Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin) – Dosen Universitas Brawijaya
Seorang suami yang sangat sabar dan keterlaluan dalam menyayangi dan memanjakan istri terkadang menimbulkan dampak buruk: yakni membuat istri menjadi kurang ajar!
Sebaliknya, jika suami mengkombinasikan antara kesabaran, akhlak mulia, kasih sayang dengan ketegasan, keadilan dan sifat keras, maka suami akan menjadi pribadi yang dicintai sekaligus disegani. Istri akan manja iya, tapi sekaligus takut jika berbuat kesalahan.
Demikian pula saat mengenalkan Allah.
Umat yang menonjolkan sifat rahmat Allah seraya mengabaikan sifat keadilan Allah, maka akan menjelma menjadi umat yang kurangajar kepada Allah. Menggambarkan Allah itu Maha Pengasih, Penyayang, pasti akan mengampuni dosa, tapi dengan cara yang dikhayalkan mereka sendiri. Misalnya mengkhayalkan utusan Allah sebagai putra Allah, lalu sang putra mengorbankan dirinya untuk disalib demi menebus dosa manusia. Setelah itu mereka enteng saja melakukan dosa apapun selama masih percaya dengan doktrin khayalan tersebut. Mengajarkan sifat Allah secara tidak proporsional adalah salah satu pintu setan untuk menyesatkan manusia.
Sebaliknya, umat yang menonjolkan sifat Allah yang keras siksa-Nya akan menggambarkan Allah sebagai Dzat yang kejam, menakut-nakuti dengan neraka, membawa cambuk untuk memburu manusia dan semua gambaran kurangajar juga terkait Allah. Umat seperti ini akan menjadi keras hatinya, kejam, dan tidak punya kasih sayang terhadap para pendosa.
Semua gambaran tentang Allah seperti itu salah. Bentuk kezaliman kepada Allah. Maha suci Allah dari cara mereka mendeskripsikanNya,
Artinya,
“Maha Suci Rabbmu, Pemilik Kemuliaan dari apa yang mereka gambarkan.” (al-Ṣāffāt: 180)
Oleh karena itu, ajaran Nabi Muhammad ﷺ saat mengenalkan Allah adalah ajaran yang paling proporsional. Mengajarkan Allah apa adanya sebagaimana yang dikehendaki-Nya sesuai dengan sifat yang layak bagi-Nya. Bukan mengajarkan Allah sebagaimana yang diinginkan oleh hawa nafsu manusia.
Rasulullah ﷺ mengajarkan Allah sebagai Dzat yang Maha Kasih, tapi juga keras siksanya. Mengajarkan arrahmānirrahīm tetapi juga māliki yaumiddīn.
Jadi, hamba yang terbentuk dengan ajaran seperti ini adalah memiliki rajā’ (harapan) sekaligus khauf (rasa takut). Optimis menempuh jalan Allah karena Dia sangat menyambut hamba-Nya yang menuju kepadaNya, tetapi juga takut ‘ujub merasa sebagai kekasih Allah.
Hati seperti nilah hati yang terbaik, hati para kekasih Allah. Hati hamba-hamba Allah diberi-Nya nikmat petunjuk jalan yang lurus. Hati para nabi, para rasul, para syuhada, para ṣiddīqīn dan para salihin.
12 Zulhijah 1444 H/ 30 Juni 2023 pukul 18.34