Oleh : Ust. Muafa
Menurut Ibnu Ash-Sholah (w.643 H) yang diikuti An-Nawawi (w.676 H), berdasarkan kemampuan ijtihad dan kedalaman ilmu, para ulama di kalangan Asy-Syafi’iyyah dibagi ke dalam lima tingkatan yaitu,
1. Mujtahid Muthlaq (المجتهد المطلق)
2. Mujtahid Muntasib (المجتهد المنتسب)
3. Mujtahid Madzhab (مجتهد المذهب)
4. Mujtahid Fatwa Wa Tarjih (مجتهد الفتوى والترجيح)
5. Hafizh Madzhab (حافظ المذهب)
Mujtahid muthlaq bisa disebut juga mujtahid mustaqill (mujtahid independen). Mujtahid di tingkat ini independen dalam ushul, furu’ dan metode ijtihad. Beliau tidak bernisbat pada siapapun dan tidak bertaklid kepada siapapun. Beliau bisa menyimpulkan hukum langsung dari dalil melalui kaidah yang dirumuskannya. Jika ijtihadnya sama dengan imam lain, maka itu bukan taklid tapi muwafaqoh ijtihad lil ijtihad (ijtihad yang “kebetulan” sama dengan ijtihad lain). Syarat tingkatan ini, mengetahui Al-Qur’an dengan segala cabang ilmunya, mengetahui hadis dan ilmu-ilmunya, mengetahui ilmu ijma’, mengetahui ilmu khilaf, mengetahui ushul fikih, dan menguasai bahasa Arab. Contoh mujtahid muthlaq adalah Imam Asy-Syafi’i.
Mujtahid muntasib tingkatannya di bawah mujtahid muthlaq. Mujtahid dalam tingkatan ini memproduksi hukum memakai kaidah ushul fikih mujtahid muthlaq yang diikutinya, tetapi tidak bertaklid pada imamnya baik dalam hukum fikih maupun dalil. Yang diikuti dari sang imam hanya metode ijtihadnya. Karenanya, terkadang pendapatnya sama dengan imam, terkadang berbeda. Mujtahid muntasib mengambil hukum syara’ setelah meneliti dalil, bukan langsung mengikuti pendapat imamnya. Syarat mujtahid muntasib sama dengan mujtahid muthlaq, hanya saja mereka tidak merumuskan ushul fikih sendiri, tetapi mengikuti ushul orang lain. Contoh mujtahid muntasib dalam madzhab Asy-Syafi’i adalah Ishaq bin Rohawaih, Abu Tsaur, Ibnu Al-Mundzir, Ibnu Khuzaimah, dan Abu Jarir Ath-Thobari.
Mujtahid madzhab bisa disebut juga mujtahid muqoyyad (المجتهد المقيد). Mujtahid dalam tingkatan ini tidak mencapai derajat mujtahid muthlaq dan tidak juga mujtahid muntasib, tetapi level keilmuannya mampu membuatnya memahami hakikat persoalan baru yang muncul dan sanggup menghukumi berdasarkan kaidah imam madzhabnya. Mujtahid jenis ini mengikuti imam madzhab baik dalam metode ijtihad (ushul) maupun hukum rincian (furu’). Mereka mampu menghukumi persoalan baru yang muncul yang belum sempat terbahas oleh imam madzhab berdasarkan kaidah ijihad imam madzhab. Syarat mujtahid dalam tingkatan ini adalah mengetahui fikih, ushul fikih, dalil-dalilnya dan kaidah imamnya dalam berijtihad. Hasil ijtihad mujtahid tingkatan ini disebut dengan istilah wujuh (الوجوه), sehingga mereka dikenal dengan sebutan ashhabul wujuh (أصحاب الوجوه). Kadang-kadang mujtahid madzhab memiliki ikhtiyarot sendiri (untuk memahami konsepsi ikhtiyarot bisa dibaca artikel saya yang berjudul “Makna Ikhtiyarot/Mukhtarot Dalam Istilah Fikih”), tetapi jumlahnya sangat sedikit. Contoh mujtahid madzhab dalam madzhab Asy-Syafi’i adalah Al-Buwaithi, Ar-Robi’ Al-Murodi, Al-Muzani, Al-Qoffal, Ibnu Al-Qosh, dan Abu Hamid Al-Isfaroyini (untuk mengetahui beliau sedikit lebih panjang bisa dibaca tulisan saya yang berjudul “Asy-Syafi’i Junior”). Nama-nama mereka lebih banyak bisa dilacak lebih detail pada kitab Ar-Rofi’i yang bernama “Al-Fathu Al-‘Aziz/Asy-Syarhu Al-Kabir” dan kitab An-Nawawi yang bernama “Roudhotu Ath-Tholibin”.
Mujtahid Fatwa Wa Tarjih berada di bawah mujtahid madzhab. Mujtahid dalam tingkatan ini tidak membiasakan diri dengan istinbath memakai ushul fikih imam madzhab. Hanya saja mereka menguasai pendapat madzhab, menguasai wujuh, mengetahui ta’lilatnya dan dalil-dalilnya. Mereka menguasai madzhab dan bisa mentarjih berbagai ragam pendapat dalam internal madzhab. Syarat mujtahid ini adalah menghapal madzhab imamnya, mengerti dalil-dalilnya, memahami ushul fikih dan bahasa Arab. Mayoritas muta-akhirin sampai akhir abad ke empat masuk ke dalam tingkatan ini. Contoh mujtahid yang termasuk dalam kelompok ini adalah Al-Mawardi, Abu Ath-Thoyyib Ath-Thobari, Imamul Haromain Al-Juwaini, Asy-Syirozi, Ar-Ruyani, dan Asy-Syaikhan; Ar-Rofi’i dan An-Nawawi.
Hafizh Madzhab disebut juga Naqil Madzhab. Perannya adalah menghapal madzhab, memahaminya, menukilnya dan mengurai masalah-masalah pelik. Tumpuannya hanya pada nushush madzhab baik nushush tersebut berasal dari imam madzhab, ashabul wujuh maupun mujtahid tarjih.
Sebagian peneliti ada yang menjadikan tingkatan ulama dalam madzhab Asy-Syafi’i menjadi enam tingkatan. Kategori yang “dipecah” adalah tingkatan mujtahid fatwa. Dalam pendapat ini, mujtahid fatwa menjadi dua yaitu mujtahid fatwa dan mujtahid tarjih. Mujtahid fatwa adalah seperti Asy-Syaikhan sementara mujtahid tarjih adalah seperti Al-Isnawi dan para peneliti tarjih Asy-Syaikhan seperti Zakariyya Al-Anshori, Ibnu Hajar Al-Haitami dan Syamsuddin Ar-Romli.
Wallahua’lam.
اللهم اجعلنا من محبي العلماء الصالحين