Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin)
Iblis lebih spesifik daripada setan. Iblis adalah nama salah satu malaikat yang membangkang sebagaimana pernah saya tulis panjang lebar dalam artikel di website irtaqi di bawah judul “IBLIS ADALAH NAMA SALAH SATU MALAIKAT”. Karena Iblis adalah nama, berarti tergoling isim ‘alam. Dari sisi isim ‘alam, nama itu tidak ada bedanya dengan nama malaikat yang bernama Jibril, Mikail, Isrofil dan seterusnya. Bahwa Iblis itu nama malaikat yang membangkang adalah penjelasan Shahabat-shahabat besar seperti Ibnu Mas’ud dan Ibnu ‘Abbas. Ini adalah penjelasan jumhur.
Adapun setan, maka lafaz ini dipakai untuk menyebut semua jin yang membangkang dan mengikuti jalannya Iblis. Dalam Al-Qur’an, ketika lafal Syaithon diberi alif lam ma’rifah, kadang-kadang ia bermakna Iblis. Manusia yang mengikuti jalannya Iblis juga disebut setan secara majasi. Dengan demikian Iblis lebih spesifik dari pada setan. Dia adalah kepala kekafiran, ketua penyesatan, dan makhluk yang paling dengki dendam terhadap Adam dan keturunannya sehingga bernafsu untuk memasukkan anak Adam sebanyak-banyaknya ke neraka. Dia adalah satu “person”, satu makhluk (bukan jenis makhluk), dan masih hidup sampai sekarang untuk memimpin para setan menyesatkan hamba-hamba Allah dari jalan yang lurus.
Nah Iblis dengan gambaran seperti inilah yang dimaksud dalam tulisan ini.
Kembali ke judul tulisan, “Apakah An-Nawawi pernah bertemu Iblis?”
Jawaban dari pertanyaan ini adalah, “Tidak bisa dipastikan”. Hanya saja An-Nawawi sendiri bersaksi bahwa beliau pernah mengalami peristiwa yang mana beliau menduga kuat bahwa sosok yang ditemuinya itu adalah Iblis. Bagaimana kisahnya? Begini ringkasnya.
An-Nawawi berkata,
“Saya sakit di Al-Madrasah Ar-Rowahiyyah. Pada suatu malam, pada saat saya berada di sebelah timur -sementara ayahku, saudara-saudaraku dan sejumlah kerabatku tidur di dekatku- tiba-tiba Allah membuat saya bersemangat untuk beribadah dan melenyapkan rasa sakit yang kuderita. Saya pun rindu untuk berdzikir dan saya mulai bertasbih.
Ketika saya melakukan itu dengan suara antara keras dan pelan, tiba-tiba muncul kakek-kakek yang tampan rupanya dan bagus penampilannya sedang berwudhu di tepi kolam. Itu terjadi di tengah malam atau mendekatinya. Setelah selesai dari wudhunya, dia mendekatiku dan berkata kepadaku, ‘Wahai anakku, jangan menyebut Allah sehingga engkau mengganggu ayahmu, saudaramu, dan kerabatmu di Madrasah ini’.
Saya bertanya, ‘Wahai pak tua, siapa Anda?’ Dia menjawab, ‘Aku adalah orang yang memberi nasihat untukmu. Biarlah aku tetap menjadi aku’.
Tiba-tiba tercampaklah di dalam hatiku keyakinan bahwa dia adalah Iblis! Akupun mengucapkan, ‘A’udzubillahi minasy syaithonirrojim’ dan aku bertasbih dengan suara keras. Diapun berpaling dan berjalan menuju pintu madrasah. Kedua orangtuaku dan sejumlah orang jadi terbangun karena suaraku.
Akupun pergi menuju pintu madrasah, ternyata kondisinya tertutup. Aku memeriksanya, tetapi aku tidak menemukan seorangpun selain orang yang memang sudah ada di sana. Ayahku bertanya kepadaku, ‘Hai Yahya , ada apa?’. Akupun menceritakan kepada beliau peristiwa tersebut dan mereka terheran-heran. Kami semua pun duduk bertasbih dan berdzikir.”
Silakan dilihat versi Arab cerita di atas sebagai berikut,
اللهم اجعلنا من محبي العلماء الصالحين
***
SUMBER
Dikutip dan disadur dari buku saya; AN-NAWAWI SANG WALI DAN KARYA-KARYANYA bab “Karomah An-Nawawi”
Resensi lengkap buku AN-NAWAWI SANG WALI DAN KARYA-KARYANYA bisa dibaca di tautan ini.