Oleh: Ust. Muafa
8. DEFINISI HADIS SHAHIH
وصححه ابن خزيمة والترمذي
hadis tersebut dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah dan At-Tirmidzi
Definisi shahih menurut ahli hadis diungkapkan Ash-Shon’ani dalam kitabnya Subulu As-Salam sebagai berikut;
سبل السلام (1/ 20)
مَا نَقَلَهُ: عَدْلٌ تَامُّ الضَّبْطِ عَنْ مِثْلِهِ مُتَّصِلُ السَّنَدِ غَيْرُ مُعَلٍّ وَلَا شَاذٍّ
“Hadist shahih adalah riwayat yang dinukil oleh orang yang adil (perawi adil) yang sempurna ketelitiannya, yang bersambung sanadnya, yang tidak ber’illat (penyakit hadist), dan selamat dari syadz (keganjilan/pertentangan dengan riwayat lain yang sama)”
Berdasarkan definisi di atas, bisa disimpulkan ada 5 syarat yang harus terpenuhi agar sebuah hadis bisa dinilai shahih yaitu:
1. Perawinya adil
2. Perawinya dhobit (sempurna ketelitiannya)
3. Sanadnya bersambung
4. Tidak ber’illat (berpenyakit, baik pada SANAD maupun MATAN-nya)
5. Tidak syadz (bertentangan dengan riwayat yang lebih kuat perawinya)
Jika ada satu saja syarat yang tidak terpenuhi (apalagi lebih dari satu) maka sebuah riwayat langsung jatuh dan dihukumi dhoif, bahkan bisa sampai taraf maudhu’ (palsu).
9. IBNU KHUZAIMAH
وصححه ابن خزيمة والترمذي
hadis ini dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah dan At-Tirmidzi
Ibnu Hajar menyebut bahwa hadis tentang air laut ini dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah.
Dengan mengacu pada definisi shahih menurut ulama hadis sebagaimana yang telah diterangkan sebelumnya, jika Ibnu Khuzaimah mengatakan hadis ini shahih, maknanya Ibnu Khuzaimah menilai seluruh perawi hadis ini adil dan dhobith (sempurna ketelitiannya). Sanadnya juga bersambung dan selamat dari illat maupun syadz.
Siapakah Ibnu Khuzaimah?
Beliau termasuk ulama besar hadis. Nama lengkap beliau Abu Bakr Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah An-Naisaburi. Lahir th 223 H di Naisabur.
Ketika Ibnu Khuzaimah kecil ingin belajar hadis, ayahnya memberi syarat agar dia hapal Al-Qur’an. Maka Ibnu Khuzaimah pun berhasil menghapal Al-Qur’an seluruhnya dan memulai rihlah tholabul ilmi pada usia 17 th.
Di antara guru-gurunya adalah Bukhari, Muslim, Ishaq bin Rohawaih dan lain lain.
Beliau terkenal sangat dermawan, sampai-sampai baju yang dipakainya juga didermakan. Pernah membuat undangan makan di kebun yang mengumpulkan orang fakir dan miskin dan menghidangkan segala jenis makanan, minuman, manis-manisan sampai-sampai orang menyangka bahwa itu adalah pesta untuk raja besar.
Ada 140 lebih karya-karya beliau. Yang paling terkenal adalah kitab hadisnya yang bernama Mukhtashor Al-Mukhtashor Min Al-Musnad Ash-Shohih ‘An An-Nabi yang kemudian lebih populer dengan nama Shohih Ibni Khuzaimah. Ulama-ulama Hadis mutaqoddimin lebih sering menyebutnya Mukhtashor Al-Mukhtashor.
Beliau wafat th 311 H.
At-Tirmidzi yang disebut bersama Ibnu Khuzaimah menshahihkan hadis ini sudah diterangkan sebelumnya biografi singkatnya.
10. MALIK
ورواه مالك والشافعي وأحمد
Artinya:
(hadis ini juga) diriwayatkan oleh Imam Malik, Asy-Syafi’i, dan Ahmad
Selain diriwayatkan oleh al-arba’ah/empat kompilator hadis (yaitu Abu Dawud dalam sunan-nya, An-Nasa-i dalam sunan-nya, At-Tirmidzi dalam sunan-nya, dan Ibnu Majah dalam sunan-nya) dan Ibnu Abi Syaibah (dalam mushonnaf-nya) Ibnu Hajar juga menginformasikan bahwa hadis ini ditakhrij oleh Malik, Asy-Syafi’I, dan Ahmad.
Jika sebuah hadis disebut diriwayatkan/ditakhrij oleh Malik, maka hukum asalnya hadis itu terdapat dalam kitab hadis Malik yang terkenal: Al-Muwattho’
Siapakah Malik?
