Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin)
Pernahkah Anda merasa bingung mengambil keputusan, lalu dipaksa keadaan agar memutuskan dengan cepat, tapi ternyata Anda menyesali keputusan tersebut?
Agar Anda tidak pernah menyesali keputusan, maka bacalah doa yang diajarkan Nabi ﷺ berikut ini,
Ihdinī bermakna berilah aku petunjuk (agar tidak salah jalan).
Saddidnī bermakna bimbinglah aku menempuh jalan yang benar nan akurat (agar aku tidak menyesali keputusanku).
***
Di antara Sahabat Nabi ﷺ yang diuji dengan masalah pelik dan sangat sulit adalah Ali bin Abi Ṭālib.
Ujian beliau adalah konflik yang diakibatkan salah paham.
Jika yang salah paham terhadap Ali adalah orang jahil, maka itu ringan. Tetapi ketika yang salah faham adalah seorang Aisyah yang salihah misalnya, yang dijamin masuk surga, istri kesayangan Rasulullah ﷺ dan dipastikan akan menjadi istri Rasulullah ﷺ di surga, maka ini sungguh tidak ringan. Kesalahpahaman tersebut berdampak polarisasi umat Islam sampai level terkumpulkannya sejumlah kaum muslimin di sekeliling Aisyah, kemudian diputuskan untuk memerangi Ali hingga terjadilah perang Jamal.
Barangkali karena Rasulullah ﷺ sudah diberitahu Allah akan datangnya ujian berat kepada Ali seperti ini, maka beliau mengajari Ali secara khusus dengan sebuah doa yang berbunyi “Allāhummahdinī wasaddidnī”. Muslim meriwayatkan,
Artinya,
“Dari ‘Ali beliau berkata: “Rasulullah ﷺ telah bersabda kepada saya: “Ucapkanlah (doa). Allāhummahdinī wa saddidnī. “Ya Allah, berikanlah petunjuk kepadaku (agar tidak salah jalan) dan bimbinglah aku menempuh jalan yang benar nan akurat (agar aku tidak menyesali keputusanku)”(H.R.Muslim)
Alhamdulillah, walaupun menghadapi banyak situasi sulit, tetapi keputusan-keputusan Ali semuanya benar, selalu dibimbing Allah dan menjadi teladan sepanjang zaman. Oleh karena itu, Aisyah yang awalnya memerangi Ali, akhirnya menyadari kekeliruan beliau setelah mendengar gonggongan anjing-anjing Ḥau’ab (كلاب حوأب). Ibnu Umar yang awalnya netral melihat perselisihan Ali dengan Muawiyah, pada akhirnya menyesal karena tidak mendukung Ali setelah tahu di mana kebenaran berada. Bahkan mujtahid mutlak seperti al-Syāfi‘ī pun saat menggali hukum-hukum seputar memerangi bugat juga banyak bertumpu pada keputusan-keputusan Ali saat menghadapi fitnah politik di zaman beliau.
Wajar jika kemudian Ali bin Abū Ṭālib disepakati sebagai salah satu khulafaur rasyidin (الخلفاء الراشدين). Makna khulafa’ rasyidin adalah para khalifah yang mendapatkan huda (petunjuk), kemudian mengikutinya. Ini yang membedakan antara orang yang mendapatkan petunjuk saja dengan orang yang mendapatkan petunjuk lalu sanggup mengamalkan dan mengikutinya. Orang yang mendapatkan petunjuk saja dinamakan mahdī (المهدي) atau muhtadī (المهتدي), begitu dia sanggup mengikuti petunjuk tersebut maka ia disebut rāsyid (الراشد).
Mari dihafalkan dan diamalkan doa penting yang diajarkan Rasulullah ﷺ kepada Ali bin Abi Ṭālib tersebut.
11 Muharam 1444 H/ 9 Agustus 2022 pukul 07.18