Oleh : Ust. Muafa
Makna bahasa dhobth (الضبط) adalah hifzhu asy-syai-‘ bil hazmi (menjaga sesuatu secara ketat). Dalam ilmu khoth/rosm-imla’ secara mudah dhobth bisa diartikan sebagai “Aktivitas memberi harokat dan titik pada sebuah kata secara tepat”. Pengertian ini masih terkait dengan makna bahasanya, karena tujuan orang memberi harokat dan titik adalah untuk menjaga kesalahan pelafalan yang mengakibatkan kesalahan dalam makna. Nama lain dhobth adalah syakl (الشكل) atau tasykil (التشكيل).
Jadi, jika kita membaca dalam kitab terkait pembahasan bahasa, fikih, hadis, tafsir dan tema-tema semakna yang menyebut istilah dhobth, maka maksudnya adalah pembahasan tentang pengharokatan dan pemberian titik sejumlah lafaz yang dimungkinkan keliru dibaca.
Pembahasan dhobth ini penting karena sejumlah lafaz hanya bisa diketahui dengan cara hapalan, tidak cukup mengandalkan pengetahuan nahwu dan sharaf. Pembahasan dhobth juga penting karena ada sejumlah lafaz yang mungkin dibaca dengan dua cara sementara maknanya berlainan. Memastikan cara membaca akan membantu dalam penafsiran yang lebih tepat.
Obyek dhobth yang terpenting ada dua yaitu, pertama: isim ‘alam (اسْمُ الْعَلَمِ) (kata benda untuk nama/identitas) dan kalimah/kata (الكلمة) selain isim alam.
Kalimah/kata Arab yang perlu didhobth umumnya adalah fi’il dan isim-isim tertentu. Untuk fi’il, biasanya yang perlu didobth adalah fi’il madhi yang terdiri dari tiga huruf dan bentuk mudhori’nya. Fi’il madhi yang jumlah huruf aslinya tiga, ada tiga kemungkinan cara membaca yaitu berwazan fa’ala (فَعَلَ), fa’ila (فَعِلَ) ataukah fa’ula (فَعُلَ). Penentuan salah satu wazan ini tidak bisa ditentukan sembarangan tetapi harus berdasarkan penelitian pada cara pelafalan yang dipakai oleh kabilah-kabilah Arab fasih. Bentuk mudhori’ dari fi’il madhi yang jumlah hurufnya tiga juga tidak bisa ditentukan sembarangan karena ‘ain fi’ilnya ditentukan dengan penelitian dan sama’ (السماع). Adapun fi’il madhi yang komposisi hurufnya lebih dari tiga termasuk bentuk mudhori’nya, secara umum tidak terlalu menimbulkan masalah dari sisi dhobth karena cukup ditentukan dengan cara qiyas (analogi) mengikuti wazan-wazan tertentu.
Untuk isim, biasanya yang perlu didhobth adalah isim-isim jamid, bentuk jamak taksir, bentuk mubalaghoh dan sighat-sighat yang memungkinkan dibaca secara keliru.
Menyelesaikan dhobth kalimah relatif mudah, karena cukup dengan pengetahuan ilmu nahwu, shorof dan pengetahuan teknik mencari informasi dalam kamus Arab induk, insya Allah problem dhobth sudah terpecahkan.
Untuk dhobth isim alam yang manqul (المنقول) juga relatif mudah, karena cukup mengikuti wazan shorof tertentu. Seperi nama Ahmad misalnya. Kata ini sesungguhnya mengikuti wazan fi’il mudhori’ dari kata hamida-yahmadu-ahmadu. Isim alam jenis ini dinamakan isim alam manqul karena sifatnya “dipindahkan” dari lafaz bahasa “reguler”.
Dhobth yang lebih sulit adalah jika isim alamnya murtajal (المرتجل). Seperti kata (القنوجي) yang mungkin saja dibaca Al-Qonuji Atau Al-Qunuji dan lain-lain, tetapi ternyata cara membacanya adalah Al-Qinnauji. Nama (الفيومي) bisa dibaca al-fayaumi, al-fuyumi dan lain-lain, tetapi ternyata cara membacanya adalah Al-Fayyumi. Sebuah sumur di zaman nabi ditulis (البضاعة). Lafaz ini bisa dibaca Badho’ah, Bidho’ah, Budho’ah dan ternyata cara melafalkan yang masyhur adalah Budho’ah.
Bagaimanakah cara menetapkan dhobth isim ‘alam secara tepat?
Agar dhobth isim alam bisa dilakukan secara akurat, maka perlu diteliti kondisi-kondisi isim alam itu seperti apa.
