PERTANYAAN
Bismillah.
Bapak wafat pada Juli 2011, Sampai sekarang warisan belum dibagi karena menjaga perasaan ibu.
Bapak wafat Meninggalkan :
1. Istri SUCI
2. Putri ITA
3. Putri RIA
4. Putra FADHLI
5. Putri INAN
Penanya : Putra FADHLI
Harta peninggalan :
1. Rumah in syaa Allah seluas 300m / harga perMeter in syaa Allah sekitar Rp.4.000.000
2. Rumah in syaa Allah seluas 350m / harga perMeter in syaa Allah sekitar Rp.4.000.000
3. Mobil seharga 250 Juta
4. Tanah ( Maaf saya lupa mengenai luasnya ) in syaa Allah apabila dijual seharga Rp. 1.2 M
5. Tanah seluas 2000m / harga perMeter in syaa Allah sekitar Rp.2.000.000
6. Alat Medis yang kini beroperasi di salah satu RS islam seharga 500 Juta. Setiap bulannya menghasilkan sekitar Rp.20.000.000
7. Saham di salah satu biro perjalanan haji sebesar 30% atau sama dengan 1.500 lembar.
Wasiat sepengetahuan saya in syaa Allah tidak ada.
Hutang tidak ada.
Pertanyaan :
1. Apakah hukumnya menunda pembagian warisan setelah bapak wafat ?
2. Bagaimana perhitungan warisan keluarga saya menurut ilmu fara’idh ?
3. Pada waktu bapak wafat, putri INAN sedang kuliah kedokteran. Sampai saat ini INAN belum menikah. Pertanyaan saya: Apakah membiayai INAN sampai lulus kedokteran merupakan hutang alm. Bapak ?
4. Siapa yang seharusnya menanggung biaya sekolah dan biaya pernikahan INAN ?
5. Apabila INAN ingin mangambil sekolah Spesialis dan pada waktu itu INAN sudah menikah. Siapa yang harus menanggung biayanya ?
6. Ibu berkendak akan memberikan salah satu tanah warisan alm. bapak untuk persiapan sekolah dan biaya pernikahan. Apakah itu diperbolehkan ?
Jazakumullahu khoiron katsiron.
JAWABAN:
Bismillah washolatu wasalamu ‘ala Rasulillah..
Alhamdulillah atas limpahan ni’mat-Nya, terutama ni’mat iman. Karena dengan iman, kita bisa mengarahkan segala aktivitas amal hanya karena Allah semata. Sehingga tidak ada satupun amal yang sia-sia. Semoga rahmat Allah senantiasa tercurahkan kepada Pak Fadhli sekeluarga.
Kami akan membantu menjawab pertanyaan yang Pak Fadhli ajukan berdasarkan hukum waris Islam.
MUWARIST
Muwarrist/yang meninggalkan harta warisan adalah bapak dari Pak Fadhli
AHLI WARIS
Mayit (Bapak dari Pak Fadhli) meninggalkan:
1 orang istri, yaitu Ibu SUCI
1 orang putra, yaitu FADHLI (penanya)
3 orang putri, yaitu ITA, RIA, INAN
TARIKAH
Tarikah/harta warisan yang ditinggalkan oleh almarhum berupa:
1. 2 buah rumah senilai:
Rp 4.000.000,00 × 300 = Rp 1.200.000.000,00
Rp 4.000.000,00 × 350 = Rp 1.400.000.000,00
Total = Rp 2.600.000.000,00
2. Mobil senilai Rp 250.000.000,00
3. Tanah senilai Rp 1.200.000.000,00
4. Tanah senilai:
Rp 2.000.000,00 × 2.000 = Rp 4.000.000.000,00
5. Alat Medis senilai Rp 500.000.000,00
Setiap bulan menghasilkan Rp 20.000.000,00/bulan
6. Saham di salah satu biro perjalanan haji sebesar 30% atau sama dengan 1.500 lembar.
Untuk memudahkan penghitungan, maka harta ini dibagi menjadi tiga kelompok:
1. Rumah, tanah, dan mobil dengan nilai seluruhnya: Rp 8.050.000.000,00
2. Alat Medis senilai Rp 500.000.000,00. Setiap bulan menghasilkan Rp 20.000.000,00/bulan
3. Saham di salah satu biro perjalanan haji sebesar 30% atau sama dengan 1.500 lembar.
Asumsinya sudah tidak ada lagi harta gono-gini. Jika pun masih ada, maka harta gono-gini tersebut harus segera diperjelas berapa saja milik almarhum.
