Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin) – Dosen Universitas Brawijaya
Kapan kita disebut telah terfitnah oleh kenikmatan dunia?
Minimal dua cirinya,
- Ada ta’alluq (التعلق) dalam hati
- Meredupkan semangat amal saleh
Maksud ta’alluq dalam hati adalah adanya unsur keterikatan hati dengan dunia. Ada unsur syiddatul iqbāl (memberi perhatian sangat tinggi) terhadap dunia. Cinta sekali dengan dunia yang dimilikinya. Seakan tidak mau berpisah selamanya dengan dunianya. Jadi, ketika dunianya dihilangkan maka dia sangat sedih, sangat marah, sangat kecewa, sangat tertekan, stres bahkan bisa depresi.
Maksud meredupkan amal saleh adalah konsekuensi kecintaan yang berlebihan terhadap dunia itu. Orang yang mencintai sesuatu secara alami akan berkurang perhatiannya kepada yang lain, bahkan bisa juga mengabaikannya.
Seperti lelaki yang punya dua istri. Jika cintanya kepada salah satu istri sangat kuat, maka perhatiannya kepada istri yang lain akan berkurang atau bahkan diabaikan sama sekali. Demikian pula antara dunia dengan akhirat. Orang yang cintanya kepada dunia lebih tinggi akan berakibat perhatiannya kepada akhirat menjadi lemah. Jadi, redupnya semangat beramal saleh adalah konsekuensi cinta yang tinggi terhadap dunia. Karenanya, lemahnya untuk beramal saleh adalah tanda seseorang terfitnah dengan dunianya.
Karena itulah ada hadis yang memuji lelaki yang punya istri cantik dan kasur yang empuk, tapi tetap bisa bangun malam untuk salat tahajud. Allah tertawa rida kepada lelaki yang seperti itu. Sebab yang demikian adalah pertanda kenikmatan duniawi yang dimilikinya tidak sampai ke level ta’alluq dan tidak melemahkannya untuk melakukan amal saleh.
Ibnu ‘Āsyūr berkata,
Artinya,
“Berlebihan dalam kebahagiaan membuat orang memberi perhatian tinggi terhadap sumber kebahagiaan tersebut dan menyeretnya untuk berpaling dari selainnya.” (al-Taḥrīr wa al-Tanwīr, juz 20 hlm 178)
***
Menikmati dunia, memiliki fasilitas mewah dan bersenang-senang dengan hal mubah itu tidak tercela. Tetapi jika sudah sampai level menimbulkan ta’alluq dalam hati dan melemahkan amal saleh, berarti itu bersenang- senang dan kebahagiaan yang sudah melampaui batas. Sudah mencapai level terfitnah dengan dunia dan itu tercela.
Jenis bersenang-senang dengan dunia seperti itulah yang dicela dalam Al-Qur’an.
Termasuk faraḥ tercela.
Termasuk surūr tercela.
Termasuk fakhr.
Ternasuk ikhtiyāl.
Termasuk baṭar dan izdihā.
Adapun jika memiliki fasilitas mewah tapi hatinya seperti Nabi Sulaiman, maka itu tidak tercela.
Tetap disiplin menjaga salat 5 waktu walau ngurus banyak bisnis.
Tetap maksimal silaturahmi walau relasinya banyak sekali.
Tetap bisa rajin puasa walau mampu makan enak setiap hari.
Sanggup tidur di lantai kumuh walaupun terbiasa di hotel mewah.
Tetap konsisten bangun malam salat tahajud walaupun terbiasa kasur mewah nan empuk.
Tetap mengendakan sedekah rutin walau pikirannya terbiasa investasi.
Tidak malu berjalan kaki atau naik angkutan umum walaupun punya mobil mewah.
Tidak merasa hina memakai pakaian sederhana walaupun mampu membeli pakaian mewah.
Tidak stres jika rugi bisnis, atau piutang tidak kembali, atau dihilangkan Allah dengan musibah.
***
Yakni orang yang sudah tidak punya ta’alluq dalam hatinya terhadap semua fasilitas dan kenikmatan duniawinya.
Yakni, orang-orang yang kemewahan hidupnya tidak menghalanginya untuk maksimal beramal saleh.
13 Zulhijah 1444 H/ 1 Juli 2023 pukul 10.15