Soal:
Assalamu’alaikum
Bapak/Ibu yang saya hormati. Saya ingin bertanya..
Sebelum bertanya saya jelaskan dulu beberapa hal:
Jumlah Anggota Keluarga: 5 Orang
Ayah : masih ada
Ibu : Sudah meninggal (13 Juni 2015)
Anak L: 2 laki-laki, 1 Perempuan
Posisi penanya dalam keluarga ini: anak laki-laki
Seperti tertera di atas ibu saya telah meninggal pada bulan Juni tahun lalu dan meninggalkan 1 rumah yang didapatkan ketika menikah (gono-gini). Rumah tersebut sudah ada Akta Jual Beli atas nama Ayah dan Ibu saya.
Yang ingin ditanyakan:
1. Jika Ayah saya menikah lagi. Apakah ibu tiri saya akan mendapatkan bagian dari rumah yang ditinggalkan ibu kandung saya?
2. Jika Ayah saya menikah lagi, dengan posisi sebelum menikah, Akta Jual Beli rumah tersebut sudah dibalik namakan atas nama salah satu anak dari ibu kandung saya. Apakah ibu tiri saya akan mendapatkan bagian dari rumah yang ditinggalkan ibu kandung saya?
3. Sebelum meninggal ibu saya berpesan bahwa “Rumah ini hanya untuk anak-anak. Dan orang lain (ibu tiri) tidak boleh memiliki hak katas rumah tersebut, bahkan tidak boleh diam di rumah ini”. Apakah ini berpengaruh di mata hukum islam maupun hukum Negara?
4. Mohon penjelasannya menurut hukum islam maupun hukum Negara
Wassalamualaikum
Hikmat Fauzy
Jawab:
Wa’alaikumussalam warahmatullah wabaraktuh,
Bapak Hikmat Fauzy yang kami hormati, semoga Bapak dan keluarga dalam lindungan dan rahmat Allah SWT. Kami akan membantu menjelaskan pembagian waris berdasarkan data yang Bapak sampaikan. Mudah-mudahan bermanfaat…
Pada kasus yang bapak sampaikan, yang menjadi:
1. MUWARRIS/pewaris adalah istri (ibu kandung Bapak Hikmat Fauzy)
2. TARIKAH/harta warisan berupa nilai dari separuh rumah, karena berdasarkan apa yang Bapak sampaikan, rumah tersebut adalah milik ayah dan ibu sehingga yang menjadi harta warisan hanyalah separuhnya yaitu milik ibu saja, separuh milik ibu inilah yang akan dibagi sebagai harta waris kepada yang berhak. Adapun separuhnya lagi tetap menjadi milik ayah karena itu merupakan harta beliau dan tidak boleh dibagi sebagai harta warisan. Karena masih termasuk harta ayah, maka beliau boleh memanfaatkan/menggunakannya terserah beliau sebagai pemiliknya.
3. AHLI WARIS: yaitu yang berhak mendapatkan harta warisan, yakni suami (ayah kandung Bapak Hikmat Fauzy), 2 orang putra (Bapak Hikmat Fauzy dan saudara), serta satu putri (saudari Bapak Hikmat Fauzy). Adapun ibu tiri (istri baru ayah Bapak Hikmat Fauzy) bukan termasuk ahli waris karena ibu tiri tidak ada hubungannya dengan mayit/muwarris yakni ibu kandung Bapak. Karena itu ibu tiri tidak mendapat bagian apapun dari harta tinggalan mayit.
Andaikan ibu dan ayah mayit (kakek-nenek Bapak) masih hidup maka beliau berdua juga termasuk ahli waris dan mendapat bagian dari harta warisan. Jika ada harta lain dari mayit selain separuh rumah yang telah disampaikan maka itu juga termasuk harta warisan yang harus dibagi. Akan tetapi kami akan membantu menjelaskan pembagian harta warisan hanya berdasarkan data yang Bapak sampaikan saja. Mudah-mudahan bermanfaat bagi Bapak dan sekeluarga. Siapa saja yang termasuk ahli waris dan apa saja yang termasuk harta warisan bisa dibaca dalam artikel di web ini pada artikel ahlul faridhoh dan ‘ashobah
Berikut penjelasannya:
Dari ahli waris yang berhak yaitu suami, 2 putra dan 1 putri maka suami (ayah Bapak) berhak mendapat ¼ bagian, sedangkan semua sisanya untuk 2 putra dan 1 putri.
