnu Mas‘ūd, seorang Sahabat Nabi ﷺ yang termasuk al-Sābiqūn al-Awwalūn. Jika kita tahu seorang Sahabat termasuk generasi senior, maka kita bisa memahami bahwa beliau adalah orang yang paling tahu bagaimana cara ibadah Rasulullah ﷺ dan bagaimana cara tilawah yang benar yang dipraktekkan Rasulullah ﷺ dan ditiru Sahabat senior lainnya. Beliau menasihati, saat tilawah itu jangan terburu. Pastikan nasihat Al-Qur’an masuk dalam hatimu. Gerakkan hatimu dengan nasihat Al-Qur’an. Jangan segan-segan berhenti sejenak untuk menghayati, meresapi dan merenungkan saat bertemu makna-makna ajaib yang dilemparkan dalam hatimu. Ibnu Abū Syaibah meriwayatkan,
Artinya,
“Dari al-Sya‘bī, ia berkata, ‘Abdullah bin Mas‘ūd berkata, ‘Jangan membaca Al-Qur’an dengan cepat seperti membaca puisi. Jangan pula membaca dengan cara menyebar seperti menyebar kurma busuk. Berhentilah (untuk merenungi) pada keajaiban-keajaibannya dan gerakkan hatimu dengannya.” (H.R. Ibnu Abū Syaibah, juz 2 hlm 256)
Contoh praktis cara menghadirkan hati saat tilawah seperti yang diajarkan Ibnu Ma‘sūd begini:
Jika ketemu ayat yang diawali yā ayyuhallażīna āmanū maka pasanglah telingamu baik-baik. Karena itu pasti ada nasihat sangat penting dari Allah, yang akan mendatangkan kebaikan kepadamu atau ada keburukan yang hendak dihindarkan darimu. Sa‘īd bin Manṣūr meriwayatkan,
Artinya,
“Dari Mis‘ar ia berkata, ‘Seorang lelaki mendatangi Ibnu Mas‘ūd kemudian berkata, ‘Berilah aku wasiat.’ Beliau (Ibnu Mas‘ūd) menjawab, ‘Jika engkau mendengar firman Allah dalam kitabNya, ‘Yā ayyuhallażīna āmanū-wahai orang-orang yang beriman-, maka simaklah betul dan pasang telingamu baik-baik. Sebab engkau akan mendengarkan kebaikan yang engkau diperintahkan melakukannya atau keburukan yang engkau akan dipalingkan darinya.” (Sunan Sa‘īd bin Manṣūr, juz 1 hlm 211)
***
Orang yang sudah mengerti bahasa Arab, lalu membaca Al-Qur’an dalam salat dengan penuh konsentrasi dan penghayatan dengan niat mendapatkan petunjuk dari Allah, kadang-kadang Allah melemparkan dalam hatinya sebuah pemahaman ajaib yang hanya diberikan Allah kepada hamba-hamba-Nya yang dikehendaki-Nya.
Pemahaman itu bisa lekas hilang dan cepat lupa. Tapi jika kita mau berhenti sejenak untuk mengendapkanya, meresapinya, dan mentafakurinya lebih jauh, maka daya lekatnya akan lebih kuat.
Mirip mimpi.
Jika kita mimpi yang sangat berkesan, tapi kita abaikan, maka tidak sampai setengah hari isi mimpi itu akan hilang. Tapi jika saat bangun kita sengaja mengendapkannya, kita ingat-ingat lagi, kita “replay” mulai awal sampai akhir, biasanya mimpi itu akan mengendap lebih kuat dalam ingatan kita.
Jadi, saat mendapatkan anugerah kepahaman yang ajaib itu, jangan terburu-buru lanjut ke ayat berikutnya. Berhentilah sejenak untuk mengendapkannya. Ulangi berkali-kali ayat itu jika perlu. Dengan begitu, maka nikmat hudā dan hikmah itu tidak akan lekas hilang dan akan terus membekas dalam hati.
Barangkali inilah hikmah mengapa Ibnu Mas‘ūd merekomendasikan untuk berhenti saat bertemu keajaiban Al-Qur’an. Karena beliau tahu, berdasarkan apa yang beliau ketahui dari Rasulullah ﷺ dan mungkin juga dari pengalaman batin beliau sendiri, cara tilawah seperti itu yang memberikan dampak jauh lebih kuat daripada mengejar cepat dan mengejar tuntas kuantitas tertentu.
***
Ini semua akan bisa dilakukan bagi orang-orang yang sudah diberi nikmat Allah bahasa Arab dan sejumlah ilmu syar’i yang lain.
Adapun yang belum mengerti bahasa Arab, maka kesempatan untuk menghayati Al-Qur’an tetapn ada. Caranya yang sudah saya tuliskan pada catatan yang berjudul TIPS TADABBUR AL-QUR’AN SAAT SALAT.
15 Zulkaidah 1444 H/ 4 Juni 2023 pukul 08.37