Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin) – Dosen Universitas Brawijaya
Diriwayatkan Rasulullah ﷺ tidak pernah mau mempoligami Khadijah karena kedudukan Khadijah begitu besar dan berarti di hati Rasulullah ﷺ. Ibnu Katsīr berkata,
Artinya
“Beliau (Rasulullah ﷺ) selama Khadijah hidup tidak pernah menikah lagi dengan wanita lain karena keagungan Khadijah dan besarnya kedudukan Khadijah di sisi beliau.” (al-Fuṣūl, hlm 243)
Hal ini bermakna, kehebatan seorang wanita menjalankan peran sebagai istri dan ibu, juga keluarbiasaan kualitas din istri secara alami akan menciptakan kedudukan khusus di hati suaminya.
Walaupun sebenarnya mampu berpoligami, tapi suami merasa tidak tega dan tidak ingin membuat istrinya menjadi bersedih.
Sang suami mungkin melihat keutamaan istri terlalu banyak, jasanya terlalu besar, dan pengorbanannya seakan sudah tidak bisa dihitung. Istri juga mungkin selama ini tidak pernah membuatnya kecewa atau marah. Ketaatan istri hampir sempurna, khidmatnya luar biasa, seluruh kebutuhannya dan semua yang ia perlukan sudah tercukupi tanpa kurang suatu apa. Lalu apa lagi yang dicari?
Jadi, secara alami dia tidak sanggup untuk menikah lagi. Bukan karena tidak mampu, tapi karena tidak tega, bentuk penghargaan dan bentuk balas budi untuk jasa istrinya yang luar biasa.
***
Tetapi, riwayat ini sekaligus secara implisit memberi makna bahwa jika seorang istri dipoligami suami, berarti memang kedudukan istrinya tidak sebesar kedudukan Khadijah di hati Rasulullah ﷺ.
Artinya kualitas din dan amalnya memang tidak sebesar dan sehebat Khadijah kepada Rasulullah ﷺ.
Mungkin kualitas din istri sudah bagus, tapi ya tidak hebat-hebat amat.
Sekaligus juga menunjukkan bahwa suaminya memang sama sekali tidak selevel dengan Rasulullah ﷺ.
***
Jika memang seorang istri diuji dengan poligami, maka tidak perlu terlalu sakit hati.
Justru itu kesempatan untuk rendah hati.
“Iya, aku memang tidak sehebat Khadijah. Jadi sudah pantas jika diperlakukan tidak seperti Rasulullah ﷺ memperlakukan Khadijah.”
“Suamiku juga tidak selevel Rasulullah ﷺ, jadi apa pantas aku menuntut suamiku seperti Rasulullah ﷺ kepada Khadijah?”
***
Jadi, daripada meratapi nasib dan menyesali suami, lebih baik berbenah diri.
Memperbaiki kualitas din agar menyusul wanita-wanita ahli surga.
Memperbaiki cara mempergauli suami lebih hebat lagi.
Targetnya bukan agar kedudukan diri lebih besar di hati suami, bukan itu targetnya karena justru itu tanda beramal untuk manusia.
Tapi fokus beramal karena Allah, melaksanakan semua kewajiban sebaik-baiknya, lalu ditambah semua hal sunah.
Sisanya biar Allah yang memutuskan.
Karena Dia Yang Maha Tahu keputusan terbaik untuk kita masing-masing.
***
Bisa jadi setelah itu pernikahan baru suami dibuat gagal oleh Allah.
Bisa jadi pernikahan baru itu malah menambah kebaikan dalam din dan dunia rumah tangga tersebut.
Bahkan bisa jadi perceraian setelah itu adalah jalan yang paling bertakwa.
9 Muharram 1445 H/ 27 Juli 2023 pukul 08.36