Assalamu’alaikum,
Ustadz.., mohon penjelasannya. Apakah ada ketentuan menahan nafkah bagi istri yang nusyuz terhadap suaminya ? Jika ada, bagaimanakah syarat syarat dan caranya ? Jazaakallah khairan ya ustadz.. ?? (+62 xxx-xxxx-7147)
JAWABAN
Oleh : Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin)
Wa’alaikumussalam Warohmatullah Wabarokatuh.
Seorang suami yang mendapati istrinya membangkang alias tidak taat maka hak nafkah istrinya menjadi gugur. Maksud gugur di sini adalah, suami tidak wajib memberinya nafkah dan boleh menyetop nafkah sebagai bentuk pendidikan agar istri kembali taat. Gugur kewajiban nafkah tidak bermakna haram menafkahi istri yang membangkang. Jadi, menyetop (sementara) nafkah istri yang membangkang adalah syariat yang merupakan bagian dari cara ta’dib/mendidik istri.
Contoh membangkang misalnya tidak bersedia melayani saat diajak berhubungan suami istri padahal tidak ada uzur syar’i, keluar rumah tanpa izin suami, menolak diajak pindah tempat tinggal, menolak diajak safar bersama suami, dan lain-lain.
Adapun dalil bahwa nafkah istri bisa gugur jika membangkan suami adalah karena Allah berfirman dalam Al-Qur’an bahwa para suami itu adalah orang yang bertanggungjawab kepada istrinya dan istri wajib taat kepada suaminya. Allah berfirman,
“Para lelaki itu bertanggungjawab terhadap para istri-istri” (An-Nisa; 34)
Nafkah wajib diberikan karena istri siap taat pada suami. Jika tidak bisa taat, maka gugur keharusan nafkah sebagaimana seorang pembeli tidak harus menyerahkan harga barang jika barang yang dibeli tidak diserahkan oleh penjual.
Lagipula, Allah memerintahkan untuk pisah ranjang dalam kondisi istri membangkang, padahal hubungan suami istri adalah salah satu hak wanita. Jika setubuh bisa gugur karena pembangkangan maka nafkah lebih utama bisa gugur.
Al-Qurthubi berkata,
“Ibnu Al-Munzir berkata, ‘Para ulama telah bersepakat wajibnya nafkah untuk para istri yang menjadi tanggungan suami-suami mereka, jika mereka sudah baligh. Dikecualikan jika istri-istri itu membangkang. Abu Umar berkata, ‘Barangsiapa yang istrinya membangkang sesudah dia menggaulinya, maka gugurlah hak nafkahnya” (Tafsir Al-Qurthubi, juz 5 hlm 174)
Adapun wanita yang hamil, maka ada ikhtilaf ulama. Dalam mazhab Asy-Syafi’i itu tetap gugur.
Jika istri sudah bertaubat dan taat kembali, maka hak nafkah juga kembali.
Wallahua’lam.
3 Comments
jannah
apakah maksud kata ba’ah(mampu) dari hadis rasul tentang anjuran menikah?
Admin
Makna ba-ah dalam hadis tersebut secara bahasa adalah Jimak.
Jadi makna bahasa hadis tersebut, “barangsiapa di antara kalian yang sudah mampu berjimak, maka menikahlah”
An-Nawawi berkata,
شرح النووي على مسلم (9/ 173)
وَأَمَّا الْبَاءَةُ فَفِيهَا أَرْبَعُ لُغَاتٍ حَكَاهَا الْقَاضِي عِيَاضٌ الْفَصِيحَةُ الْمَشْهُورَةُ الْبَاءَةُ بِالْمَدِّ وَالْهَاءِ وَالثَّانِيَةُ الْبَاةُ بِلَا مَدٍّ وَالثَّالِثَةُ الْبَاءُ بِالْمَدِّ بِلَا هَاءٍ وَالرَّابِعَةُ الْبَاهَةُ بِهَاءَيْنِ بِلَا مَدٍّ وَأَصْلُهَا فِي اللُّغَةِ الْجِمَاعُ
Kemudian dipakai untuk makna akad nikah. An-Nawawi berkata,
شرح النووي على مسلم (9/ 173)
مُشْتَقَّةٌ مِنَ الْمَبَاءَةِ وَهِيَ الْمَنْزِلُ وَمِنْهُ مَبَاءَةُ الْإِبِلِ وَهِيَ مَوَاطِنُهَا ثُمَّ قِيلَ لِعَقْدِ النِّكَاحِ بَاءَةٌ لِأَنَّ مَنْ تَزَوَّجَ امْرَأَةً بَوَّأَهَا مَنْزِلًا
An-Nawawi menguatkan makna jimak, dengan makna “barang siapa di antara kalian yang sudah mampu jimak karena sudah mampu menanggung beban pernikahan maka silakan menikah.
An-Nawawi berkata,
شرح النووي على مسلم (9/ 173)
وَاخْتَلَفَ الْعُلَمَاءُ فِي الْمُرَادِ بِالْبَاءَةِ هُنَا عَلَى قَوْلَيْنِ يَرْجِعَانِ إِلَى مَعْنَى وَاحِدٍ أَصَحُّهُمَا أَنَّ الْمُرَادَ مَعْنَاهَا اللُّغَوِيُّ وَهُوَ الْجِمَاعُ فَتَقْدِيرُهُ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْجِمَاعَ لِقُدْرَتِهِ عَلَى مُؤَنِهِ وَهِيَ مُؤَنُ النِّكَاحِ فَلْيَتَزَوَّجْ
Wallahua’lam (Muafa)
Satria wijaya
Assalamu alaikum ustaz, istri saya nuzus sudah 2 tahun pergi dari rumah tampa izin, tapi saya masih mberikan nafkah karna rasa sayang pada istri dg menfharap kebaikan dari Allah, apa padangan dan saran ustaz mengenai sikap saya.