Beliau adalah Imam madzhab terkenal. Madzhabnya dikenal dengan nama madzhab Maliki.
Nama lengkapnya Abu Abdillah Malik bin Anas Al-Madani.
Beliau adalah imamnya Darul Hijroh: Al-Madinatul Munawwaroh.
Gurunya banyak, seperti Az-Zuhri, Nafi’, dan lain lain.
Hapalannya juga tajam. Pernah Az-Zuhri mengajarkan sekitar 40 lebih hadis, kemudian keesokan harinya ketika murid-muridnya ditanya siapa yang hapal pelajaran kemarin, ternyata hanya Malik yang bisa melakukannya.
Malik juga menjadi guru imam madzhab lain yang terkenal, yaitu Imam Asy-Syafi’i. Kata Asy-Syafi’I, saat imam Malik mengajar di masjid nabawi, waktu itu ada 400 lebih murid-muridnya mendengarkan beliau. Ketika jumlah muridnya semakin banyak, beliau membuat majelis pengajian lain di rumahnya dan menunjuk seorang mustamli (semacam pengeras suara manusia) agar suaranya bisa di dengar semua hadirin.
Malik mengarang sejumlah tulisan, tetapi yang paling populer adalah kitab hadisnya yang bernama Al-Muwattho’.
Di antara ujian beliau sebagai ulama adalah kisah penyiksaan akibat fatwa yang beliau ajarkan. Malik memfatwakan bahwa talak orang dipaksa tidak sah. Hal ini membuat marah penguasa Madinah waktu itu, sampai beliau dilepas bajunya, dicambuk dengan cemeti, dan ditarik tangannya sampai terjadi dislokasi, akibatnya beliau harus memanggul tangannya memakai tangannya yang lain.
Karena hebatnya penyiksaan itu maka beliau jatuh pingsan. Saat sadar beliau langsung berkata: “aku persaksikan pada kalian bahwa aku telah memaafkan orang yang menyiksaku” kemudian beliau menjelaskan sebab ucapannya. Beliau mengatakan bermimpi ketemu Rasulullah . Maka beliau merasa malu kepada Nabi jika sampai ada sebagian keturunan Nabi yang masuk neraka gara-gara imam Malik. Tak lama kemudian, penyiksa imam Malik bermasalah berat sehingga dia disiksa oleh Khalifah yang ada waktu itu.
Beliau wafat tahun 179 H.
11. ASY-SYAFI’I
ورواه مالك والشافعي وأحمد
Artinya:
(hadis ini juga) diriwayatkan oleh Imam Malik, Asy-Syafi’i, dan Ahmad
Selain diriwayatkan Malik, Ibnu Hajar juga menginformasikan bahwa hadis ini juga ditakhrij oleh Asy-Syafi’I.
Jika sebuah hadis disebut diriwayatkan/ditakhrij olah Asy-Syafi’I, maka hukum asalnya hadis itu terdapat dalam kitab hadis yang dinisbatkan kepada Asy-Syafi’I yang terkenal bernama: Musnad Asy-Syafi’I. Kitab ini sebenarnya bukan tulisan tangan Asy-Syafi’I, tetapi hasil kompilasi ulama lain yang mengumpulkan riwayat-riwayat hadis Asy-Syafi’I sebagaimana terdapat dalam kitab Al-Umm, Al-Mabsuth, dan lain lain.
Siapakah Asy-Syafi’i?
Nama beliau tentu sudah tidak asing lagi bagi kaum Muslimin. Beliau adalah Imam madzhab terkenal; Madzhab Syafi’i. Madzhabnya tersebar luas di Indonesia, Mesir dan lain lain.
Nama lengkapnya: Abu Abdillah Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i.
Lahir di Gaza, Palestina th 150 H. Ayahnya sudah meninggal saat Asy-Syafi’I masih dalam kandungan.
Usia 7 tahun sudah hapal seluruh Al-Qur’an dan dalam usia 10 th sudah hapal seluruh isi hadis dalam kitab Muwattho’ karangan imam Malik.
Kefasihan bahasa Asy-Syafi’I luar biasa, sampai-sampai ada murid-muridnya yang datang ke forum pengajiannya bukan untuk belajar fikih tetapi belajar keindahan bahasanya saat ceramah.
Fatwa-fatwa fikihnya dihimpun oleh muridnya yang bernama Ar-Robi’ bin Sulaiman Al-Murodi dan hadir ke hadapan kita saat ini dengan nama Al-Umm dalam tujuh jilid.
Beliau juga mengarang kitab fenomenal dalam ushul fikih yang bernama Ar-Risalah. Kitab ini menjadi pionir seluruh kitab ushul fikih yang ada dalam berbagai madzhab, baik yang sepakat dengan beliau maupun yang menentangnya.
