Oleh: Ust. Muafa
Assalamualaikum pak. Saya terkadang tidak faham dengan orang yang jidatnya itu tanda hitam bulat dan katanya semakin banyak bulatnya semakin baik,apakah orang tersebut bisa dikatakan orang muslim yang sholatnya sangat rajin atau bisa dikatakan ahli ibadah ? Terimakasih.
Shouqi Aji, mahasiswa fakultas kedokteran, universitas brawijaya, ilmu gizi 2016, Nim: 165070301111044
Jawaban:
Wa’alaikumussalam Warohmatullah wabarokatuh.
Tanda hitam pada dahi seorang muslim sebagai akibat sujud, jika terjadi secara alami tanpa ditarget (misalnya karena dia memilki kulit sensitif, tidak memiliki alas salat yang halus dll) maka yang demikian itu tidak tercela.
Namun jika tanda hitam pada dahi itu sengaja ditarget, dengan maksud agar diketahui sebagai ahli ibadah yang banyak salat, maka ini termasuk riya’ (pamer) dan tergolong dosa besar.
Dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa ciri-ciri shahabt Nabi ﷺ yang dicintai Allah ada pada wajah mereka karena bekas sujud. Allah berfirman:
Kamu lihat mereka ruku´ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud.
Hanya saja, maksud bekas sujud ini bukan tanda hitam tetapi wajah memiliki nur/cahaya yang menunjukkan kekhusyu’an dan tawadhu.
Ibnu katsir mengatakan:
عن ابن عباس: { سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ } يعني: السمت الحسن.
وقال مجاهد وغير واحد: يعني: الخشوع والتواضع
“dari Ibnu Abbas “tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka” bermakna: Penampilan yang baik. Mujahid dan banyak ulama mengatakan: hal itu bermakna: Khusyu’ dan tawadhu’.
Dalam sejumlah atsar malah disebutkan bahwa para shahabat dan tabi’in tidak suka tanda hitam pada wajah ini karena mengurangi keindahan wajah.
عَنْ مَنْصُورٍ قَالَ: قُلْتُ لِمُجَاهِدٍ {سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ} [الفتح: 29] أَهُوَ أَثَرُ السُّجُودِ فِي وَجْهِ الْإِنْسَانِ؟ فَقَالَ: ” لَا إِنَّ أَحَدَهُمْ يَكُونُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ مِثْلُ رُكْبَةِ الْعَنْزِ وَهُوَ كَمَا شَاءَ اللهُ، يَعْنِي مِنَ الشَّرِّ، لَكِنَّهُ الْخُشُوعُ ”
Dari Manshur beliau berkata, aku bertanya pada Mujahid: “Apakah itu bermakna bekas sujud pada wajah manusia?” Maka beliau menjawab: “Tidak. Sesungguhnya salah seorang di antara kalian di antara kedua matanya seperti lutut kambing, dan itu seperti yang dikehendaki Allah yakni dalam hal keburukan. Makna ayat tersebut adalah kekhusyu’an.”
عَنْ سَالِمٍ أَبِى النَّضْرِ قَالَ : جَاءَ رَجُلٌ إِلَى ابْنِ عُمَرَ فَسَلَّمَ عَلَيْهِ قَالَ : مَنْ أَنْتَ؟ قَالَ : أَنَا حَاضِنُكَ فُلاَنٌ. وَرَأَى بَيْنَ عَيْنَيْهِ سَجْدَةً سَوْدَاءَ فَقَالَ : مَا هَذَا الأَثَرُ بَيْنَ عَيْنَيْكَ؟ فَقَدْ صَحِبْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَأَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُمْ فَهَلْ تَرَى هَا هُنَا مِنْ شَىْءٍ؟
السنن الكبرى للبيهقي وفي ذيله الجوهر النقي (2/ 286)
عَنِ ابْنِ عُمَرَ : أَنَّهُ رَأَى أَثَرًا فَقَالَ : يَا عَبْدَ اللَّهِ إِنَّ صُورَةَ الرَّجُلِ وَجْهُهُ ، فَلاَ تَشِنْ صُورَتَكَ.
