Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin) – Dosen Universitas Brawijaya
Benar, zahir riwayat memang menunjukkan Rasulullah ﷺ menikahi Juwairiyah karena terpesona kecantikannya.
Riwayatnya bisa dibaca dalam catatan saya sebelumnya yang berjudul “MEMPOLIGAMI WANITA KARENA KECANTIKANNYA?”
Bukti terkuatnya adalah ucapan Aisyah yang mengkhawatirkan Rasulullah ﷺ akan menikahinya setelah melihat kecantikan beliau. Ini menunjukkan Aisyah sangat mengerti bagaimana sisi kemanusiaan Nabi ﷺ dan sudah bisa menduga wanita seperti apa yang membuat Rasulullah ﷺ tertarik. Dan ternyata dugaan Aisyah akurat, Rasulullah ﷺ tidak hanya membantu memecahkan masalah Juwairiyah, tetapi juga menikahinya.
Yang menguatkan, Rasulullah ﷺ pernah didatangi seorang wanita yang menyerahkan dirinya untuk dinikahi, lalu Rasulullah ﷺ memandangi wanita itu dari atas sampai bawah, tapi beliau tidak tertarik sehingga tidak berkenan menikahinya. Ini semakin menguatkan bahwa di antara paras wanita itu ada yang menarik hati Rasulullah ﷺ dan ada yang tidak. Jadi, jika Rasulullah ﷺ menikahi wanita karena kecantikannya maka itu masuk akal sebagaimana Rasulullah ﷺ juga pernah menolak menikahi wanita karena tidak tertarik dengan parasnya.
Silakan dibaca dalam syarah al-Zarqani berikut ini. Cukup jelas disebutkan bahwa Rasulullah ﷺ memang memandangi kecantikan Juwairiyah, sehingga masuk akal jika disimpulkan hal inilah yang mendorong keputusan Rasulullah ﷺ menikahinya,
Artinya,
“al-Syāmī berkata, ‘Rasulullah ﷺ memandangi Juwairiyah hingga mengetahui kecantikannya karena dia (waktu itu) adalah seorang budak. Seandainya wanita merdeka, beliau tidak akan memandanginya dengan penuh perhatian. Sebab tidak dimakruhkan memandangi budak. Atau (boleh juga memandangi Juwairiyah) karena niat beliau adalah menikahinya. Atau (boleh juga memandangi Juwairiyah) karena belum turun ayat hijab pada beliau.” (Syarḥu al-Zarqānī juz 4 hlm 425)
Menikahi wanita setelah terpesona kecantikannya bukan hal rendah. Justru hal ini menunjukkan menikahi orang karena kecantikannya itu mubah dan tidak tercela.
Itu manusiawi dan tidak merendahkan Nabi ﷺ.
Rasulullah ﷺ menegaskan dirinya adalah manusia seperti umatnya juga. Maknanya, Rasulullah ﷺ juga bisa terpesona kecantikan wanita sebagaimana kita laki-laki terpesona kecantikan. Rasulullah ﷺ bersabda,
Artinya,
“Aku hanyalah manusia seperti kalian.” (H.R. al-Bukhārī)
Justru tertarik kecantikan menunjukkan Rasulullah ﷺ itu normal sebagai manusia, sehat wal afiat, psikisnya baik-baik saja, dan fungsi-fungsi hormonnya berjalan semua. Kesehatan fisik dan psikis semacam ini malah semakin menyempurnakan kemuliaan beliau sebagai utusan Allah. Sebab, orang yang tidak tertarik dengan kecantikan, atau malah tidak punya syahwat/impoten, hal itu malah menunjukkan dia abnormal dan menjadi cacat sebagai seorang manusia. Dalam Al-Quran malah diceritakan bahwa mengingkari aspek manusiawi utusan Allah adalah watak juhala’ di kalangan orang-orang musyrik!
Bahkan saking sehatnya Nabi ﷺ, para sahabat sampai menduga Rasulullah ﷺ itu diberi kekuatan 30 lelaki! Satu kekuatan yang tidak pernah dipakai untuk poligami saat Khadijah masih hidup dan hanya dipakai saat berpoligami di Madinah. Al-Bukhārī meriwayatkan,
Artinya,
“Anas bin Malik berkata: Adalah Nabi ﷺ menggilir seluruh istri-istrinya pada waktu yang sama di malam dan siang hari, dan saat itu jumlah istri-istri Beliau sebelas orang. (Qatadah) Berkata: Aku bertanya kepada Anas: “Apakah beliau mampu?” Jawabnya: “Kami membincangkan bahwa beliau diberikan kekuatan setara tiga puluh lelaki.” (H.R. al-Bukhārī)
Yang menguatkan, Rasulullah ﷺ pernah mengatakan bahwa di antara semua dunia yang beliau miliki, yang paling beliau sukai ada dua yaitu parfum dan wanita. Ini menunjukkan sangat normal jika beliau menyukai hal wangi dan wanita cantik. Tidak ada cacat apapun tentang hal tersebut.
Ini sama normalnya dengan orang yang suka makan enak. Tidak ada yang rendah dari kecenderungan naluriah seperti itu.