Beliau wafat th 204 H.
12. AHMAD
ورواه مالك والشافعي وأحمد
Artinya:
(hadis ini juga) diriwayatkan oleh Imam Malik, Asy-Syafi’i, dan Ahmad
Selain diriwayatkan Malik, Ibnu Hajar juga menginformasikan bahwa hadis ini juga ditakhrij oleh Ahmad.
Jika sebuah hadis disebut diriwayatkan/ditakhrij oleh Ahmad, maka hukum asalnya hadis itu terdapat dalam kitab Musnad Ahmad yang mengandung 25.000 lebih hadis Nabi.
Siapakah Ahmad?
Beliau juga nama yang sudah tidak asing lagi sebagai salah satu imam madzhab. Paham fikihnya dikenal dengan nama madzhab Hanbali.
Nama lengkap beliau adalah Abu Abdillah Ahmad bin Hanbal Asy-Syaibani.
Beliau adalah di antara murid Asy-Syafi’I yang cemerlang. Asy-Syafi’I sendiri pernah memujinya dengan mengatakan bahwa Ahmad lebih banyak hapalan hadisnya dibandingkan Asy-Syafi’i.
Beliau terkenal bukan hanya sebagai ahli hadis, tetapi juga ahli fikih, wari’, zuhud, dan bertakwa. Pembelaannya terhadap As-Sunnah sangat terkenal sehingga beliau menjadi icon.
Ujian terkenal beliau adalah fitnah Qur’an makhluk. Waktu itu penguasa yang berpaham mu’tazilah memaksa seluruh ulama agar mengikuti pendapat mu’tazilah bahwa Al-Qur’an adalah makhluk. Imam Ahmad gigih mempertahankan pendapatnya menolak paham tersebut. Akhirnya beliau disiksa, dicambuk, dipenjara, namun pendiriannya tidak goyah. Akhirnya setelah melalui perdebatan-perdebatan dan mimpi penguasa, Imam Ahmad dilepaskan.
Beliau wafat th 241 H. Pada saat wafatnya, ratusan ribu orang hadir mengantarkan jenazahnya sampai jalanan penuh sesak dengan manusia. Rumah-rumah di pinggir jalan membuka pintunya agar kaum muslimin yang mengantarkan jenazah beliau bisa ke kamar kecil jika sewaktu-waktu diperlukan.
13. PELENGKAP TAKHRIJ
Sebelumnya, Ibnu Hajar telah menyebutkan bahwa hadis ini telah diriwayatkan oleh sejumlah kompilator hadis yaitu:
1. An-Nasa-I (dalam sunannya)
2. Abu Dawud (dalam sunannya)
3. At-Tirmidzi (dalam sunan/jami’nya)
4. Ibnu Majah (dalam sunannya).
Keempat kompilator hadis ini disebut Ibnu Hajar dengan istilah al-arba’ah)
5. Ibnu Abi Syaibah (dalam mushonnafnya)
6. Malik (dalam muwattho’nya)
7. Asy-Syafi’I (dalam musnadnya)
8. Ahmad (dalam musnadnya)
Dari sini sudah tergambar bagaimana luasnya ilmu Ibnu Hajar yang sanggup me refer rujukan untuk satu hadis saja dengan memakai sejumlah kitab induk hadis dengan detail. Dengan memahami bahwa di zaman itu belum ada komputer, kemampuan seperti ini mustahil jika dimiliki tanpa telaah mendalam terhadap kitab-kitab tersebut sampai level menghapalnya.
Di zaman sekarang, setelah teknologi makin maju dan orang semakin mudah merujuk ke kitab-kitab induk dengan memanfaatkan teknologi, akhirnya diketahui bahwa hadis tentang air laut itu tidak hanya diriwayatkan oleh 8 kompilator hadis sebagaimana disebutkan Ibnu Hajar. Selain 8 ulama tersebut ternyata hadis ini juga diriwayatkan oleh sejumlah kompilator yang lain, yaitu:
1. Ad-Darimi (dalam musnad-nya)
2. Bukhari (dalam tarikh-nya)
3. Ibnu Khuzaimah (dalam shahih-nya)
4. Ibnu Hibban (dalam shahih-nya)
5. Ibnu Al-Jarud (dalam Al-Muntaqo)
6. Al-Hakim (dalam Al-Mustadrok)
7. Ad-Daruquthni (dalam sunan-nya)
8. Al-Baihaqi (dalam sunan-nya)
Terkait hadis air laut ini, selain riwayat Abu Hurairah ada pula riwayat semakna dari Jabir, Ibnu Abbas, Abdullah bin ‘Amr, Ibnu Umar, Abu Bakr, dan Anas.
