Oleh; Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R Rozikin)
Istilah kalalah (الكلالة) akan sering disinggung saat berbicara wajhul istidlal terkait jatah warisan saudara/saudari dalam sistem waris Islam.
Terkait makna kalalah, ringkasnya ada 5 pendapat ulama tentang maknanya,
Pertama, ahli waris selain orang tua dan anak.
Kedua, mayit yang tidak meninggalkan orangtua dan anak
Ketiga, bisa salah satu dari dua makna (yakni ahli waris selain orang tua dan anak atau mayit yang tidak meninggalkan orangtua dan anak)
Keempat, kerabat ibu
Kelima, mayit yang tidak punya anak
Pendapat pertama, yakni pendapat yang mengatakan bahwa kalalah itu ahli waris selain orang tua dan anak adalah pendapat Ahmad. Diriwayatkan ini juga pendapat Abu Bakar Ash-Shiddiq. Argumentasi pendapat pertama ini adalah puisi Al-Farozdaq saat memuji Bani Umayyah,
وَرِثْتُمْ قَنَاةَ الْمَجْدِ لَا عَنْ كَلَالَةٍ … عَنِ ابْنَيْ مَنَافٍ عَبْدِ شَمْسٍ وَهَاشِمِ
التحرير والتنوير (4/ 264)
Artinya,
“Kalian mewarisi tongkat kemuliaan bukan dari kalalah, tetapi dari dua putra Manaf yakni Abdus Syams dan Hasyim” (At-Tahrir wa At-Tanwir, juz 4 hlm 264)
Kalalah dipahami sebagai ahli waris selain ahli waris utama (yakni orng tua dan anak) karena dipecah dari kata iklil (الاكليل) yang bermakna mahkota. Sifat mahkota adalah mengelilingi kepala. Jadi, ahli waris yang disebut kalalah itu diserupakan dengan mahkota karena mereka sifatnya “mengelilingi” mayit, seperti mahkota mengelilingi kepala.
Pendapat kedua, yakni pendapat yang mengatakan bahwa kalalah itu mayit yang tidak meninggalkan orangtua dan anak adalah pendapat Al-Laits. Ar-Ruyani mengatakan Asy-Syafi’i condong pada pendapat ini.
Pendapat ketiga, yakni pendapat yang menggabung pendapat pertama dan kedua, di antaranya dipegang oleh Az-Zuhri
Pendapat keempat, yakni pendapat yang mengatakan bahwa kalalah itu kerabat mendasarkan argumentasinya pada ucapan Al-Farozdaq yang disebutkan sebelumnya
Pendapat kelima yakni pendapat yang mengatakan bahwa kalalah itu mayit yang tidak punya anak, konon pendapat ini adalah pendapat Ibnu Abbas. Hanya saya kesahihan penisbahannya dipertanyakan. Ibnu Qudamah menegaskan bahwa Ibnu Abbas berpendapat seperti jumhur
Adapun kalalah yang disebut dalam Al-Qur’an, maka maknanya adalah mayit yang tidak meninggalkan orang tua dan anak. Sebagian ulama memerinci. Penyebutan kalalah di Surah An-Nisa; 12 dimaknai untuk mayit, sementara kalalah di Surah An-Nisa;176 ahli waris.
Pemaknaan kalalah adalah termasuk salah satu perkara yang paling samar bagi para shahabat sehingga mereka berbeda pendapat. Kata Umar bin Al-Khotthob sebagaimana dinukil oleh Ibnu ‘Asyur dalam At-tahrir wa At-Tanwir, ada tiga hal yang belum dijelaskan Rasulullah ﷺ dengan level penjelasan detail yang membuat tidak ada ikhtilaf,
Pertama, makna kalalah
Kedua, rincian riba
Ketiga, hukum-hukum kekhilafahan (riwayat lain: warisan kakek bersama saudara)
Wajar jika ikhtilaf persoalan kalalah, rincian riba dan kekhalifahan termasuk ikhtilaf besar dalam sejarah umat Islam.