Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin)
Assalamualaikum…ustadz,manakah pendapat yang lebih kuat,apakah hari ini masih ada ahli kitab ? Atau sudah tak ada? Apa saja konsekuensi hukum fiqih yang kemudian akan berkenaan dengan istilah ahlul kitab ini selain hukum memakan sembelihan mereka & hukum menikahi wanita mereka? Terima kasih penjelasannya ustadz (Fulan)
JAWABAN
Wa’alaikumussalam Warohmatullah.
Ahli kitab adalah orang yang beragama Yahudi atau Nasrani. Dalam kitab “Mu’jam Lughoh Fuqoha” disebutkan,
“Ahli kitab adalah orang-orang Yahudi dan Nasrani” (Mu’jam Lughoh Fuqoha, juz 1 hlm 113)
Dalam kitab “At-Ta’rifat Al-Fiqhiyyah” diperjelas lagi sebagai berikut,
“Ahli kitab adalah orang-orang Yahudi yang terkenal dengan nama Bani Israel dan Nasrani, serta selain mereka yang memiliki keyakinan agama samawi. Mereka memiliki kitab yang diturunkan dari langit seperti Suhuf Ibrahim, Taurat Musa, Zabur Daud dan Injil Isa Alaihissalam” (At-Ta’rifat Al-Fiqhiyyah)
Jadi, selama orang sah disebut Yahudi atau Nasrani, maka dia ahli kitab tanpa mempedulikan alirannya apa dan juga tidak memperhatikan rincian keyakinanya seperti apa. Selama dia beriman terhadap kitab yang pernah diturunkan Allah kepada mereka seperti Taurat, Injil, Zabur (meskipun kitab-kitab itu sudah tidak murni lagi) maka mereka ahli kitab.
Tidak bisa dikatakan bahwa ahli kitab itu adalah Yahudi dan Nasrani yang masih murni agamanya dan belum rusak. Tidak bisa dikatakan demikian. Ahli kitab di zaman Nabi ﷺ sudah rusak agama dan kitab sucinya bahkan disebut Nabi ﷺ terpecah menjadi 70 lebih golongan, tetapi dalam Al-Qur’an tetap disebut ahli kitab.
Oleh karena itu, sebenarnya mengherankan jika ada opini yang mengatakan ahli kitab itu adalah Yahudi dan Nasrani yang bertauhid. Saya belum tahu siapa ulama yang berpendapat seperti ini.
Dengan demikian, Yahudi dan Nasrani pada zaman sekarang tetap bisa disebut ahli kitab yang mana halal sembelihannya dan wanita-wanitanya juga halal dinikahi. Jika kaum muslimin memiliki kekuatan dan otoritas maka hukum-hukum ahludz dzimmah bisa kembali diterapkan. Wallahua’lam