Ibnu As-Sakan mengatakan bahwa hadis Jabir dalam topik ini adalah yang paling shahih.
14. STATUS HADIS INI
At-Tirmidzi pernah bertanya kepada gurunya, yaitu Bukhari terkait status hadis ini dan Bukhari menjawabnya: shahih. Sudah terkenal di kalangan ahli hadis bahwa Bukhari termasuk ulama hadis yang sangat ketat menetapkan syarat-syarat keshahihan hadis. Jika Bukhari menilai hadis ini shahih, maka penilaian tersebut adalah penilaian bermutu setelah melalui seleksi ketat dan penelitian yang mendalam.
Ibnu Abdil Barr mempertanyakan informasi At-Tirmidzi ini. Argumentasinya: jika memang hadis ini shahih menurut Bukhari, mengapa hadis ini tidak dimasukkan Bukhari dalam shahihnya?
Ibnu Daqiqi Al-‘Id memberikan jawaban: Dalam menyusun shahihnya, Bukhari tidak mengharuskan diri menulis secara isti’ab (menulis tuntas), yakni menulis semua hadis yang dianggapnya shahih. Ada informasi bahwa Bukhari menghapal 600.000 hadis, yang mana 100.000 di antaranya adalah shahih. Namun yang ditulis dalam shahihnya hanya sekitar 7000 hadis.
Ibnu Hajar dalam kitabnya: At-Talkhis Al-Habir menyebut 9 jalur riwayat dari 9 shahabat Nabi, namun setiap jalur ada hal-hal yang menjadi catatan. At-Tirmidzi, Ibnu Abdil Barr, Ibnu Mandah, Al-Baghowi, Al-Baihaqi, Ibnu Al-Mulaqqin, Ibnu Al-Mundzir, Ibnu Al-Atsir adalah di antara ulama-ulama hadis menshahihkan hadis ini. Ibnu Abdil Barr menerima riwayat ini dengan alasan talaqqi Al-‘ulama’ bil qobul (penerimaan para ulama terhadapnya).
15. KRITIKAN TERHADAP HADIS INI
Yang terkenal tidak menshahihkan hadis ini (tapi menerima isinya) adalah Ibnu Abdil Barr dan beliau mendapat kritikan sangat tajam dari para ulama hadis (argumentasi Ibnu Abdil Barr pada saat menolak hadis ini bisa dibaca dalam kitabnya: At-Tamhid).
Pihak yang mengkritik hadis ini menyebut empat cacat:
1. Di dalamnya terdapat perawi yang bernama Sa’id bin Salamah dari keluarga Ibnu Al-Azroq dan Al-Mughiroh bin Abi Burdah dari kabilah Bani Abdi Ad-Dar. Keduanya adalah perawi majhul.
Tambahan lagi, tidak ada perawi yang meriwayatkan dari Sa’id bin Salamah kecuali Shofwan bin Sulaim, dan tidak ada perawi yang meriwayatkan dari Al-Mughiroh bin Abi Burdah selain Sa’id bin Salamah.
Asy-Syafi’i mengomentari sanad riwayat ini dengan mengatakan di dalam sanad hadis ini ada orang yang tidak aku kenal (bisa jadi yang dimaksud adalah Sa’id atau Al-Mughiroh atau dua-duanya)
2. Ikhtilaf nama Sa’id bin Salamah.
Ada yang berpendapat namanya Sa’id bin Salamah dari keluarga Ibnu Al-Azroq, ada yang berpendapat: Abdullah bin Sa’id Al-Makhzumi, ada yang berpendapat: Salamah bin Sa’id.
3. Hadis ini mursal.
Kata Ibnu Abdil Barr: Riwayat mursal disebutkan oleh Ibnu Abi Umar, Al-Humaidi dan Al-Makhzumi dari Ibnu ‘Uyainah dari Yahya bin Sa’id dari laki-laki Maroko yang bernama Al-Mughiroh bin Abdillah bin Abi Burdah bahwasanya sekelompok orang Bani Mudlij mendatangi Rasulullah dst…(tanpa melewati sahahabat Abu Hurairoh)
Ini menunjukkan riwayatnya mursal, sementara Yahya bin Sa’id lebih kuat hapalannya daripada Shofwan bin Salim dan lebih tsiqoh daripada Sa’id bin Salamah.