Suami mendapatkan bagian ¼ karena ada walad/anak. Allah berfirman:
وَلَكُمْ نِصْفُ مَا تَرَكَ أَزْوَاجُكُمْ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُنَّ وَلَدٌ فَإِنْ كَانَ لَهُنَّ وَلَدٌ فَلَكُمُ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْنَ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِينَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ } [النساء: 12]
Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. (an-nisa’: 12)
Ayat ini cukup jelas menunjukkan suami mendapatkan ¼ jika mayit punya walad/anak. Pada kasus ini, mayit memiliki 2 putra dan 1 putri. Artinya mayit punya walad/anak. Hal itu dikarenakan walad dalam bahasa arab bisa bermakna ibnun/putra atau bintun/putri, atau gabungan dari ibnun dan bintun tanpa membedakan berapapun jumlahnya. Oleh karena telah terealisasi syarat walad, maka suami hanya berhak mendapatkan 1/4 dari harta tinggalan mayit. Sisa harta waris sampai sini yang belum dibagi adalah ¾. Perlu kami sampaikan juga berdasarkan ayat di atas, harta tinggalan mayit boleh dibagi setelah hutang dan wasiat mayit dibayarkan jika mayit punya hutang dan atau wasiat. Sisa dari pembayaran hutang dan atau wasiat itulah yang murni menjadi harta warisan yang akan dibagi. Hal lain yang harus dibayarkan sebelum pembagian harta warisan adalah harta untuk keperluan penguburan mayit seperti pembelian kafan, pewangi, upah bagi yang memandikan, upah pemikul mayat, upah yang menggali kubur, seta upah yang menanamkan kuburan.
Adapun seorang putri (saudari Bapak), karena putri mewarisi bersama-sama dengan putra maka putri diashobahkan oleh putra. Mereka mendapatkan harta dengan pembagian cara TA’SHIB (laki-laki mendapatkan 2 kali bagian perempuan). Allah berfirman;
{يُوصِيكُمُ اللَّهُ فِي أَوْلَادِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْأُنْثَيَيْنِ} [النساء: 11]
Allah mensyari’atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan (An-Nisa: 11)
Ayat di atas menjelaskan perbandingan jatah anak lelaki dan perempuan tanpa menyebutkan bagian pasti yang tertentu/spesifik sebagaimana ahlul faridhoh seperti suami. Dengan demikian putri yang awalnya menjadi ahlul faridhoh/ada jatah tertentu berubah menjadi ashobah/mendapat sisa karena mewarisi bersama putra.
Karena ada 2 putra dan 1 putri maka pembagiannya adalah (2 x putra) + putri = (2×2) + 1 = 5. Sehingga masing-masing putra dapat 2/5 dari sisa (3/4) menjadi 2/5 x ¾ = 6/20 dan masing-masing putri dapat 1/5 dari sisa (3/4) menjadi 1/5 x ¾ = 3/20
Jatah riil:
Suami: 5/20 atau 25%
2 putra: 12/20 masing-masing mendapat 6/20 (masing-masing 30%)
1 putri: 3/20 (15%)
Jawaban pertanyaan:
1. Tanya: Jika Ayah saya menikah lagi. Apakah ibu tiri saya akan mendapatkan bagian dari rumah yang ditinggalkan ibu kandung saya?
Jawab: Ibu tiri tidak mendapat jatah apa-apa dari harta warisan karena bukan termasuk ahli waris sebagaimana yang telah kami jelaskan di atas.
