Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin) – Dosen Universitas Brawijaya
Kehebatan Hajar yang lain adalah kepandaiannya untuk mengajari Nabi Ismail supaya menjadi pribadi yang sangat menghormati ayahnya dan sangat berbakti kepadanya.
Bukti yang menunjukkan bakti dan hormat Nabi Ismail yang luar biasa kepada ayahnya adalah saat diperintahkan untuk mencerai istrinya yang berakhlak buruk. Maka seketika itu juga langsung istrinya diceraikan.
Tanpa drama cinta, tanpa drama “habis manis sepah dibuang”, dan semua dongeng cinta picisan seperti yang digambarkan di Barat yang tidak kenal Allah.
Ini menunjukkan Hājar telah berhasil menanamkan ajaran birrul walidain secara sempurna kepada putranya. Hājar berhasil mendidik putranya untuk hormat pada ayahnya, memuliakan dan taat karena tidak mungkin seorang nabi memerintahkan maksiat.
Padahal, jika menuruti setan dan hawa nafsu, bisa saja Hājar menonjolkan sisi-sisi sakit hatinya sebagai manusia. Misalnya mengatakan,
“Ayahmu itu orang yang tidak tegas. Masa menikah dengan aku, lalu hanya karena bisikan istrinya aku sampai harus terdampar ke negeri tandus bersamamu di sini?”
“Ayahmu itu ayah yang tidak bertanggung jawab. Masa aku ditinggal di sini bersamamu tanpa nafkah? Aku harus berjuang sendiri cari makan dan menghidupimu!”
“Ayahmu itu tega. Masa kita ditinggal sendiri di sini? Tidak dipasrahkan pada orang yang bisa membantu lagi. Kita kan di padang pasir. Bisa jadi singa datang sewaktu-waktu lalu menerkam kita. Bisa saja kita mati kelaparan dan kehausan kalau tidak mendapatkan pertolongan Allah”
“Ayahmu itu lelaki yang tidak adil. Aku kan istri keduanya. Dipoligami. Kok ya tega-teganya aku tidak diberi hak hari. Bersenang-senang terus dengan istri pertamanya sementara kita disini ditinggalkan sendiri menderita dan cari hidup sendiri.”
Dan lain-lain.
Yakni, berbagai keluhan dan ucapan memojokkan khas wanita zaman sekarang yang jahil ilmu din dan mengedapankan hawa nafsu.
Bisa diprediksi, andai sisi-sisi sakit hati sang ibu yang ditonjolkan dan diajarkan kepada seorang anak, maka anak akan tumbuh dengan membawa kebencian terhadap ayahnya.
Tapi Hājar tidak. Sikap hormat dan bakti Nabi Ismail kepada Nabi Ibrahim yang luar biasa menunjukkan Hājar mengenalkan ayahnya dengan sangat baik dan selalu mengucapkan kata yang baik-baik saja. Malahan peristiwa ke Mekah sudah pasti diajarkan dalam konteks bahwa itu perintah Allah sehingga mereka harus punya sifat sabar dan tangguh menerima takdir Allah itu, sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.
***
Tidak ada ayah biasa yang sempurna di dunia.
Tapi ibu yang baik pasti tetap mengajarkan supaya anak bisa hormat dan berbakti kepada ayahnya.
Walaupun sang ibu merasa disakiti luar biasa oleh suami atau mantan suaminya.
Sebab kewajiban anak adalah birrul walidain.
Amal orang tua adalah tanggungjawab masing-masing kepada Allah di akhirat nanti.
Tidak boleh anak diseret pada masalah orang tua, lalu diajari benci dan durhaka kepada ayahnya sendiri.
22 Muharram 1445 H/ 9 Agustus 2023 pukul 18.19