4. Hadis ini mudhthorib (kacau).
Di dalam sanadnya terdapat ikhtilaf yang banyak. Riwayat Muhammad bin Ishaq menyebut hadis ini dengan sanad: Dari Yazid dari Al-Julah dari Abdullah bin Sa’id Al-Makhzumi dari Al-Mughiroh bin Abi Burdah dari ayahnya dari Abu Hurairah dari Nabi. Riwayat dengan sanad ini di antaranya ditakhrij Ad-Darimi dalam musnadnya sebagai berikut:
سنن الدارمي (1/ 566)
أَخْبَرَنَا الْحَسَنُ بْنُ أَحْمَدَ الْحَرَّانِيُّ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سَلَمَةَ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِسْحَاقَ، عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِي حَبِيبٍ، عَنِ الْجُلَاحِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَعِيدٍ الْمَخْزُومِيِّ، عَنِ الْمُغِيرَةِ بْنِ أَبِي بُرْدَةَ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: أَتَى رِجَالٌ مِنْ بَنِي مُدْلِجٍ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّا أَصْحَابُ هَذَا الْبَحْرِ نُعَالِجُ الصَّيْدَ عَلَى رَمَثٍ فَنَعْزُبُ فِيهِ اللَّيْلَةَ، وَاللَّيْلَتَيْنِ، وَالثَّلَاثَ، وَالْأَرْبَعَ، وَنَحْمِلُ مَعَنَا مِنَ [ص:567] الْعَذْبِ لِشِفَاهِنَا، فَإِنْ نَحْنُ تَوَضَّأْنَا بِهِ، خَشِينَا عَلَى أَنْفُسِنَا، وَإِنْ نَحْنُ آثَرْنَا بِأَنْفُسِنَا وَتَوَضَّأْنَا مِنَ الْبَحْرِ، وَجَدْنَا فِي أَنْفُسِنَا مِنْ ذَلِكَ، فَخَشِينَا أَنْ لَا يَكُونَ طَهُورًا فَقَالَ: رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ «تَوَضَّئُوا مِنْهُ فَإِنَّهُ الطَّاهِرُ مَاؤُهُ، الْحَلَالُ مَيْتَتُهُ»
Dalam riwayat lain, Muhammad bin Ishaq meriwayatkannya dengan sanad: dari Salamah bin Sa’id dari Al-Mughiroh bin Abi Burdah halif Bani Abdi Ad-Dar dari Abu Hurairah dari Nabi.
Ikhtilaf dari jalur Yahya bin Sa’id lebih besar lagi. Husyaim meriwayatkan darinya dengan menyebut Al-Mughiroh bin Abi Barzah. At-Tirmidzi menilai penyebutan Barzah itu adalah bentuk wahm (kesilapan) dari Husyaim. Konon ini juga penilaian Al-Bukhari. Tetapi Abu ‘Ubaid meriwayatkan dari Husyaim dengan menyebut secara benar: Burdah (bukan Barzah), jadi dimungkinkan wahm itu berasal dari perawi di bawahnya.
Ad-Daruquthni telah mengumpulkan dengan lengkap ikhtilaf sanad tersebut. Secara ringkas beberapa versi sanad hadis tersebut adalah sebagai berikut:
– Dari Shofwan dari Sa’id bin Salamah dari Al-Mughiroh dari Abu Hurairoh. Ini adalah riwayat Malik.
– Dari Salamah bin Sa’id dari Al-Mughiroh
– Dari Sa’id dari Abu Burdah bin Abdillah dari Abu Hurairah
– Dari Shofwan bin Salim secara mursal dari Abu Hurairoh
– Dari Al-Auza’I dari Abdullah bin Amir dari Nabi
– Dari Al-Julah dari Sa’id dari Al-Mughiroh dari Abu Hurairoh
– Dari Al-Julah dari Sa’id dari Abu Hurairoh
– Dari Al-Julah dari Al-Mughiroh dari Abu Hurairoh
– Dari Al-Julah dari Abu Dzar Al-Mishri dari Abu Hurairoh
– Dari Yazid bin Muhammad Al-Qurosyi dari Al-Mughiroh dari Abu Hurairoh
– Dari Yahya bin Sa’id dari Al-Mughiroh dari seorang laki-laki dari Bani Mudlij
– Dari Yahya bin Sa’id dari Al-Mughiroh dari seorang laki-laki dari kaumnya dari seorang laki-laki yang bertanya kepada Rasulullah
– Dari Yahya dari Al-Mughiroh dari ayahnya secara marfu’
– Dari Yahya dari Al-Mughiroh bin Abdullah atau Abdullah bin Al-Mughiroh bahwasanya sekelompok orang dari Bani Mudlij bertanya kepada Rasulullah
