Oleh : Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin)
Terkait hal kedua, penjelasannya begini.
Hadis lelaki yang berwasiat supaya dibakar jelas menunjukkan bahwa yang menyelamatkan seorang hamba adalah rasa takut kepada Allah. Dengan kata lain, ilmu terpenting tentang Allah yang seharusnya diprioritaskan adalah ilmu mengenal-Nya sampai muncul rasa takut kepada-Nya yang digabung dari rasa cinta kepada-Nya.
Takut dan cinta ini diperintahkan Allah dalam Al-Qur’an dan itulah hakikat tauhid sejati dan penghambaan kepada Allah yang asli.
Allah berfirman,
Artinya,
“Sesungguhnya orang-orang yang takut terhadap Tuhannya meskipun tidak melihat-Nya, mereka akan mendapatkan ampunan dan pahala yang besar” (Al-Mulk; 12)
Artinya,
“Orang-orang beriman itu amat sangat cintanya kepada Allah” (Al-Baqoroh; 165)
Inilah ilmu tentang Allah yang menjamin keselamatan di akhirat. Semua dalil tentang sifat Allah yang muhkamat fungsinya memperkuat ilmu jenis ini.
Kalau begitu, bagaimana memposisikan ilmu-ilmu tentang sifat Allah yang terkesan antropomorfis?
Ilmu itu kita pelajari sebagai perioritas kedua. Cukup dipahami makna umumnya, tanpa harus terjun mendalami pelik-pelik perdebatannya. Cukup diimani dengan fitrah. Tidak perlu masuk terlalu dalam yang sudah berusaha menjangkau hal gaib yang diluar kemampuan akal manusia.
Jika kita termasuk muslim awam, bahkan tidak disarankan mempelajari ilmu seperti itu dalam bentuk yang mendalam sampai terlibat perdebatannya yang memakan waktu yang berlarut-larut.
Jangan sampai pembahasan terkait sifat Allah mengarah pada debat kusir, lalu saling mengejek, saling menghina, saling merendahkan, saling memfitnah, saling menjelekkan, saling menyesatkan, saling membid’ahkan, bahkan saling mengkafirkan. Jika itu hasilnya saat mengkaji ilmu tentang Allah, maka ini sudah masuk jeratan syetan, terperangkap dalam talbis Iblis, keluar dari jalan yang lurus, membelokkan dari maksud sejati ilmu tentang Allah, memproduksi dosa dan mengeraskan hati.
Saya menghimbau agar para awam menjauh dari pembicaraan seperti itu. Yang seperti itu tidak menambah ilmu dan tidak menambah iman, tapi hanya menambah dosa.
Demikian pula bagi pengajar. Prioritas mengajari para awam terkait Allah adalah diajarkan sampai mereka takut kepada Allah dan cinta dahsyat kepada-Nya. Jangan diajari ilmu yang membuat mereka senang berdebat, gemar mencaci, merendahkan sesama muslim, apalagi sampai merendahkan ulama. Kita khawatir cara membahas sifat Allah seperti itu adalah yang dimaksud oleh hadis ini,
Artinya,
‘Dari Aisyah ia berkata,; Rasulullah ﷺ membaca ayat ini: “Dia-lah yang menurunkan Al-Kitab (Al-Qur’an) kepada kamu. Di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamat itulah pokok-pokok isi Al qu`ran dan yang lain (ayat-ayat) mutasyabihaat” sampai pada firman-Nya: “Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.” Lalu beliau bersabda: “Wahai Aisyah, apabila kalian melihat orang-orang yang memperdebatkannya (ayat-ayat mutasyabihat), maka mereka itulah yang dimaksudkan Allah (sebagai kaum yang di hatinya ada penyakit dan tukang onar pembuat fitnah), maka berhati-hatilah terhadap mereka.” (H.R.Ibnu Majah)
Tentu saja rekomendasi ini tidak bermakna dilarangnya membahas ayat-ayat mutasyabihat terkait sifat Allah bagi orang-orang khusus. Bagi yang merasa berilmu terkait topik itu, silakan dilempar di forum terbatas untuk mencari mana yang haqq. Jangan dilempar di tengah awam. Apalagi jika yang merasa berilmu ini pengetahuannya masih setengah matang. Makanan itu jika masih setengah matang dilempar ke publik lalu dimakan khalayak, ia tidak akan menjadi nutrisi yang bergizi, tetapi hanya malah membuat sakit perut.
Jika seperti ini cara belajar kita tentang Allah (yakni fokus pada ilmu yang menggiring kita takut kepada-Nya dan cinta kepada-Nya), maka ilmu kita tentang Allah akan menjadi ilmu yang mudah dipahami, simpel, menggerakkan untuk taat, menguatkan jiwa dalam menghadapi dunia, dan menjauhkan diri dari segala hal yang tidak bermanfaat. Seperti din para sahahabat.
Ilmu tentang Allah yang sifatnya sederhana, simpel, mudah dimengerti seperti ini yang disebut para ulama dengan istilah din ‘adzaro (دين العذارى) atau din ‘ajaiz (دين العجائز). Makna harfiah din adzaro adalah agama para perawan. Makna din ajaiz adalah agama para orang-orang tua. Maksudnya, keyakinan yang dimiliki adalah keyakinan yang sederhana, simpel, mudah dimengerti, tidak njlimet dan sesuai fitrah sebagaimana keyakinan yang dimiliki gadis-gadis dan orang-orang tua awam.
Terakhir, marilah memperbanyak doa yang diajarkan dalam Al-Qur’an ini, supaya selamat dari pedebatan sifat Allah yang menambah dosa, mengeraskan hati, menimbulkan fitnah dan malah menjauhkan dari Allah,
Artinya,
“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau condongkan hati kami kepada kesesatan setelah Engkau berikan petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Pemberi.”