Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin) – Dosen Universitas Brawijaya
Setelah mengamankan nafkah istri, seorang suami yang ingin menjadi suami saleh akan memperhatikan bagaimana cara mempergauli istri.
Berdasarkan contoh dari Rasulullah ﷺ, pergaulan menonjol beliau terhadap istri-istrinya ada tiga;
Pertama, menjadi partner ngobrol yang enak.
Kedua, menyempatkan untuk physical touch.
Ketiga, peka dengan pekerjaan rumah.
Untuk kebutuhan ngobrol, ada riwayat sahih dari Rasulullah ﷺ bahwa beliau selalu berusaha menyempatkan untuk mengobrol dengan semua istri-istrinya setelah salat Asar.
Akhlak menyempatkan mengobrol ini bukan hanya diberikan kepada istri yang mendapatkan giliran bermalam, tetapi kepada semua istri. Hal itu menunjukkan kebutuhan ngobrol tidak bisa diremehkan. Sebab wanita yang tidak mendapatkan jatah bermalam, semestinya juga tidak ada hak untuk didatangi walaupun hanya sekedar mengobrol. Tetapi keputusan Rasulullah ﷺ untuk selalu berusaha menyempatkan diri mengobrol dengan seluruh istri-istrinya setelah Asar menunjukkan kebutuhan ini sangat penting dan menunjukkan kemuliaan akhlak Rasulullah ﷺ yang menyempatkan melakukan perkara yang tidak wajib.
Lebih-lebih kasus wanita yang dipoligami. Seorang wanita jika dipoligami lalu hanya didatangi saat giliran hari dan tidak diajak mengobrol selain waktu giliran bisa jadi akan merasa kurang dicintai, kurang dihargai, bahkan mungkin merasa akan disingkirkan. Muslim meriwayatkan,
Artinya,
“Beliau (Rasulullah ﷺ ) jika sudah salat Asar, maka beliau akan berkeliling kepada istri-istrinya dan mendekat pada mereka.” (H.R. Muslim)
Al-Munāwī menjelaskan, maksud Rasulullah ﷺ berkeliling kepada istri-istrinya adalah untuk mencari tahu kabar mereka. Tentu saja yang seperti ini dilakukan dengan obrolan. Al-Munāwī berkata,
Artinya,
“Jika beliau (Rasulullah ﷺ) sudah salat asar maka beliau akan berkeliling kepada istri-istrinya untuk mencari tahu kabar mereka kemudian beliau akan menuju istri yang mendapatkan giliran/jatah bermalam.” (al-Taisīr, juz 1 hlm 533)
Lelaki yang perhatian terhadap istrinya seyogyanya tidak meremehkan hal ini. Jangan sampai suami malah memilih banyak mengobrol dengan teman-temannya, tapi kurang perhatian dengan istrinya sendiri. Bahayanya adalah jika istri sampai bertemu dengan lelaki yang enak diajak ngobrol. Itu bisa menjadi fitnah baginya, jatuh cinta dengan lelaki yang bukan suaminya, lalu selingkuh, dan bisa berakhir dengan perceraian.
Para ulama sampai membahas topik obrolan pasangan suami istri ini dalam kaitannya dengan hukum mengobrol setelah isya. Telah diketahui bahwa mengobrol setelah isya itu hukumnya makruh dengan dalil ketidaksukaan Rasulullah ﷺ mengobrol setelah isya. Tapi khusus untuk memenuhi kebutuhan istri ini maka mengobrol dengan istri bahkan begadang bersamanya menjadi tidak makruh lagi.
***
Adapun physical touch, maka Rasulullah ﷺ juga melakukannya di momen mengajak ngobrol tersebut. Beliau menyapa, memberi salam, menyentuh, mencium dan mendoakan istrinya. Abū Dāwūd meriwayatkan,
Artinya,
“Rasulullah ﷺ tidak mengistimewakan sebagian kami (istri-istrinya) atas sebagian yang lain dalam membagi waktu tinggalnya bersama kami. Jarang sekali tiba waktu siang kecuali beliau mendatangi kami semua dan mendekat kepada seluruh isteri tanpa menyetubuhi hingga sampai kepada rumah isteri yang hari itu merupakan bagiannya, kemudian beliau bermalam di tempatnya.” (H.R.Abū Dāwūd)
Al-Itsyūbī menerangkan bahwa maksud Rasulullah ﷺ mendekat kepada istri-istrinya adalah mencium mereka dan menjamah mereka walaupun tidak sampai menyetubuhinya. Al-Itsyūbī berkata,
Artinya,
“Maksud ‘Mendekat kepada mereka” adalah mencium dan menjamah tapi tanpa jimak sebagaimana dinyatakan dalam riwayat lain. Beliau melakukan hal tersebut untuk membuat mereka nyaman dan menyenangkan hati mereka. Yang demikian beliau lakukan hingga beliau berpisah dengan mereka untuk mendatangi istri yang mendapatkan jatah giliran bermalam dan meninggalkan istri-istrinya yang lain dalam keadaan hati mereka bahagia.” (al-Baḥru al-Muḥīṭ, juz 26 hlm 111)
Bahasa cinta itu terkadang diungkapkan dan dibuktikan dengan physical touch. Tidak harus berhubungan suami istri. Jamahan dan ciuman lembut saja terkadang sudah cukup. Sekedar memastikan bahwa suami masih sayang, cinta, menghargai, dan membutuhkan istri. Wanita yang jarang atau tidak pernah dibelai potensi terfitnahnya dengan lelaki lain menjadi besar.
***
Adapun peka dengan pekerjaan rumah, maka persaksian Aisyah menunjukkan bahwa kebiasaan Rasulullah ﷺ jika bersama istri adalah membantu pekerjaan istrinya. Al-Bukhārī meriwayatkan,
Artinya
“Dari Al Aswad ia berkata, Aku pernah bertanya kepada ‘Aisyah tentang apa yang dikerjakan Nabi ﷺ ketika berada di rumah. Maka ‘Aisyah pun menjawab: “Beliau terbiasa membantu keluarganya.” (H.R. al-Bukhārī)
Wanita yang serius mengurus rumah itu jelas akan mengalami letih. Apalagi jika ada anak. Apalagi jika anaknya banyak dan masih kecil-kecil. Mungkin sampai stres juga.
Lebih-lebih jika pekerjaan rumah itu bertumpuk dan masalahnya datang secara bersamaan. Nasi gosong, anak memecahkan piring, pakaian terbakar karena seterika, toddler menangis kelaparan, sudah begitu dimaki tetangga lagi. Jika wanita tidak punya jiwa yang kuat, maka bisa tertekan psikisnya dan depresi. Dalam kondisi ini jika suami tanggap membantu entah menyapu, mengepel, mencuci piring, membersihkan dapur, mencuci baju, menjemur, menyetrika, ngemong anak dan pekerjaan rumah lainnya maka istri akan merasa sangat terbantu. Juga merasa diperhatikan. Juga merasa dicintai karena ada yang diandalkan. Lebih-lebih jika sesekali suami menyempatkan untuk memijat badan istri yang pegal-pegal. Tak diragukan lagi, walaupun itu semua tidak wajib bagi suami, tetapi suami yang punya sifat semacam itu secara alami akan membuat hati istri meleleh dan sangat cinta suaminya.
2 Zulhijah 1444 H/ 20 Juni 2023 pukul 17.23