– Dari Yahya dari Abdullah bin Al-Mughiroh dari ayahnya dari seorang laki-laki dari Bani Mudlij yang bernama Abdullah secara marfu’
– Dari Yahya dari Al-Mughiroh bin Abdullah atau Abdullah bin Al-Mughiroh dari seorang laki-laki dari Bani Mudlij secara marfu’
– Dari Yahya dari Abdullah bin Al-Mughiroh dari Abu Burdah secara marfu’
– Dari Yahya dari Abdullah bin Al-Mughiroh dari sebagian orang Bani Mudlij secara marfu’
– Dari Al-Mughiroh dari Abdullah Al-Mudliji secara marfu’
– Dari Ja’far bin Robi’ah dari Bakr bin Sawadah dari Muslim bin Makhsyi dari al Firosi secara marfu’
– Dari Yahya bin ‘Abbad dari Abu Salamah dari Abu Hurairoh secara marfu’
16. JAWABAN ATAS KRITIKAN TERHADAP HADIS INI
1. Jawaban dari argumentasi kritikan pertama:
Tidak benar jika hanya Shofwan bin Sulaim yang meriwayatkan dari Sa’id bin Salamah dari Al-Mughiroh bin Abi Burdah. Riwayat Ahmad menunjukkan ada perawi lain yang bernama Al-Julah Abu Katsir (الجلاح أبو كثير) yang juga meriwayatkan dari Al-Mughiroh. Lafaz dalam musnad Ahmad berbunyi:
مسند أحمد (18/ 99)
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ عَنْ لَيْثٍ عَنْ الْجُلَاحِ أَبِي كَثِيرٍ عَنِ الْمُغِيرَةَ بْنِ أَبِي بُرْدَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
أَنَّ نَاسًا أَتَوْا النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالُوا إِنَّا نَبْعُدُ فِي الْبَحْرِ وَلَا نَحْمِلُ مِنْ الْمَاءِ إِلَّا الْإِدَاوَةَ وَالْإِدَاوَتَيْنِ لِأَنَّا لَا نَجِدُ الصَّيْدَ حَتَّى نَبْعُدَ أَفَنَتَوَضَّأُ بِمَاءِ الْبَحْرِ قَالَ نَعَمْ فَإِنَّهُ الْحِلُّ مَيْتَتُهُ الطَّهُورُ مَاؤُهُ
Al-Hakim dan Al-Baihaqi juga meriwayatkan dari jalur Al-Julah ini. Lafaz Al-Hakim berbunyi:
المستدرك على الصحيحين للحاكم (1/ 238)
حَدَّثَنَاهُ عَلِيُّ بْنُ حَمْشَاذَ الْعَدْلُ، أَنْبَأَ عُبَيْدُ بْنُ عَبْدِ الْوَاحِدِ بْنِ شَرِيكٍ، ثنا يَحْيَى بْنُ بَكْرٍ، حَدَّثَنِي اللَّيْثُ، عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِي حَبِيبٍ، حَدَّثَنِي الْجُلَاحُ أَبُو كَثِيرٍ، أَنَّ ابْنَ سَلَمَةَ الْمَخْزُومِيَّ، حَدَّثَهُ، أَنَّ الْمُغِيرَةَ بْنَ أَبِي بُرْدَةَ، أَخْبَرَهُ، أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا هُرَيْرَةَ، يَقُولُ: كُنَّا عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا فَجَاءَهُ صَيَّادٌ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّا نَنْطَلِقُ فِي الْبَحْرِ نُرِيدُ الصَّيْدَ فَيَحْمِلُ مَعَهُ أَحَدُنَا الْإِدَاوَةَ وَهُوَ يَرْجُو أَنْ يَأْخُذَ الصَّيْدَ قَرِيبًا، فَرُبَّمَا وَجَدَهُ كَذَلِكَ، وَرُبَّمَا لَمْ يَجِدِ الصَّيْدَ حَتَّى يَبْلُغَ مِنَ الْبَحْرِ مَكَانًا لَمْ يَظُنَّ أَنْ يَبْلُغَهُ، فَلَعَلَّهُ يَحْتَلِمُ أَوْ يَتَوَضَّأُ، فَإِنِ اغْتَسَلَ أَوْ تَوَضَّأَ بِهَذَا الْمَاءِ فَلَعَلَّ أَحَدُنَا يُهْلِكُهُ الْعَطَشُ فَهَلْ تَرَى فِي مَاءِ الْبَحْرِ أَنْ نَغْتَسِلَ به أَوْ نَتَوَضَّأَ بِهِ إِذَا خِفْنَا ذَلِكَ، فَزُعِمَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «اغْتَسِلُوا مِنْهُ وَتَوَضَّئُوا بِهِ فَإِنَّهُ الطَّهُورُ مَاؤُهُ الْحِلُّ مَيْتَتُهُ» . «وَقَدِ احْتَجَّ مُسْلِمٌ بِالْجُلَاحِ أَبِي كَثِيرٍ وَقَدْ تَابَعَ يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ الْأَنْصَارِيُّ وَيَزِيدُ بْنُ مُحَمَّدٍ الْقُرَشِيُّ سَعِيدَ بْنَ سَلَمَةَ الْمَخْزُومِيَّ عَلَى رِوَايَةِ هَذَا الْحَدِيثِ وَاخْتُلِفَ عَلَيْهِ فِيهِ» .