Jika isim alam itu terkait nisbat ke nama kabilah, maka bisa bertumpu pada kitab-kitab nasab, misalnya kitab Al-Ansab karya As-Sam’ani.
Jika isim alam itu terkait nisbat ke tempat, maka bisa memanfaatkan kitab-kitab geografi seperti Mu’jam Al-Buldan karya Al-Hamawi.
Jika isim alam itu terkait nisbat ke hirfah (profesi), maka cukup pengetahuan ilmu shorof untuk mendhobth, yakni mengandalkan pengetahuan terkait konsep nisbah.
Jika diserap dari bahasa lokal, maka penjelasan shohibul lughoh yang harus menjadi tumpuan. Shohibul lughoh sendiri kadang-kadang pelafalannya bisa ikhtilaf, karena itu tidak heran nama-nama besar seperti At-Tirmidzi, As-Suyuthi, At-Tarmasi, Ibnu Roslan dan lain-lain diriwayatkan lebih dari satu cara pelafalan.
Selain pengetahuan terhadap kondisi-kondisi isim ‘alam, untuk dhobth juga memerlukan pengetahuan terkait istilah-istilah yang dipakai ulama pada saat membahas dhobth misalanya istilah mu’jam (bertitik), muhmal (tidak bertitik), musyaddad (ditasydid), mukhoffaf (tidak ditasydid), mutsanna (bertitik dua), muwahhad (bertitik satu), mutsallats (bertitik tiga), tahtiyyah (titik di bawah huruf), fauqiyyah (titik di atas huruf) dan lain-lain.
Cara lain yang paling aman jika tidak ingin berpayah-payah menyelidiki sendiri dhobth tiap isim ‘alam adalah dengan bertaklid kepada ulama yang menyinggung bahasan itu. Biasanya, di antara sumber-sumber mengetahui dhobth adalah bahasan terserak-serak pada kitab-kitab syarah, baik itu syarah hadis maupun syarah matan/mukhtashor tertentu.
Kitab-kitab biografi ulama juga sangat bagus dimanfatkan, seperti “Siyaru A’lami An-Nubala” karya Adz-Dzahabi, “Ad-Dhou-Al-Lami’” karya As-Sakhowi, “Syadzarotu Adz-Dzahab” karya Ibnu Al-‘Imad, “Wafayatu Al-A’yan” karya Ibnu Khollikan, “Al-A’lam” karya Az-Zirikli, dan juga kitab-kitab thobaqot ulama.
Kamus-kamus bahasa yang bersifat syarah juga bermanfaat sebagai sumber untuk mengetahui dhobth, misalnya seperti kamus Taju Al-‘Arus min Jawahiri Al-Qomus karya Murtadho Az-Zabidi (yang mensyarah kamus berjudul Al-Qomus Al-Muhith karya Al-Firuza Abadi). Termasuk juga kitab-kitab syarah untuk istilah dan tokoh fikih seperti “Al-Mishbah Al-Munir” karya Al-Fayyumi, “Tahdzibu Al-Asma Wa Al-Lughot” karya An-Nawawi, dan kitab-kitab “Ghoribul Hadits”
Di antara kitab bagus yang membahas tentang dhobth isim alam secara khusus dan spesifik dengan pembahasan yang luas dan mendalam adalah kitab “Dhobthu Al-A’lam” karya Ahmad Taimur Basya.
Demikianlah pembahasan dhobth. Jika ada pelajar, dai, atau ustadz, atau ulama di zaman sekarang yang melakukan kesalahan dalam menentukan dhobth sebuah lafaz, maka hal ini sangat dimaklumi, karena zaman kita tidak seperti zaman dulu yang mana perhatian kaum muslimin terhadap dhobth lafaz sangat tinggi, terutama di zaman periwayatan hadis. Selama setiap orang selalu berusaha menyelediki semampu mungkin melakukan dhobth yang akurat dan siap dikoreksi jika ditemukan koreksi yang memiliki dasar maka kesalahan dhobth pada lafaz akan semakin sedikit.
Berikut ini daftar artikel yang pernah saya tulis yang terkait dengan dhobth lafaz,
“Ishaq Bin Rohawaih Ataukah Ishaq Bin Rohuyah? ”
“Said Bin Al-Musayyab Ataukah Said Bin Al-Musayyib? ”
“Al-Ghozali Ataukah Al-Ghozzali? ”
“Silaturrahim Atau Silaturahmi?”
“Muhrim Atau Mahram?
Zakat Fitrah Ataukah Zakat Fitri?”
“Al-Hasan Al-Bashri Ataukah Al-Hasan Al-Bishri?”
“Bagaimana Cara Membaca الزركلي ?”
“Asy-Syarbini Ataukah Asy-Syirbini?”