Dari Salim Abu An-Nadhr beliau berkata: “Seorang lelaki datang datang kepada Ibnu Umar kemudian memberi salam kepadanya lalu bertanya: ‘Siapa kamu?’ Dia menjawab: ‘Aku adalah pengasumu fulan.’ Dan dia melihat di antara dua matanya ada tanda sujud yang berwarna hitam. Ibnu Umar bertanya: ‘Apa ini bekas yang terletak di antara kedua matamu? Sungguh aku telah menjadi sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan juga Abu Bakar, Umar, dan Utsman radhiyallahu ‘anhu. Apakah kau melihat di sini ada tanda sesuatu?'”
Dari Ibnu Umar bahwasanya beliau melihat satu bekas pada wajah, maka beliau berkata: ” Wahai Abdullah sesungguhnya rupa seorang lelaki adalah wajahnya, maka jangan kau perburuk rupamu.”
عَنْ أَبِى عَوْنٍ قَالَ : رَأَى أَبُو الدَّرْدَاءِ امْرَأَةً بِوَجْهِهَا أَثَرٌ مِثْلُ ثَفِنَةِ الْعَنْزِ ، فَقَالَ : لَوْ لَمْ يَكُنْ هَذَا بِوَجْهِكِ كَانَ خَيْرًا لَكِ
Dari Abu ‘Aun beliau berkata: “Abu Ad-Darda’ melihat seorang wanita pada wajahnya ada bekas seperti tsafinah* kambing. Maka beliau berkata: ‘Seandainya ini tidak ada dalam wajahmu, maka itu lebih baik bagimu.'”
*) Tsafinah: Bagian lutut hewan yang terkena tanah pada saat mendekam
عَنْ حُمَيْدٍ هُوَ ابْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ قَالَ : كُنَّا عِنْدَ السَّائِبِ بْنِ يَزِيدَ إِذْ جَاءَهُ الزُّبَيْرُ بْنُ سُهَيْلِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ فَقَالَ : قَدْ أَفْسَدَ وَجْهَهُ ، وَاللَّهِ مَا هِىَ سِيمَاءُ ، وَاللَّهِ لَقَدْ صَلَّيْتُ عَلَى وَجْهِى مُذْ كَذَا وَكَذَا ، مَا أَثَّرَ السُّجُودُ فِى وَجْهِى شَيْئًا
Dari Humaid Ibnu Abdurrahman, beliau berkata: “Kami di sisi As-Sa’ib bin Yazid, tiba-tiba Az-Zubair bin Suhail bin Abdurrahman bin Auf mendatanginya kemudian berkata: ‘Sungguh dia telah merusak wajahnya. Demi Allah itu bukan sima’ yang dimaksud oleh Allah. Demi Allah, sungguh aku telah sholat di atas wajahku ini semenjak tahun sekian dan sekian tetapi sujud tidak memberikan bekas sedikit pun pada wajahku.'”
عَنِ الشَّعْبِيِّ ؛ أَنَّهُ كَرِهَ الأَثَرَ فِي الْوَجْهِ
Dari Sya’bi bahwasanya beliau tidak menyukai bekas pada wajah.
عَنْ حَبِيبِ بْنِ أَبِي ثَابِتٍ ، قَالَ : شَكَوْت إلَى مُجَاهِدٍ الأَثَرَ بَيْنَ عَيْنَيَّ ، فَقَالَ لِي : إذَا سَجَدْت فَتَجَافَ
Dari Habib bin Abi Tsabit beliau berkata: “Aku mengeluh kepada Mujahid bekas di antara dua mataku.” Maka beliau berkata: “Jika engkau bersujud, maka renggangkan lenganmu.”