Yang meriwayatkan dari Al-Julah selain Laits adalah Yazid bin Abi Habib dan ‘Amr bin Al-Harits.
Demikian pula terkait Al-Mughiroh bin Abi Burdah. Tidak benar jika dikatakan bahwa yang meriwayatkan darinya hanya Sa’id bin Salamah, karena ada riwayat lain yang menunjukkan bahwa ada perawi lain yang meriwayatkan dari Al-Mughiroh yaitu Yahya bin Sa’id dan Yazid bin Muhammad Al-Qurosyi.
Hanya saja, riwayat dari jalur Yahya bin Sa’id ada ikhtilaf sanad:
Husyaim meriwayatkan dengan sanad: Husyaim dari Yahya bin Sa’id dari Al-Mughiroh bin Abi Burdah dari seorang lelaki dari Bani Mudlij secara marfu’.
Hammad meriwayatkan dengan sanad: Hammad dari Yahya bin Sa’id dari Al-Mughiroh bin Abi Burdah dari ayahnya dari Abu Hurairah.
Dua sanad ini disebutkan semua oleh Al-Hakim dalam Al-Mustadrok.
Jalur Yazid bin Muhammad Al-Qurosyi juga disebutkan Al-Hakim dalam Al-Mustadrok, juga Ahmad bin Ubaid Ash-Shoffar, juga Al-Baihaqi.
Ibnu Mandah berkata: ittifaq (bersesuaiannya) Shofwan dan Al-Julah menunjukkan syuhroh (popularitas) Sa’id bin Salamah. Ittifaq Yahya bin Sa’id dan Sa’id bin Salamah menunjukkan syuhroh Al-Mughiroh bin Abi Burdah. Dengan demikian tudingan jahalah telah terangkat, sehingga sanadnya bisa dihukumi masyhur karena masyhur dalam istilah ahli hadis adalah terangkatnya jahalah.
Apalagi perawi yang meriwayatkan dari Al-Mughiroh ada lagi yaitu: Yazid bin Muhammad Al-Qurosyi. Jadi ada tiga perawi yang meriwayatkan dari Al-Mughiroh: Yahya bin Sa’id, Sa’id bin Salamah dan Yazid bin Muhammad Al-Qurosyi. Jadi batal lah klaim bahwa Shofwan dan Sa’aid bertafarrud dalam sanad ini.
Sa’id bin Salamah dan Al-Mughiroh bin Abi Burdah telah ditsiqohkan secara lugas oleh An-Nasa-i dan Ibnu Hibban. Abu Dawud dan Ibnu Yunus juga mengatakan Al-Mughiroh bin Abu Burdah ma’ruf (dikenal). Ini juga ditambah dengan tashih yang dilakukan pakar-pakar hadis seperti Bukhari, At-Tirmidzi, Al-Baghowi, Al-Baihaqi, Ibnu Al-Mundzir, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, Ibnu Mandah, dan lain lain.
Kata Al-Hakim: Hadis seperti ini dipakai Malik ketika menulis hadis awal Muwattho’ dan dipakai para fuqoha’ generasi awal, menyebar di mana-mana tanpa ada yang menolaknya sampai zaman sekarang.
2. Jawaban argumentasi kritikan kedua:
Riwayat yang menyebut Abdullah bin Sa’id Al-Makhzumi dan Salamah bin Sa’id adalah riwayat Muhammad bin Ishaq. Yang dikuatkan tentu saja riwayat Malik yang menyebut Sa’id bin Salamah karena Malik lebih dhobith (kuat hapalan dan teliti).
Meskipun perawi-perawi Muwattho’ juga sedikit berikhtilaf terkait nisbat kabilah, hal ini tidak menjadi masalah karena maknanya berdekatan. Riwayat Yahya mengatakan: min ali bani Al-Azroq. Riwayat Al-Qo’nabi mengatakan: Min ali Al-Azroq. Riwayat Ibnu Al-Qosim dan Ibnu Bukair mengatakan: min ali Ibni Al-Azroq.
Ikhtilaf nama ini tidak jadi masalah karena sudah terbukti kemajhulan dua perawi ini telah terlenyapkan.
Menurut Al-Baihaqi, ikhtilaf nama Sa’id bin Salamah dan Al-Mughiroh bin Abi Burdah adalah alasan mengapa Bukhari dan Muslim tidak memasukkan riwayat ini dalam shahih mereka.