2. Jika Ayah saya menikah lagi, dengan posisi sebelum menikah, Akta Jual Beli rumah tersebut sudah dibaliknamakan atas nama salah satu anak dari ibu kandung saya. Apakah ibu tiri saya akan mendapatkan bagian dari rumah yang ditinggalkan ibu kandung saya?
Jawab: Ada beberapa kondisi yang perlu kami sampaikan terkait balik nama akta jual beli tanah:
Pertama, jika balik nama dilakukan sebelum ibu meninggal maka harus ditanya pada ayah-ibu apakah balik-nama itu bermakna rumah diberikan/dihibahkan kepada salah satu anaknya tersebut. Jika bermakna hibah maka hibahnya sah walaupun belum dibuat Akta Hibahnya. Akan tetapi dalam hukum Islam, tidak bijak bagi orang tua memberikan harta hanya pada salah satu anaknya. Wallahu a’lam.
Kedua, jika balik nama dilakukan setelah ibu meninggal, (kami memahami balik nama tersebut dilakukan setelah ibu penanya meninggal berdasarkan redaksi penanya). Jika benar demikian maka balik nama hanya bermakna formalitas saja (karena pemilik rumah sudah meninggal), sehingga separuh rumah yang menjadi milik ibu tetap menjadi harta warisan yang harus dibagi walaupun pada aktanya bukan atas nama beliau. Adapun separuh rumah milik ayah, jika ayah memaksudkan balik nama bermakna pemberian/hibah maka separuh milik ayah sah menjadi milik anak yang tertera di akta yang sudah dibalik namakan karena ayah masih hidup walaupun belum dibuat Akta Hibahnya seperti penjelasan pertama. Jika ayah tidak memaksudkan hibah maka separuhnya tetap menjadi milik ayah yang boleh beliau manfaatkan terserah beliau termasuk jika diberikan kepada istri baru.
Ketiga, untuk ibu tiri, sudah kami jelaskan bukan termasuk ahli waris sehingga balik nama tidak berpengaruh. Ibu tiri hanya bisa mendapatkan rumah dari pemberian (akad hibah) ayah Bapak Hikmat Fauzy, bukan dari warisan tinggalan ibu kandung Bapak.
3. Tanya: Sebelum meninggal ibu saya berpesan bahwa “Rumah ini hanya untuk anak-anak. Dan orang lain (ibu tiri) tidak boleh memiliki hak atas rumah tersebut, bahkan tidak boleh diam di rumah ini”. Apakah ini berpengaruh di mata hukum islam maupun hukum Negara?
Jawab:
Pesan pewaris berkaitan dengan hartanya sebelum beliau meninggal itulah yang disebut wasiat, wasiat tidak sah jika diperuntukkan untuk ahli waris. RRasulullah Shallallhu ‘alaihi wa sallam bersabda:
سنن أبى داود – م (3/ 73)
عَنْ شُرَحْبِيلَ بْنِ مُسْلِمٍ سَمِعْتُ أَبَا أُمَامَةَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَعْطَى كُلَّ ذِى حَقٍّ حَقَّهُ فَلاَ وَصِيَّةَ لِوَارِثٍ ».
Dari Syurahbil bin Muslim, aku mendengar Abu Umamah mengatakan, aku mendengar Rasulullah Shallallhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “sesungguhnya Allah telah memberi setiap yang memiliki hak itu haknya, maka tidak ada wasiat bagi ahli waris”. (HR. Abu Dawud)
Jadi walapun pewaris (ibu penanya) berwasiat rumah hanya untuk anak-anaknya (bukan ibu tiri) maka wasiat tersebut tidak sah, dan secara hukum waris islam, anak memanglah ahli waris yang berhak atas harta peninggalan mayit. Ibu tiri bisa mendapatkan rumah atau tinggal di dalamnya hanyalah dari jalan izin/pemberian ayah Bapak.
Bagaimana dengan hukum Negara? Dalam hukum Negara, waris diatur dalam KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Perdata) walaupun pada pasal-pasalnya tidak dirinci. Apakah balik nama berpengaruh? Mohon maaf fokus kami adalah penjelasan hukum waris islam, jadi hukum negara sebaiknya ditanyakan kepada konsultan hukum negara).
