Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin) – Dosen Universitas Brawijaya
Ketika Nabi Musa menuju Mesir bersama istri dan anak-anaknya, di suatu malam beliau melihat api dari kejauhan.
Api di zaman itu bagi orang yang melakukan safar di malam hari sangat penting.
Minimal menunjukkan dua hal,
Pertama, ada kafilah musafir yang sedang singgah dan berkemah sebentar sebelum melakukan perjalanan. Atau ada pemukiman warga di tempat tersebut. Jadi, Nabi Musa bisa bertanya kepada mereka terkait rute atau bahkan bisa bertamu dan bermalam di sana.
Kedua, ada sumber pemanas yang bisa dipakai untuk menghangatkan diri di malam hari dan mengusir binatang buas yang hendak mendekat.
Hanya saja, ketika Nabi Musa mengatakan bahwa beliau melihat api, ternyata istri dan anak-anaknya tidak bisa melihatnya! Allah menceritakan hal dalam Al-Qur’an dengan lafal berikut,
Artinya,
“Beliau (Nabi Musa) berkata kepada keluarganya, ‘Berdiamlah sejenak. Sesungguhnya aku melihat api.” (Q.S. al-Qaṣaṣ: 29)
Nabi Musa diceritakan Allah melihat api dan mengabarkan memakai harf ta’kid (penguat) inna.
Bagi yang pernah belajar ilmu balagah, pasti tahu bahwa harf ini dipakai untuk mengabarkan sesuatu kepada orang yang mutaraddid (ragu). Artinya, Nabi Musa mencapai level yakin tentang keberadaan api tersebut, tetapi istrinya meragukannya. Artinya istrinya memang tidak melihat api tersebut.
Tambahan lagi, lafal yang dipakai untuk menggabarkan ucapan nabi Musa itu adalah lafal ānastu (آنَسْتُ) yang bermakna “al-ibṣār al-bayyin allażī lā syubhata fīhi” (melihat dengan sangat jelas tanpa ada kesamaran). Artinya Nabi Musa mencapai level yakin sekali bahwa memang di sana ada api.
Ibnu ‘Āsyūr berkata,
Artinya,
“Api itu tidak tampak kecuali bagi Nabi Musa saja. Keluarganya tidak bisa melihatnya. Sebab, api itu bukan api biasa. Tetapi ia adalah jenis nur alam malakut yang ditampakkan Allah kepada Nabi Musa sehingga tidak ada yang bisa melihatnya kecuali beliau.” (al-Taḥrīr wa al-tanwīr, juz 19 hlm 225)
Lanjutan ayat menunjukkan bahwa api yang dilihat oleh nabi Musa ternyata adalah Nur Allah yang bertajalli ditempat Nabi Musa pertama kali menerima wahyu dan diajak berbicara oleh Allah.
***
Ayat ini menunjukkan bahwa hamba saleh dan kekasih Allah itu terkadang bisa melihat dan mengetahui yang tidak diketahui orang lain.
Sebab beliau mendapatkan nur serta furqān dari Allah sehingga mendapatkan kemuliaan melihat yang tidak dilihat manusia.
Bukan hanya seorang nabi, di bawah nabi-pun terkadang diberi anugerah seperti ini.
Seperti kisah Abu Bakar yang bisa melihat keharusan melanjutkan misi tentara Usamah bin Zaid, sementara kebenaran ijtihad tersebut tidak bisa dilihat oleh Sahabat yang lain.
Juga seperti kemampuan Abu Bakar melihat keharusan memerangi orang-orang yang tidak mau membayar zakat, yang awalnya tidak bisa dilihat Sahabat lain, lalu belakangan bisa dilihat juga oleh Umar.
Juga seperti kemampuan Abu Bakar melihat jenis kelamin anaknya padahal masih dalam kandungan istrinya.
Juga seperti kisah Umar yang berpendapat istri nabi mestinya bercadar lalu dibenarkan oleh wahyu.
Juga seperti kemampuan Umar yang melihat pentingnya menghukum mati tawanan badar yang ternyata juga dibenarkan oleh wahyu.
Juga seperti kemampuan Umar yang melihat pentingnya mengumpulkan Al-Qur’an dalam satu mushaf yang awalnya belum bisa dilihat AbuBakar tapi kemudian bisa juga dilihat oleh beliau.
Juga seperti kemampuan Umar melihat tentaranya yang berjarak sangat jauh hanya dari mimbar khutbahnya.
Juga seperti kemampuan Umar yang firasatnya selalu jitu dan setiap menduga sesuatu mesti sesuai dengan dugaannya.
Juga seperti kisah Usman yang sanggup melihat tanda zina pada mata seorang lelaki.
Ringkasnya, Al-Qur’an mengajarkan kepada kita secara implisit bahwa ada sebagian hamba Allah yang diistimewakan Allah bisa melihat yang tidak bisa dilihat oleh hamba Allah yang lainnya. Jika hamba tersebut adalah kekasih-Nya, maka keistimewaan ini adalah jenis mukjizat atau karamah.
23 Zulkaidah 1444 H/ 12 Juni 2023 pukul 19.27