3. Jawaban argumentasi kritikan ketiga:
Yang harus dijawab dalam argumentasi ini adalah prinsip taqdim (mendahulukan) yang lebih kuat dan tsiqoh hapalannya, karena Yahya bin Sa’id lebih kuat hapalannya (sementara riwayatnya memursalkan) daripada Sa’id bin Salamah yang memusnadkannya.
Yang benar: yang seperti ini tidak perlu menjadi cacat selama seorang perawi telah dinilai tsiqoh.
Apalagi telah ada riwayat Malik dari Sa’id bin Salamah yang bebas dari idhthirob, sementara riwayat Yahya bin Sa’id malah ada ikhtilaf.
4. Jawaban dari kritikan keempat:
Sanad Muhammad bin Ishaq jelas bertentangan dengan sanad yang dibawa oleh Malik. Dengan mengingat Malik lebih kuat hapalannya daripada Muhammad bin Ishaq, apalagi Muhammad bin Ishaq juga dikenal sebagai perawi mudallis, maka jelaslah bahwa sanad Malik lebih shahih.
Ibnu Al-Mulaqqin menukil penilaian Bukhari sebagai berikut:
البدر المنير (1/ 358)
قَالَ البُخَارِيّ: وَحَدِيث مَالك أصح
“Bukhari berkata; hadis Malik lebih shahih”
Ad-Daruquthni juga memberikan penilaian serupa:
البدر المنير (1/ 361)
قَالَ الدَّارَقُطْنِيّ: وأشبهها بِالصَّوَابِ قَول مَالك، وَمن تَابعه، عَن صَفْوَان بن سليم.
“Ad-Daruquthni berkata: Yang lebih mendekati kebenaran adalah ucapan Malik dan perawi yang memutaba’ahinya dari Shofwan bin Salim.”
Lagipula, Al-Laits dan ‘Amr bin Al-Harits telah memutaba’hi riwayat Malik dari jalur Yazid bin Muhammad Al-Qurosyi dan Al-Julah.
Al-Laits juga lebih kuat hapalannya dibandingkan Muhammad bin Ishaq. Ibnu Al-Mulaqqin mengutip penilaian Al-Baihaqi sebagai berikut:
البدر المنير (1/ 358)
وَقَالَ الْبَيْهَقِيّ: اللَّيْث بن سعد أحفظ من مُحَمَّد بن إِسْحَاق، وَقد أَقَامَ إِسْنَاده عَن يزِيد بن أبي حبيب، وَتَابعه عَلَى ذَلِك عَمْرو بن الْحَارِث عَن الجلاح، فَهُوَ أولَى أَن يكون صَحِيحا، وَقد رَوَاهُ يزِيد بن مُحَمَّد الْقرشِي، عَن الْمُغيرَة بن أبي بردة (نَحْو رِوَايَة من رَوَاهُ عَلَى الصِّحَّة.
“Al-Baihaqi berkata: Al-Laits bin Sa’ad lebih kuat hapalannya daripada Muhammad bin Ishaq. Beliau (Al-Laits) telah menegakkan sanadnya dari jalur Yazid bin Abi Habib dan dalam hal ini beliau telah dimutaba’ahi oleh ‘Amr bin Al-Harits dari Al-Julah. Jadi riwayat Al-Laits lebih utama dinilai shahih. Yazid bin Muhammad Al-Qurosyi juga telah meriwayatkannya dari Al-Mughiroh bin Abi Burdah seperti riwayat perawi yang meriwayatkannya secara shahih.”
Ini semua adalah jawaban dari kritikan terhadap hadis air laut dari jalur Abu Hurairoh.
Sebenarnya jalur-jalur periwayatan hadis air laut ini masih ada lagi. Ibnu Al-Mulaqqin menyebut ada delapan jalur yang lain yaitu: Jabir bin Abdullah, Ibnu Abbas, Ibnu Al-Firosi, Abdullah bin ‘Amr, Ali bin Abi Tholib, Ibnu Umar, Abu Bakr Ash-Shiddiq, dan Anas. Dengan demikian total jalur hadis air laut ini ada 9 (sembilan) buah.
Semua jalur itu dibahas sangat lengkap sekaligus dijawab dengan bagus semua keberatan terhadap hadis ini oleh Ibnu Al-Mulaqqin dalam kitabnya yang bernama Al-Badru Al-Munir Fi Takhriji Al-Ahadits Wa Al-Atsar Al-Waqi’ah Fi Asy-Syarhi Al-Kabir (juz 1 hlm 348-381)
ALHAMDULILLAH, SELESAI SYARAH HADIS PERTAMA