4. Tanya: Mohon penjelasannya menurut hukum islam maupun hukum Negara.
Jawab:
Telah kami jelaskan pembagiannya secara detail menurut hukum Islam. Adapun menurut hukum Negara, maka sesungguhnya Allah mengharamkan pembagian waris dengan hukum selain hukum Islam. Allah menyebut pembagian waris sebagai HUDUDULLAH (batas-batas Allah/ketentuan-ketentuan Allah) dan Allah memberi ancaman bagi yang mengabaikannya apalagi berhukum bukan dengan hukumNya. Allah berfirman:
{تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ يُدْخِلْهُ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ (13) وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَتَعَدَّ حُدُودَهُ يُدْخِلْهُ نَارًا خَالِدًا فِيهَا وَلَهُ عَذَابٌ مُهِينٌ} [النساء: 13، 14]
3. (Hukum-hukum tersebut) itu adalah batas-batas dari Allah. Barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya kedalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah kemenangan yang besar. 14. Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar batas-batasNya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan. (An Nisa: 13-14)
Allah akan meminta pertanggungjawaban kita di akhirat tentang semua yang kita lakukan di dunia:
{فَوَرَبِّكَ لَنَسْأَلَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ (92) عَمَّا كَانُوا يَعْمَلُونَ} [الحجر: 92، 93]
Maka demi Tuhanmu, Aku akan benar-benar menanyai mereka semuanya (92) tentang apa yang mereka kerjakan (93) [Al Hijr 92-93)
{فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ (7) وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ } [الزلزلة: 7، 8]
Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula. (Az Zalzalah 7-8)
Termasuk akan menanyai kita tentang harta yang kita peroleh, apakah dari jalan halal seperti warisan (secara Islam) ataukah jalan haram:
سنن الترمذى (8/ 443)
عَنْ أَبِي بَرْزَةَ الْأَسْلَمِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمُرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ عِلْمِهِ فِيمَ فَعَلَ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَ أَنْفَقَهُ وَعَنْ جِسْمِهِ فِيمَ أَبْلَاهُ
Dari Abu Barzah Al Aslamiy beliau mengatakan, Rasulullah Shallallahu ‘alaihin wa sallam bersabda, “tidak akan bergeser kedua kaki seorang hamba pada hari kiamat nanti sampai ia ditanya tentang umurnya untuk apa dia gunakan, dan tentang ilmunya sejauh apa dia berbuat dengannya, dan tentang hartanya darimana ia memperolehnya, dan tentang tubuhnya untuk apa dia gunakan. (HR Tirmidzi)
Wallahu a’lam.
Dijawab oleh: Ely Suryani
4 Comments
Andi asmar
Ibu kandung saya sdah meninggal dan ayah saya masih hidup. Semasa hidup, ibu saya bersama-sama ayah saya memiliki tanah seluas 15 Ha. Pembagiannya seperti dan ayah saya sudah menikah lagi
Admin
Tanah 15 Ha itu separuhnya hak ayah.
Lalu separuhnya lagi dibagi2 berdasarkan hukum waris
Ayah mendapatkan ¼ dari warisan
Sisanya untuk anak.
Fatim
Ayah dan ibu saya mempunyai sebuah rumah.ibu saya kemudian meninggal.dan ayah saya menikah lagi dan tinggal dirumah itu.
Setelah menikh 5 tahun ayah saya meninggal..pertanyaan saya apakah ibu tiri mendapatkan bagian dari rumah itu..padahal rumah itu hasil kerja dari ayah dan ibu saya..
Admin
Jika benar rumah tersebut hasil kerja ayah dan ibu, berarti hak ayah adalah 50% dan hak ibu juga 50%. Saat ibu wafat, ayah berhak warisan dari hak ibu.
Adapun istri baru ayah, maka beliau hanya berhak 1/8 dari harta ayah saja. Bukan dari seluruh rumah. Wallāhua‘lam.