Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin) – Dosen Universitas Brawijaya
Imam Ahmad itu benar-benar anti pemberian orang.
Jangankan pemberian orang yang hartanya haram atau “sekedar” mengandung syubhat.
Pemberian harta yang jelas-jelas halal sekalipun beliau masih menolaknya! Bukan hanya hadiah dan pemberikan penguasa/khalifah saja yang ditolak. Hadiah dan pemberian dari seorang ahli hadis seperti Abdur Razzāq sekalipun juga ditolak dengan halus oleh beliau!
Sikap beliau seperti ini bukan karena hukum menerima pemberian itu haram. Bukan.
Secara fikih, yang dinamakan hadiah, hibah, ṣilah dan semisalnya itu boleh dan halal di makan. Rasulullah ﷺ sendiri juga menerima hadiah. Beberapa mujtahid mutlak yang saleh semisal Imam al-Syāfi‘ī dan Imam Malik juga dikenal menerima hadiah, baik dari penguasa maupun selain penguasa.
Akan tetapi Imam Ahmad ini memang beda sendiri.
Beliau tegas menolak pemberian siapapun dan hanya mau menerima uang dari hasil kerja tangan beliau sendiri atau hasil bisnis yang tidak terkait dengan aktivitas dakwah/mengajar din!
Sikap semacam ini alas fikirnya adalah semata-mata karena ingin maksimal melaksanakan sifat iffah (العفة). Yakni sifat menjaga kehormatan, tidak menghinakan diri di hadapan orang, dan tidak bersedia menjadikan tangan di bawah. Sebab Rasulullah ﷺ mengajarkan tangan di atas lebih mulia dan lebih baik daripada tangan di bawah.
Lagipula menerima hadiah atau pemberian itu hukumnya tidak wajib. Jadi, boleh saja seseorang menolak pemberian apapun, entah dalam kapasitas hadiah, sedekah, ṣilah, hibah, dll. Apalagi di zaman banyak berseliweran harta haram atau syubhat. Menolak pemberian dalam kondisi semacam itu benar-benar menaikkan harga diri orang beriman dan kemuliaan secara drastis. Layak menjadi teladan dalam hak sifat warak (الورع) sepanjang masa.
Kisah-kisah Imam Ahmad menolak pemberian itu banyak sekali. Jika mau –atas izin Allah- saya bisa menulis belasan atau bahkan puluhan untuk sekedar menampilkan kisah-kisah beliau jenis ini. Hanya saja, dalam catatan ini saya akan mengisahkan satu kisah saja sekedar memberi gambaran bagaimana sikap hidup imam Ahmad saat menolak pemberian.
***
Seorang lelaki mengetahui imam Ahmad dan keluarganya berada dalam kemiskinan dan punya utang. Beliau pun berinisiatif membantu dan mengirim surat pengantar yang maknanya kira-kira seperti ini,
“Wahai Abu Abdillah (Abu Abdillah adalah kuniah/panggilan kehormatan Imam Ahmad). Saya mendengar engkau berada dalam kesempitan hidup dan menanggung utang. Ini saya mengirimkan uang sebesar 4000 dirham yang saya titipkan kepada pengantar surat ini, agar engkau bisa membayar utangmu dan mensejahterakan keluargamu. Sungguh, uang ini bukan uang sedekah dan juga bukan uang zakat. Uang ini adalah warisan dari ayahku (yang jelas kehalalannya).”
Begitu surat itu diterima Imam Ahmad, maka beliau menyembunyikannya di bawah tikar butut yang selama ini beliau duduki. Tak sengaja putranya yang bernama Ṣālih (صالح) menemukannya.
Surat itu dibaca oleh sang putra kemudian ditanyakan kepada ayahnya. Begitu imam Ahmad mengerti bahwa putranya tahu surat tersebut, maka memerahlah wajahnya kemudian beliau segera memerintahkan untuk membalas surat itu dengan bunyi sebagai berikut,
Artinya,
“Surat Anda sudah sampai kepada saya dan kami baik-baik saja. Adapun masalah utang, maka orang yang mengutangi kami tidak sampai menteror kami dalam menagih. Adapun keluarga kami, maka mereka berada dalam nikmat Allah, walhamdu lillah.”
Artinya, imam Ahmad menolak mentah-mentah pemberian uang 4000 dirham itu!
Padahal uang segitu, di zaman sekarang tahun 2023/1444 H bisa setara dengan 1,2-1,5 milyar!
Bayangkan jika kita yang mendapatkan uang gratis halal sebanyak itu sementara kita dalam kondisi miskin. Kira-kira sudah ada berapa banyak rencana dalam kepala kita untuk menggunakan atau menginvestasikan uang tersebut dalam sekian tahun ke depan?
Tapi Imam Ahmad beda.
Sikap hidup beliau yang selalu konsisten di lakukan sampai akhir hayat adalah menolak segala jenis pemberian.
Agar hidupnya selalu terhormat.
Miskin, tapi orang yang tak tahu menyangka berkecukupan karena saking kuatnya menjaga kehormatan.
Tidak pernah menengadahkan tangan untuk menerima, apalagi meminta.
CATATAN
Sejak zaman dulu banyak ulama yang menerima pemberian asalkan dipastikan halal. Misalnya Imam Malik atau Imam al-Syāfi‘ī. Tapi Imam Ahmad ini beda. Beliau memilih bersikap ketat dalam hidupnya sehingga menolak secara total segala bentuk pemberian.
Di zaman sekarang jika ada ustaz, dai, syaikh, dan ulama yang menerima hadiah atau pemberian, maka jangan dicela. Diopinikan kurang zuhud apalagi dicibir dan dihina. Selama pemberiannya halal, maka tidak ada celaan sama sekali.
Tapi bisa jadi memang ada jenis ulama di zaman sekarang yang sikap hidupnya meniru Imam Ahmad sehingga menolak secara total semua jenis pemberian dari siapapun. Atau menolak sebagian besar pemberian. Atau menolak pemberian yang terindikasi haram atau minimal syubhat.
Semuanya baik dan Allah-lah yang paling tahu siapa yang paling mulia di sisi-Nya.
Semoga Allah merahmati mereka semua.
اللهم اجعلنا من محبي العلماء الصالحين
7 Zulhijah 1444 H/ 25 Juni 2023 pukul 19.12