Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin) – Dosen Universitas Brawijaya
Tidak ada hadis sahih atau hasan sekalipun yang mengajarkan konsepsi Nur Muhammad. Semua riwayat yang disangka hadis Nabi ﷺ setelah diteliti ternyata semuanya adalah hadis batil, palsu dan yang terbaik sekalipun statusnya adalah daif. Sudah disepakati ulama, bahwa haram hukumnya mengkonstruksi akidah memakai hadis daif, apalagi hadis palsu.
Selain hadis Jābir tentang Allah membagi Nur Muhammad menjadi 4 bagian yang telah kita buktikan kepalsuannya dalam seri 1, riwayat lain yang sering dijadikan dasar untuk membuktikan adanya ajaran Nur Muhammad dalam hadis Nabi ﷺ adalah kisah Nabi Adam melihat nama Nabi Muhammad pada kaki ‘Arsy.
Riwayatnya begini,
Artinya,
“Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Ketika Adam berbuat dosa dia berkata, ‘Wahai Tuhanku aku memohon kepadaMu demi hak Muhammad agar Engkau mengampuni aku’. Allah berfirman, ‘Hai Adam, bagaimana engkau mengetahui Muhammad padahal aku belum menciptakannya?’ Adam berkata, ‘Wahai Tuhanku, karena Engkau ketika menciptakanku dengan tanganMu dan Engkau tiupkan padaku dari ruhMu, maka aku mengangkat kepalaku kemudian aku melihat pada kaki-kaki Arsy tertulis ‘Lā ilāha illallāh muhammadun rasūlullāh’. Maka akupun tahu bahwa tidaklah Engkau menggandengkan dengan namaMu kecuali makhlukMu yang paling Engkau cintai’. Maka Allah berfirman, ‘Engkau benar wahai Adam. Dia adalah makhluk yang paling aku cintai. Berdoalah kepadaku dengan haknya, aku telah mengampuni dosamu. Kalaulah bukan karena Muhammad, maka aku tidak akan menciptakanmu” (al-Mustadrak, juz 2 hlm 672)
Tampak dalam riwayat di atas, diinformasikan bahwa Nabi Adam itu diciptakan karena Nabi Muhammad. Andai bukan karena Nabi Muhammad, niscaya Allah tidak akan menciptakan Nabi Adam.
Sebenarnya riwayat ini tidak lugas menyebut Nur Muhammad dan juga tidak lugas menyebut bahwa Nur Muhammad adalah makhluk pertama yang diciptakan Allah. Hanya saja karena kandungan maknanya memberi pengertian bahwa Nabi Muhammad menjadi alasan diciptakannya Nabi Adam, maka ini dianggap pembenar ajaran Nur Muhammad, karena Nur Muhammad memang diyakini menjadi sebab diciptakannya seluruh eksistensi.
***
Riwayat di atas disahihkan al-Ḥākim dalam al-Mustadrak. Lalu al-Subkī nampaknya bertaklid dengan penilaian ini dalam kitab beliau yang bernama Syifā’ al-Siqām.
Riwayat ini cukup kuat dalam memberikan fitnah kepada orang-orang yang mempercayai ajaran Nur Muhammad. Sebab lahirnya sudah terlihat ada dua ulama besar yang mensahihkannya.
Hanya saja, penilaan tersebut adalah penilaian yang keliru.
Yang benar riwayat tersebut justru termasuk HADIS PALSU/maudū’!
Kata al-Żahabī saat mengomentari penilaian al-Ḥākim itu,
“Bal mauḍū’!”, yang bermakna, “ Bahkan (penilaian yang benar) riwayat tersebut adalah hadis palsu!”
Dalam Mīzān al-I’tidāl beliau menyebut tersebut sebagai khabar batil,
Artinya,
“Riwayat batil yang di dalamnya ada (informasi), ‘Wahai Adam, seandainya bukan karena Muhammad maka aku tidak akan menciptakanmu’.” (Mīzān al-I’tidāl, juz 2 hlm 504)
***
Mengapa riwayat al-Ḥākim di atas dihukumi hadis palsu?
Alasannya adalah karena di dalamnya ada perawi pemalsu hadis bernama Abdurrahman bin Zaid bin Aslam. Al-Syāfi‘ī tidak menerima perawi ini karena dia meriwayatkan hadis palsu yang isinya mengabarkan bahwa kapal Nabi Nuh itu bertawaf mengelilingi Kakbah sebanyak 7 kali dan salat dua rakaat di belakang maqām Ibrāhīm! Ibnu Abī Ḥātim meriwayatkan,
Artinya,
“al-Syāfi‘ī ditanya tentang Abdurrahman bin Zaid bin Aslam maka beliau melemahkannya. Beliau berkata, ‘Seorang lelaki mendatanginya lalu bertanya kepadanya, ‘Apakah ayahmu meriwayatkan hadis kepadamu bahwa kapal Nuh bertawaf 7 kali mengelilingi Kakbah dan salat dua rakaat di belakang maqām Ibrāhīm?’ dia menjawab, ‘Ya’.” (Ādābu al-Syāfi‘ī wa Manāqibuhū hlm 175)
Bahkan al-Ḥākim sendiri menegaskan perawi ini meriwayatkan hadis-hadis palsu dari ayahnya! Al-Ḥākim berkata,
Artinya,
“Abdurrahman bin Zaid bin Aslam meriwayatkan hadis-hadis palsu dari ayahnya.” (al-Madkhal hlm 154)
Selain itu dalam sanadnya juga ada perawi yang bernama Abdullah bin Muslim al-Fihri. Al-Żahabī dalam Mīzān al-I’tidāl tidak memustahilkan bahwa orang ini adalah Abdullah bin Muslim bin Rasyīd yang tertuduh suka memalsukan hadis. Kata Ibnu Ḥibbān sejumlah ulama mengabarkan bahwa perawi tersebut terbukti pernah membuat hadis palsu yang diatas namakan Laits, Mālik dan Ibnu Lahī’ah.
***
Oleh karena itu, penilaian yang benar dan lebih teliti adalah penilaian al-Żahabī. Yakni menilai status hadis tersebut adalah hadis palsu, bukan hadis sahih.
Bukti terbesarnya adalah al-Ḥākim sendiri yang mensahihkannya ternyata terbukti mencela salah satu perawinya.
Yang seperti ini tentu menimbulkan keheranan.
Jika al-Ḥākim tahu salah satu perawinya bermasalah, bagaimana mungkin beliau malah mensahihkannya?
Nah, keheranan ini pulalah yang dirasakan oleh Ibnu Ḥajar al-‘Asqalānī. Akhirnya dengan penilaian yang inṣāf dan adil beliau katakan terus terang bahwa ini adalah contoh gaflah (kelalaian) dan tasāhul (sikap menggampangkan) al-Ḥākim. Ibnu Ḥajar al-‘Asqalānī berkata,
Artinya,
“Ini adalah di antara (contoh) kejanggalan-kejanggalan yang dilakukan beliau (al-Ḥākim), yakni sikap tasāhul (menggampangkan) dan gaflah/kelalaian.” (al-Nukat, juz 1 hlm 319)
***
Atas dasar ini bisa disimpulkan bahwa riwayat nabi Adam melihat tulisan nama Muhammad pada kaki Arsy adalah HADIS PALSU yang tidak bisa dijadikan dasar untuk mengkonstruksi akidah Nur Muhammad. .
Masih adakah riwayat lain yang dijadikan dasar kepercayaan Nur Muhammad?
Masih banyak. Nantikan dalam serial selanjutnya.
21 Januari 2024/ 10 Rajab 1445 H pukul 19.55