PENGHITUNGAN
Istri
Istri merupakan ahli waris dari kelompok ahlul faridhoh aqwiya’ (ahli waris kuat, pasti dapat jatah waris). Dikatakan ahlul faridhoh karena istri mendapatkan jatah waris tertentu atau jatahnya disebutkan oleh nash. Ahlul faridhoh aqwiya’artinya ahlul farhidoh yang pasti mendapatkan harta waris. Nah, dalam Al-Qurán dinyatakan bahwa istri mendapatkan 1/8 dari harta waris karena almarhum meninggalkan anak:
Artinya:
“Dan bagi mereka (istri-istri kalian) adalah seperempat dari apa yang kalian tinggalkan jika kalian tidak punya anak. Jika kalian punya anak maka bagi mereka adalah seperdelapan dari apa yang kalian tinggalkan setelah ditunaikan wasiat yang mereka berwasiat dengannya, atau pelunasan hutang” (An-Nisa: 12).
1 Putra dan 3 Putri
Putra merupakan ahli waris dari kelompok ashobah bunuwwah aqwiya’. Dikatakan ashobah karena jatah untuk putra tidak ditentukan oleh nash. Ashobah bunuwwah maksudnya, putra merupakan ahli waris karena faktor keputraan. Jadi, putra merupakan ahli waris yang pasti mendapatkan harta warisan, hanya saja tidak tentu berapa jatahnya. Sehingga, putra mendapatkan sisa harta setelah diberikan kepada istri. Sedangkan putri merupakan ahlul faridhoh aqwiya’sebagaimana istri. Akan tetapi, karena ada putra yang menyertainya, maka putri bersama-sama putra menjadi ashobah. Itu artinya, putri juga mendapatkan sisa dari harta waris bersama putra, dengan ketentuan bagian untuk putra adalah dua kali bagian untuk putri. Dalilnya adalah surah An-Nisa:11:
Artinya:
“Allah berwasiat kepada kalian berkaitan dengan anak-anak kalian bagi laki-laki seperti dua bagaian perempuan” (An-Nisa: 11).
Penghitungannya adalah sebagai berikut:
Sisa harta setelah diberikan istri:
1 – 1/ 8 = 7/8
Sisa diberikan untuk 1 putra dan 3 putri:
7/8 ÷ (2 x 1 + 3.1) = 7/8 ÷ 5 = 7/8 x 1/5 = 7/40
Ini merupakan bagian untuk satu orang putri
Jatah untuk putra adalah dua kali putri: 2 × 7/40 = 14/40
Untuk memudahkan penghitungan, maka disamakan penyebutnya. Sehingga jatah untuk masing-masing ahli waris adalah:
1. Istri SUCI = 1/8 = 5/40 = 12,5%
2. Putri ITA = 7/40 = 17,5%
3. Putri RIA = 7/40 = 17,5%
4. Putra FADHLI = 14/40 = 35%
5. Putri INAN = 7/40 = 17,5%
Dengan demikian, jatah riil untuk masing-masing ahli waris berdasarkan total nilai rumah, tanah, dan mobil adalah:
1. Istri Suci Rp 1.006.250.000,00
2. Putri ITA Rp 1.408.750.000,00
3. Putri RIA Rp 1.408.750.000,00
4. Putra Fadhli Rp 2.817.500.000,00
5. Putri INAN Rp 1.408.750.000,00
Untuk alat medis, maka ini jenis harta yang terus mengalami pertambahan. Karenanya, setiap keuntungan yang dihasilkan, maka itu dihitung sebagai harta warisan yang harus dibagi. Jika keuntungan sebesar 20 juta misalnya, maka harta tersebut dibagi berdasarkan prosentase yang telah kami jelaskan, yaitu:
1. Istri SUCI = 12,5% dari 20 juta
2. Putri ITA = 17,5% dari 20 juta
3. Putri RIA = 17,5% dari 20 juta
4. Putra FADHLI = 35% dari 20 juta
5. Putri INAN = 17,5% dari 20 juta
Jika alat medis tersebut dijual, maka nilai jualnya juga langsung dibagi sesuai prosentase di atas.
Untuk saham, ketentuannya mirip dengan alat medis. Dengan makna:
*Jika saham tersebut menghasikan uang riil yang jelas bisa dibagi, maka keuntungan saham tersebut dibagi berdasarkan prosentase di atas
*Jika saham tersebut dijual, maka hasil penjualan saham juga dibagi berdasarkan prosentase di atas.
Jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan dari Pak Fadhli:
1. Apakah hukumnya menunda pembagian warisan setelah bapak wafat ?
Tidak boleh, karena setiap ahli waris berhak mengambil bagian warisan untuknya. Lagi pula, menunda-nunda pembagian warisan apalagi sampai bertahun-tahun hanya akan menimbulkan kemudhorotan, misalnya rusaknya harta, semakin berkurangnya nilai harta, juga berpotensi semakin mempersulit perhitungan. Bisanya perhitungan akan semakin rumit jika ada ahli waris yang belum mengambil bagian warisnya, namun ia sudah meninggal terlebih dahulu. Dikhawatirkan pula, ada ahli waris yang tidak ridho atau ingin segera mengambil apa yang sudah menjadi haknya. Bukankah ini sama saja dengan melalaikan hukum Allah dan akhirnya juga mendzolimi yang lain? Padahal melalaikan hukum Allah memiliki konsekuensi yang sangat berat. Allah subhanahu wata’ala berfirman:
Artinya:
“Itulah batas-batas Allah. Barangsiapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya maka Allah pasti akan memasukkannya ke dalam surga yang mengalir dari bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya dan itu adalah kemenangan yang agung. Dan barangsiapa membangkang kepada Allah dan Rasul-Nya dan melanggar batas-batasnya, maka Ia akan memasukkannya ke dalam neraka, dia kekal di dalamnya, dan baginya siksa yang menghinakan.” (An-Nisa 13-14).
