PERTANYAAN
Assalaamu’alaikum Ustadz, saat wudhu untuk shalat saya suka langsung dari kran (tanpa selang). Sebagian air bekas wudhu mengalir ke bak, kecuali air bekas madhmadhah (berkumur) dan istinsyaq (menghirup air dengan hidung). Nah air di bak tersebut apakah menjadi musta’mal atau tidak? NB: Ukuran baknya 55x55x60 cm3..(Mulyadin)
JAWABAN
Oleh : Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin)
Wa’alaikumussalam Warohmatullah.
Jika air sudah mencapai ukuran dua qullah, maka meskipun terkena najis statusnya tetap suci selama sifat-sifat air tidak berubah.
Jika air ukuran 2 qullah tersebut terkena air musta’mal, maka lebih utama dipahami tetap suci (min bab aula).
Adapun konversi ukuran 2 Qullah ke ukuran liter, ada sejumlah perbedaan pendapat.
Rowwas Qol’ahji dkk berpendapat 2 Qullah itu setara dengan 321 liter.
Wahbah Az-Zuhaili berpendapat 2 Qullah itu setara dengan 270 liter.
Rifa’i berpendapat 2 Qullah itu setara dengan 216 liter.
Adapula yang berpendapat 2 Qullah itu setara dengan 198,857 liter.
Jika ukuran liter ini dibuatkan bak air berbetuk kubus, maka panjang sisi-sisinya berturut-turut adalah sebagai berikut,
321 liter = 68,470 cm,
270 liter = 64,633 cm
216 liter = 60 cm
192,857 liter= 57, 775 cm
Jika melihat ukuran bak kamar mandi panjenengan, maka 55x55x60 cm3 setara dengan 181.5 liter. Itupun jika baknya penuh. Dengan demikian ukuran bak mandi sebesar itu masih belum mencapai dua qullah.
Hanya saja, karena air musta’mal yang masuk cuma sedikit, maka itu dimaafkan. Seandainya banyak, maka air tersebut juga dihukumi musta’mal.
An-Nawawi berkata,
إِذَا اخْتَلَطَ بِالْمَاءِ الْكَثِيرِ أَوِ الْقَلِيلِ مَائِعٌ يُوَافِقُهُ فِي الصِّفَاتِ، كَمَاءِ الْوَرْدِ الْمُنْقَطِعِ الرَّائِحَةِ، وَمَاءِ الشَّجَرِ، وَالْمَاءِ الْمُسْتَعْمَلِ، فَوَجْهَانِ. أَصَحُّهُمَا: إِنْ كَانَ الْمَائِعُ قَدْرًا لَوْ خَالَفَ الْمَاءَ فِي طَعْمٍ أَوْ لَوْنٍ أَوْ رِيحٍ لَتَغَيَّرَ التَّغَيُّرَ الْمُؤَثِّرَ، سَلَبَ الطَّهُورِيَّةَ، وَإِنْ كَانَ لَا يُؤَثِّرُ مَعَ تَقْدِيرِ الْمُخَالِفَةِ، لَمْ يَسْلُبْ (روضة الطالبين وعمدة المفتين (1/ 12)
“Jika ada cairan yang bercampur dengan air yang banyak atau sedikit yang mana cairan tersebut menyamai air itu dalam sifat-sifatnya, seperti air bunga yang sudah tidak berbau, atau air pohon, atau air mustakmal maka ada dua pendapat. Yang paling kuat adalah, jika cairan itu mencapai suatu kuantitas yang seandainya berbeda dengan air (mutlak) dalam hal rasa, warna, dan bau maka air tersebut akan berubah dengan perubahan yang mempengaruhi, maka cairan tersebut menghilangkan sifat kesucian air. Tetapi jika kuantitasnya tidak mempengaruhi dengan memperkirakan adanya perbedaan sifat, maka itu tidak mencabut sifat kesuciannya” (Roudhotu Ath-Tholibin, juz 1 hlm 12)
Makna seperti ini juga dikutip Ibnu Qudamah dari mazhab Hanbali. Beliau berkata,
“Ash-hab Syafi’i berkata jika mayoritas air itu mustakmal, maka tidak bisa dibuat bersuci tapi jika sedikit maka itu tidak mencegah untuk dibuat bersuci” (Al-Mughni, juz 1 hlm 14)
Wallahua’lam