Oleh : Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin)
Dalam mazhab al-Syāfi‘ī ada lima orang yang wajib membayar fidyah yang terkait dengan hukum puasa Ramadan yaitu,
Pertama, ORANG TUA RENTA (Syaikhun Harim).
Yakni orang sudah sepuh yang karena ketuaannya sudah tidak kuat lagi berpuasa Ramadan. Jika dipaksa puasa maka akan sangat memberati beliau. Termasuk yang semakna dengannya seperti sakit yang tidak ada harapan sembuh atau profesi apapun yang butuh tenaga besar (misalnya kuli angkut, kuli pelabuhan, dll) yang membuat puasa terasa sangat berat.
Kedua, WANITA HAMIL (Ḥāmil).
Yakni wanita hamil yang memutuskan tidak puasa Ramadan karena kuatir kesehatan anaknya. Misalnya jika berpuasa kuatir badannya lemah sehingga keguguran atau kekhawatiran lainnya.
Jika yang dikhawatirkan kesehatan dirinya, maka tidak wajib membayar fidyah. Jika campur antara khawatir kesehatan diri dan janinnya, maka tidak wajib membayar fidyah. Jadi wajib membayar fidyah hanya dalam satu kondisi: Khawatir kesehatan janinnya
Ketiga, WANITA MENYUSUI (Murḍī’).
Yakni, wanita menyusui yang memutuskan tidak puasa Ramadan karena khawatir kesehatan anaknya. Misalnya khawatir produksi susu berkurang yang mempengaruhi gizi anak, atau kekhawatiran lainnya.
Jika yang dikhawatirkan kesehatan dirinya, maka tidak wajib membayar fidyah. Jika campur antara khawatir kesehatan diri dan bayi yang disusuinya, maka tidak wajib membayar fidyah. Jadi wajib membayar fidyah hanya dalam satu kondisi: Khawatir kesehatan bayi yang disusuinya.
Keempat, MENYELAMATKAN ORANG (Munqiżul Gair).
Yakni terpaksa membatalkan puasa Ramadan karena menyelamatkan orang. Misalnya menyelamatkan orang/hewan tenggelam sehingga harus makan atau minum. Termasuk semisal Tim SAR yang perlu energi besar untuk menyelamatkan korban gempa/gunung meletus/tsunami dll
Kelima, MENUNDA QAḌĀ’ (Mu’akh-khirul Qaḍā’).
Yakni menunda qaḍā’ puasa Ramadan padahal mampu sampai masuk Ramadan berikutnya. Penundaan seperti ini berdosa dan wajib membayar fidyah sebagai hukumannya.
Jika menunda karena ada uzur, misalnya hamil terus dan menyusui terus atau sakit terus tapi masih ada harapan sembuh atau safar terus, maka tidak wajib membayar fidyah.
Jika sampai wafat belum meng-qaḍā’ maka harus membayar fidyah dua kali lipat yakni 2 mudd untuk setiap utang puasa satu hari. Satu mudd sebagai “denda” kelaian menunda (ta’khīr) dan satu mudd sebagai “denda” kelalaian melewatkan kesempatan mengqadā’ (tafwīt).
Adapun orang autis yang tidak berpuasa, maka yang wajib hanya meng-qaḍā’. Tidak ada kewajiban membayar fidyah, karena tidak termasuk salah satu dari 5 golongan di atas. Orang autis bukan orang gila. Selama masih mukallaf, maka masih berpeluang melakukan dosa sebagaimana safīh (السَّفِيْهُ) atau orang idiot.
18 Ramadan 1443 H/20 April 2022 pukul 15.41