Pada dua ayat sebelumnya, Allah menjelaskan bagian-bagian waris secara detail. Setelah itu, Allah menjelaskan balasan bagi orang-orang yang taat (menaati ketentuan-ketentuan Allah tentang pembagian harta waris), yakni surga. Sedangkan pada ayat ke-14, Allah menjelaskan balasan kepada orang-orang yang melanggar hukum Allah, yakni neraka.
Jika semua sepakat untuk di tunda, maka hal tersebut tidak masalah. Tetapi jika ada satu saja yang meminta pembagian, maka saat itu juga wajib dibagi tanpa memperhatikan perasaan ahli waris yang lain. Jadi, alangkah baiknya Pak Fadhli menjelaskan kepada ibu dengan baik dan bijak bahwa aktivitas pembagian harta waris merupakan amal sholih dan segera membagi harta waris merupakan perintah Allah. Semoga ibu Pak Fadhli paham sehingga tidak ada perasaan sedih, sakit hati, atau semisalnya.
2. Bagaimana perhitungan warisan keluarga saya menurut ilmu fara’idh ?
Ini sudah dijawab dengan perhitungan di atas.
3. Pada waktu bapak wafat, putri INAN sedang kuliah kedokteran. Sampai saat ini INAN belum menikah. Pertanyaan saya: Apakah membiayai INAN sampai lulus kedokteran merupakan hutang alm. Bapak ?
Tentu saja tidak. Bisa saja almarhum bertekad membiayai INAN hingga lulus kuliah, atau hingga mengambil spesialis bahkan hingga menikah, dan sebagainya. Akan tetapi itu tidak bisa dianggap hutang. Benar bahwa itu semua merupakan kewajiban almarhum selama almarhum masih hidup. Namun, karena almarhum sudah meninggal, maka putuslah segala sesuatu yang membersamainya ketika beliau masih hidup.
4. Siapa yang seharusnya menanggung biaya sekolah dan biaya pernikahan INAN ?
Tentu saja walinya. Adapun urutan wali adalah sebagai berikut:
1. Ayah
2. Ayahnya ayah terus ke atas
3. Putra
4. Putranya putra terus ke bawah
5. Saudara kandung
6. Putra saudara kandung
7. Putranya putra saudara kandung terus ke bawah
8. Saudara seayah
9. Putra saudara seayah
10. Putranya putra saudara seayah terus ke bawah
11. Saudara ayah sekandung (paman)
12. Putranya paman
13. Putranya putra paman terus ke bawah
14. Saudara seayah (paman seayah)
15. Putranya paman seayah terus ke bawah
16. Pamannya ayah (sekandung)
17. Putranya pamannya ayah terus ke bawah
Oleh karena posisi ayah sudah tiada, maka akan dilimpahkan kepada wali selanjutnya. Berdasarkan data yang Pak Fadhli sampaikan kepada kami, wali yang paling dekat dengan INAN adalah Pak Fadhli sendiri sebagai saudara kandung. Jadi, status Pak Fadhli adalah wali dari ketiga saudari Pak Fadhli. Sehingga, Pak Fadhli lah yang menanggung biaya INAN. Inilah diantara hikmah kenapa laki-laki dalam sistem waris Islam mendapatkan bagin dua kali perempuan. Karena laki-laki masih wajib menanggung nafkah saudaranya.
5. Apabila INAN ingin mangambil sekolah Spesialis dan pada waktu itu INAN sudah menikah. Siapa yang harus menanggung biayanya ?
Jika sudah menikah, maka yang menanggung adalah suaminya.
6. Ibu berkendak akan memberikan salah satu tanah warisan alm. bapak untuk persiapan sekolah dan biaya pernikahan. Apakah itu diperbolehkan ?
Jika harta tersebut belum dibagikan kepada ahli waris, maka tidak diperbolehkan. Akan tetapi jika setelah harta dibagikan, kemudian Ibu Pak Fadhli mengeluarkan hartanya untuk biaya sekolah dan biaya pernikahan (yang kami pahami adalah putri INAN), maka hal tersebut boleh, bahkan menjadi amal sholih bagi Ibu Pak Fadhli. Tetapi jika semua saudara sepakat diambilkan dari tanah itu, maka itu juga boleh karena bermakna semua saudara rela memberikan bagian warisnya untuk salah satu saudarinya.
Wallahu a’lam.
Dijawab oleh Fathimah Ummu Huwaira