Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin) – Dosen Universitas Brawijaya
Kegembiraan yang disebut dalam Al-Qur’an itu ada dua macam:
Pertama: Faraḥul Baṭar (فَرَحُ الْبَطَرِ)
Kedua: Farahus Syukri (فَرَحُ الشُّكْرِ)
Seorang mukmin tidak terlarang bergembira.
Yang terlarang adalah bergembira yang keterlaluan seakan-akan sudah memastikan dirinya diridai Allah dan pasti masuk surga, sehingga gaya hidupnya seolah merasa dirinya istimewa, lebih unggul dari hamba Allah yang lain, membanggakan apa yang dimilikinya, memamerkan pencapaiannya, lalu larut menikmati dunianya, hingga mencintainya berlebihan, lalu melemahkan amal salehnya, lalu semakin membuatnya tamak terhadap dunia lebih banyak, seraya meremehkan nikmat-nikmat sebelumnya yang dianggapnya kecil, sehingga terseret sadar atau tidak sadar menuju perbuatan yang tidak termasuk jalan yang lurus.
Ini adalah kegembiraan orang-orang seperti Qārūn yang diceritakan Allah dalam Surah al-Qaṣas. Kegembiraan seperti inilah yang menjadi ciri orang-orang celaka seperti yang diceritakan Allah dalam Surah al-Insyiqāq.
Adapun jika kegembiraannya wajar, tidak berlebihan, tidak keterlaluan, kegembiraan yang semakin membuat cinta Allah, kegembiraan yang semakin membuat waspada akan amanah nikmat tersebut, semakin mensyukuri nikmat-nikmat kecil, semakin menguatkan semangat amal salehnya, semakin rendah hati, semakin merasa diri hina karena tahu amalnya sangat sedikit tapi diberi nikmat Allah semakin banyak, malu untuk membanggakan dunianya, merasa nista jika memamerkan dunianya, dan sekuat tenaga berpikir berterima kasih kepada Allah setelah itu dengan memperhebat ketaatan, maka inilah kegembiraan yang Haqq, kegembiraan yang benar dan kegembiraan yang dicontohkan hamba-hamba saleh.
Seperti kegembiraan Nabi Ibrahim dan keluarganya saat diberi kabar gembira akan dianugerahi putra yang saleh.
27 Agustus 2024 / 22 Safar 1446 pada 07.12