Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin)
Tidak perlu itu rindu ketemu Nabi Khidir.
Belajar agama dengan baik saja bersama guru-guru Anda yang fakih, ahli syariat, saleh dan bertakwa saat ini. Tidak usah merindui Nabi Khidir dan ingin berguru kepadanya.
Tidak ada perintah dalam Al-Qur’an dan juga tidak ada perintah dalam Sunah supaya kita merindui nabi Khidir atau berusaha bertemu dengannya.
Ada perintah Rasulullah ﷺ kepada Sahabat untuk mencari Uwais al-Qarnī agar bisa dimintai doa, tapi untuk nabi Khidir tidak ada satu hurufpun keluar dari lisan Rasulullah ﷺ yang memerintahkan mencarinya atau merinduinya. Tidak ada perintah khusus kepada Sahabat dan tidak ada perintah umum kepada seluruh umat Islam. Kerinduan bertemu Nabi Khidir dasarnya bukan dalil, tapi pemahaman varian tasawuf yang salah dan pemahaman yang keliru terkait kisah Nabi Khidir.
Jangankan bertemu dengan nabi Khidir, keberadaan beliau masih hidup ataukah sudah wafat saja masih diperselisihkan ulama. Jika di sisi Allah pendapat yang benar adalah yang mengatakan nabi Khidir sudah wafat seperti pendapat Ibnu ‘Āsyūr misalnya, bukankah sia-sia juga mengharap bertemu dengan beliau?
Rindu yang benar itu ya rindu bertemu Allah dalam keadaan diridai oleh-Nya. Agar bisa bertemu Rasulullah ﷺ di surga. Bukan rindu bertemu Nabi Khidir.
Rindu seperti inilah yang membuat Rasulullah ﷺ memutuskan memilih wafat lebih cepat. Yang membuat beliau mengucapkan “Allāhumma ar-rafīq al-a‘lā” di akhir hayatnya. Padahal beliau diberi pilihan. Jika mau, bisa saja beliau hidup lebih lama dan berkuasa.
Rindu seperti inilah yang membuat sebagian Sahabat andaikan tidak dilarang mengangankan kematian, maka mereka akan mengangankan kematian.
Rindu seperti inilah yang membuat para Sahabat menginginkan mati syahid saat jihad, melebihi keinginan orang-orang kafir agar hidup 1000 tahun.
Allah menceritakan kisah nabi Khidir di Al-Qur’an itu bukan untuk dirindui, dikejar ilmunya, dan diambil syariatnya. Allah menceritakan kisah Nabi Khidir itu dengan maksud untuk diambil ibrahnya sesuai dengan syariat Nabi Muhammad ﷺ sebagaimana umumnya semua kisah umat di masa lalu sebelum kita. Kisah-kisah Aṣḥābul Kahfi, Zulkarnain, Nabi Yusuf, Nabi Ibrahim, perjuangan Nabi Musa dan semisalnya semuanya diceritakan Allah dengan maksud untuk diambil pelajaran dan ibrahnya.
Jangan malah terbelokkan mencari sesuatu yang tidak ada maknanya dalam hidup dan merupakan tipuan setan.
Misalnya belajar kisah nabi Musa saat mencari Nabi Khidir, lalu ketemu cerita bahwa ikan bekal beliau menjadi hidup kembali dan berenang menuju laut, lalu berspekulasi penyebab ikan hidup itu adalah air khusus yang bisa menghidupkan makhluk mati. Lalu menyimpulkan air ajaib itu sebagai The Elixir of Immortality (ramuan keabadian). Lalu akhirnya berburu ramuan keabadian itu dan menghabiskan umur untuk mendapatkannya. Jika seperti ini dituruti, lama-lama kita bisa yakin dengan keberadaan Lazarus Pit, lalu kita masuk dunia Batman, masuk ke kota Gotham dan bertemu Ra’s al Ghul!
Ibrah kisah nabi Khidir itu simpel. Tidak perlu diglorifikasi sampai level pembicaraan alam malakut, wali gauts, sirr, ilmu yang tak tertulis dalam kitab, lauh mahfuz dan omong kosong lainnya. Contoh ibrah yang bisa digali dari kisah Nabi Khidir sudah saya tulis dalam catatan sebelumnya sebanyak 20 ibrah. Yakni catatan yang berjudul “MENGAPA SEBAGIAN OKNUM SUFI SERING MENGAKU MENDAPAT ILMU DARI NABI KHIDIR?”
Kerinduan bertemu nabi Khidir telah terbukti bisa membuat orang masuk jeratan dukun jahil penipu. Oleh karena itu, gejala kerinduan melampaui batas seperti ini harus diluruskan.
Konsepsi tentang nabi Khidir ini juga telah terbukti dipakai alat oleh oknum sufi untuk merendahkan ulama, menghina kitab-kitab ulama, meremehkan fikih, menghancurkan bangunan syariat, bahkan menggiring para awam ke arah syirik akbar! Oleh karena itu, menutup pintu fitnah seperti ini menjadi wajib sebelum semuanya terlambat.
Demikian pula semua kerinduan-kerinduan lain. Yakni kerinduan kepada sosok-sosok tertentu. Seperti kerinduan bertemu Imam Mahdi, kerinduan bertemu Nabi Isa, kerinduan bertemu Ratu Adil, kerinduan bertemu Sang Mesias, kerinduan bertemu Khalifah ‘alā minhājin nubuwwah, kerinduan bertemu wali yang punya karamah-karamah dan semisalnya.
Rasulullah ﷺ mengabarkan akan muncul Imam Mahdi, Nabi Isa dan sebagainya itu bukan untuk dirindui dan mengerahkan seluruh sumber daya kita demi menyambutnya. Bukan itu. Rasulullah ﷺ mengabarkan hal tersebut sebagai kabar gembira mukmin yang hidup di zaman itu. Seperti Nabi Isa mengabarkan akan muncul nabi akhir zaman yang akan menggenapi risalah semua nabi. Itu dimaksudkan sebagai kabar gembira bagi Bani Israel dan umat manusia yang hidup di zaman itu. Adapun Bani Israel yang hidup di zaman Nabi Isa, mereka ya terikat ajaran serta syariat Nabi Isa.
Lagipula watak seperti itu malah meniru watak Yahudi yang merindui Sang Mesias sehingga mereka menyiapkan segala sesuatu untuk menyambutnya, termasuk di antaranya mendirikan negara Israel saat ini. Sikap Yahudi seperti ini justru malah membuat mereka akan menjadi pengikut Dajjal akhir zaman. Kerinduan bertemu Imam Mahdi, Nabi Isa, Ratu Adil, Sang Mesias, Khalifah ‘Alā Minhājin Nubuwwah, wali yang punya karamah-karamah dan semisalnya juga punya peluang yang sama, yakni terjerat pada propaganda Dajjal sebagaimana Yahudi terjerat perangkap Dajjal.
4 April 2022/2 Ramadan 1443 H jam 16.05