Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin) – Dosen Universitas Brawijaya
Orang yang mengemban dan menyebarkan ide Nur Muhammad adalah orang-orang yang mengklaim dirinya sufi. Tidak pernah ide ini muncul dari orang yang tidak dikenal bergelut dengan tasawuf.
Malahan, sufi yang membicarakan ide Nur Muhammad ini merasa sebagai sufi tingkat tinggi, membawa ilmu sejati, ma’rifat “tingkat dewa” atau istilah-istilah bernada kebanggaan semisal.
Jika dalam tulisan-tulisan sebelumnya saya telah menegaskan bahwa ide Nur Muhammad adalah akidah batil, kalau begitu apakah hal ini sekaligus bermakna bahwa sufi dan tasawuf adalah kelompok dan paham sesat?
Jawabannya adalah TIDAK!
***
Ilmu tasawuf itu ilmu haqq.
Ilmu mulia.
Bahkan substansi penting dari seluruh dakwah para Nabi ﷺ.
Yakni saat tasawuf didefinisikan sebagai ilmu penyucian jiwa dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah. Ilmu supaya seorang hamba serius dan sungguh-sungguh berkonsentrasi menuju kepada-Nya.
Yakni belajar bagaimana cara menghilangkan riya’, sum’ah, ujub, dengki, sombong, suuzan dan semua penyakit hati lainnya. Lalu belajar akhlak mulia semisal ikhlas, tawakal, takut kepada Allah, rendah hati, merasa diawasi Allah, mengontrol hawa nafsu, shabr, qana’ah dan lain sebagainya. Kemudian belajar ilmu zikir, mengingat Allah, tekun beribadah, dan lain-lain. Semuanya dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah, memburu rida-Nya, dan berharap menjadi kekasih-Nya.
Tasawuf dengan definisi semacam inilah yang bahkan bisa diterima oleh ulama Muhammadiyah di negeri kita, yakni HAMKA hingga beliau menulis buku berjudul “Tasawuf Modern”.
***
Nah tasawuf haqq semacam ini hanya mungkin jika dikontrol oleh FIKIH.
Dengan kata lain, tasawuf Haqq adalah jika berbasis fikih. “Falā taṣawwufa illā bifiqhin” kata Ahmad Zarrūq dalam kaidah ke-4 kitabnya: Qawā’id al-Taṣawwuf”
Pembimbingnya harus ahli fikih dan menguasai fikih mu’tabar.
Sebab ilmu fikih itu sangat efektif menyaring antara al-haqq dan al-bathil. Sangat efektif menyaring mana bid’ah dan mana sunah. Karena itu paham sesat selalu menyerang ahli fikih supaya mereka tidak terhalangi lagi menyebarkan kesesatannya.
Wajar jika al-Syāfi‘ī menegaskan bahwa ilmu fikih itu setingkat langsung di bawah kenabian!
***
Adapun akidah Nur Muhammad ini, maka jenis tasawufnya adalah TASAWUF FALSAFI.
Tasawuf yang dikawinkan dengan filsafat.
Awalnya dipopulerkan al-Ḥallāj, lalu ditempa Ibnu ‘Arabī, lalu selanjutnya melahirkan sosok-sosok semisal Jalāluddin al-Rūmi, Siti Jenar, hingga Ronggowarsito.
Jadi, biang kerok paham Nur Muhammad adalah sufi falsafi. Bukan sufi secara mutlak. Dari paham Nur Muhammad ini maka muncul paham-paham nyeleneh semisal alam semesta itu qadim, ḥulūliyyah, wahdatul wujud dan semua paham kufur lainnya.
***
Saya tidak anti filsafat.
Filsafat untuk sains, oke.
Filsafat untuk menghabisi syubhat, oke.
Tapi filsafat untuk tasawuf, big no.
Sebab filsafat itu tumpuannya akal, bukan wahyu.
Bukan tool yang tepat untuk memahami persoalan ilāhiyyāt dan hal gaib.
Sering menjebak orang dalam khayalan, sementara dia merasa dalam kebenaran.
Mengenal Allah, jalan menuju kepada-Nya, dan semua hal gaib itu harus dari wahyu. Fungsi akal hanya memahami wahyu apa adanya, bukan mengonstruksi pemikiran.
***
Jadi, mari bertasawuf.
Tapi yang dikontrol fikih.
Seperti tasawufnya al-Junaid, Fudail bin ‘Iyād, al-Gazzālī, al-Syāżilī, Ahmad Zarrūq al-Fāsī dan semisalnya.
Bukan tasawufnya al-Ḥallāj, Ibnu ‘Arabī, Abdul Ganī al-Nābulusī, Abdul Karim al-Jīlī, Jalāluddīn al-Rūmi, Ibnu Sab’īn, Syamsuddin Sumatrani, Hamzah Fansuri, Siti Jenar, Ronggowarsito dan semisal dengan mereka.
05 September 2024 / 1 Rabiul Awal 1446 pada 08.26