Dalam Al-Qur’an juga ditegaskan bahwa Rasulullah ﷺ itu punya potensi terpesona dengan kecantikan wanita dan Allah tidak mengharamkannya dari sisi keterpesonaan terhadap wanita tersebut, hanya saja Allah membatasi mana yang boleh dan mana yang tidak. Allah berfirman,
Artinya,
“Tidak halal bagimu (Nabi Muhammad) menikahi perempuan-perempuan (lain) setelah itu dan tidak boleh (pula) mengganti mereka dengan istri-istri (yang lain) meskipun kecantikannya menarik hatimu kecuali perempuan-perempuan (hamba sahaya) yang engkau miliki. Allah Maha Mengawasi segala sesuatu.” (Al-Aḥzāb: 52)
Allah juga membolehkan Rasulullah ﷺ menikahi wanita manapun yang disukai. Hal ini menunjukkan menikahi wanita atas dasar kecantikan juga diizinkan Allah. An-Nasai meriwayatkan,
Artinya,
“Dari Aisyah beliau berkata, “Tidaklah Rasulullah ﷺ wafat hingga Allah menghalalkan bagi beliau untuk menikahi wanita sebanyak apapun yang beliau inginkan.” (H.R. al-Nasā’ī)
Saat Rasulullah ﷺ ditanya orang yang suka baju cantik dan sandal bagus, Rasulullah ﷺ malah membenarkannya dan tidak menganggapnya itu cacat akhlak. Beliau malah menjelaskan bahwa Allah itu indah dan suka keindahan. Jadi, jika hamba-Nya suka keindahan maka itu normal sekali.
Juga menunjukkan kemuliaan beliau, karena mengontrol keinginan manusiawi menurut syariat yang ditetapkan Allah, yakni pernikahan.
Juga semakin menunjukkan kemuliaan beliau karena memuliakan wanita cantik dengan pernikahan, bukan dijadikan budak. Sementara banyak lelaki saat ini yang malah menjadikan wanita cantik hanya untuk bersenang-senang, dibuat main-main dan pasangan zina saja sementara tidak ada sedikitpun niat memuliakannya sebagai istri dan calon ibu dari anak-anaknya.
Lagi pula sudah umum namanya lelaki saat menikahi wanita ya mesti karena mengganggap calonnya cantik di matanya, minimal parasnya sudah mencukupi bagi dirinya walaupun menurut orang lain biasa atau kurang cantik. Ini menunjukkan menikahi wanita karena kecantikannya adalah perkara umum dan naluriah serta tidak perlu dicela.
***
Adapun riwayat bahwa setelah itu para sahabat memerdekakan kerabat Juwairiyah, maka itu hikmah dan berkah pernikahan Nabi ﷺ. Bukan perintah Nabi ﷺ dan juga tidak ada riwayat lugas yang menunjukkan bahwa Rasulullah ﷺ menikahi karena hal tersebut. Seandainya ini motivasi setiap pernikahan Nabi ﷺ, seharusnya Rasulullah ﷺ menikahi puluhan wanita, karena Rasulullah ﷺ memerangi puluhan kabilah dan tidak setiap anak pemimpin kabilah dinikahi Rasulullah ﷺ.
Lagipula, seandainya benar penyebab Rasulullah ﷺ menikahi Juwairiyah adalah karena ingin memperbanyak orang yang masuk Islam dan membebaskan kerabat Juwairiyah, seharusnya Aisyah tidak perlu khawatir Rasulullah ﷺ menikah lagi. Malahan seharusnya beliau bergembira karena pernikahan Rasulullah ﷺ akan memperkuat Islam dan kaum muslimin. Lebih dari itu, seandainya hal itu yang membuat Aisyah khawatir Rasulullah ﷺ menikahinya, seharusnya Aisyah mengucapkan kalimat semisal,
“Aku melihat Juwairiyah adalah putri pemimpin kaumnya. Aku jadi tidak suka dengan kedatangannya karena bisa jadi Rasulullah ﷺ menikahinya karena faktor kedudukannya itu.”
Tapi Aisyah tidak mengucapkan itu, tetapi justru menekankan soal kecantikannya. Hal itu cukup jelas menunjukkan bahwa masalah kecantikan itulah yang dikhawatirkan oleh Aisyah menjadi pendorong Rasulullah ﷺ untuk menikahinya dan ternyata memang benar, Rasulullah ﷺ menikahinya.
Oleh karena itu, peristiwa kemerdekaan puluhan kerabat Juwairiyah dan banyaknya yang masuk islam di kalangan kaumnya ini maksimal hanya bisa disebut sebagai hikmah, tapi bukan pendorong Rasulullah ﷺ menikahi Juwairiyah.
CATATAN
Artikel ini saya tulis setelah terbit catatan saya yang berjudul “MEMPOLIGAMI WANITA KARENA KECANTIKANNYA?” kemudian ada yang serius mempertanyakan melalui pesan pribadi apa benar Rasulullah ﷺ menikahi Juwaiyah dinikahi Rasulullah ﷺ karena kecantikannya, karena beliau menganggap hal itu merendahkan Nabi ﷺ.
25 Jumada al-Ūlā 1444 H/19 Desember 2022 pukul 14.32