Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin) – Dosen Universitas Brawijaya
Di antara argumentasi orang yang belum mendapatkan petunjuk adalah mengatakan bahwa Tuhan itu tidak ada dengan alasan kejahatan masih ada.
Katanya:
“Andai Tuhan ada dan Maha Kuasa, mestinya semua kejahatan dihilangkan.”
“Karena kejahatan masih ada, berarti Tuhan tidak ada, dan kalaupun ada berarti dia bukan Tuhan yang baik.”
***
Nalar seperti itu keliru.
Karena bermakna tidak berusaha mengenal Tuhan apa adanya, tetapi menginginkan Tuhan seperti yang dihasratkannya.
Andai saja paku bisa berbicara, merasa dan berpikir tapi buta, lalu memakai nalar seperti itu, maka dia juga akan mengingkari keberadaan manusia yang menciptakannya.
Alasannya, dia merasa selalu menderita dan dijahati oleh palu. Andai manusia ada, pasti dia tidak akan membiarkan palu terus menganiayanya dan memukuli kepalanya.
***
Seseorang tersesat di padang pasir.
Tiba-tiba dia melihat ada sebuah rumah megah, indah, bercat putih, ada kolam ikannya, pagar besi rapi, tiang-tiang kokoh berukir motif naga.
Logiskah jika dia berpikir bahwa rumah itu ada SECARA KEBETULAN akibat hembusan angin sahara, tumpukan pasir-pasir secara tidak sengaja, dan pengaruh gempa yang datang kadang kala dalam proses milyaran tahun?
Tidak ada akal waras yang bisa menerima itu.
Sekarang lihatlah indahnya bumi. Planet bulat dengan segala isinya yang juga indah-indah: gunungnya, lautnya, pohonnya, burung meraknya, pelanginya. Apa ya tidak aneh, dari galaksi seluas bima sakti ini tempat paling ideal, paling indah, paling menunjang kehidupan dan paling warna-warni hanya di bumi saja?
Kalau benar semua terjadi secara kebetulan melalui proses evolusi milyaran tahun, harusnya ada jutaan bahkan milyaran planet seperti bumi yang ada manusia, hewan dan tumbuhannya juga dong. Wong umur “evolusinya” juga sama atau tidak jauh beda dengan bumi.
Lihatlah indahnya bulan dan bintang-bintang di langit malam yang tersusun rapi.
Lihatlah indahnya langit di kala malam.
Mungkinkah itu semua terjadi secara kebetulan?
Tidak mungkin.
Pencipta itu ada. Dia bernama Allah.
***
Lalu untuk mengenal Tuhan, maka jalannya harus lewat wahyu.
Agar mengenal sifat-Nya apa adanya.
Bukan semata-mata dengan akal dan hawa nafsu agar sesuai dengan selera dan keinginan kita.
Allah membiarkan kejahatan dan penderitaan itu justru menunjukkan kekuasaan-Nya yang bersifat mutlak.
Bahwa Dia bisa melakukan apapun yang dikehendaki-Nya tanpa bisa dikontrol dan diatur oleh siapapun.
Justru sesekali ada bencana, penderitaan dan kejahatan mestinya membuat kita takut, bahwa Allah bisa menghukum kita lebih keras dari yang kita lihat atau kita rasakan jika keliru menjalani hidup.
Tetapi porsi kebaikan Allah dibandingkan dengan sesekali ujian dari-Nya jauh lebih banyak kebaikan-Nya.
Jadi sifat Allah itu menghimpun antara sifat rahmat, sabar, maha memberi, banyak mengkaruniani sekaligus jabbār, muntaqim, qadīr, dan syadīdul iqāb.
***
Lagipula bencana dan penderitaan yang sesekali diberikan Allah kepada makhluk, justru menjadi pengingat bahwa mereka lemah, tidak punya kuasa, dan tidak bisa mengontrol alam semesta. Jadi, mereka diingatkan bahwa status mereka adalah makhluk yang diatur dan dipaksa, bahwa ada Yang Lebih Berkuasa daripada dirinya, sehingga dengan begitu bisa menjadi stimulus untuk mencari Tuhannya dan menemukan-Nya.
***
Lagi pula manusia itu hidup diuji.
Karena diuji maka mereka diberi pilihan untuk melakukan hal baik atau buruk, dan mereka dihisab atas hal tersebut.
Jika Allah mengintervensi dan mencegah secara paksa setiap perbuatan jahat, maka tidak ada lagi maknanya ujian.
Seorang guru dikatakan menguji jika dia tidak mengintervensi murid saat menjawab soal, entah jawabannya salah ataukah benar.
9 Muharram 1445 H/ 27 Juli 2023 pukul 20.21