Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin) – Dosen Universitas Brawijaya
Agar lebih mudah memahaminya, saya beri perumpamaan dengan mengajukan pertanyaan sebagai berikut,
Apa makna “najdaini” dalam ayat berikut ini?
Dalam kitab al-Kāmil ada riwayat yang menafsirkannya sebagai berikut,
Artinya,
“Dari Sinān bin Sa’ad dari Anas beliau berkata, Rasulullah ﷺ bersabda, “Dua hal tersebut adalah dua jalan (kebaikan dan keburukan). Tidaklah Allah menjadikan jalan keburukan lebih disukai jiwa kalian daripada jalan kebaikan.” (al-Kāmil, juz 4 hlm 395)
Artinya dalam riwayat tersebut diriwayatkan bahwa Rasulullah ﷺ menjelaskan kalau setiap manusia itu diuji dan ditunjuki dua jalan. Yakni jalan kebaikan dan jalan keburukan. Semuanya berimbang. Allah tidak menjadikan jalan keburukan lebih disenangi oleh jiwa kita daripada jalan kebaikan.
***
Lalu apa anehnya dengan riwayat tersebut?
Sekilas seperti tidak ada anehnya.
Isinya juga terlihat baik dan sejalan dengan dalil-dalil sahih dalam Al-Qur’an maupun Sunah.
Kita sendiri juga mungkin bisa merasakan bahwa sebagaimana terkadang kita mendapatkan bisikan dan gagasan untuk berbuat maksiat, maka di lain waktu kita juga mendapatkan gagasan untuk berbuat amal saleh.
Akan tetapi bagi pakar hadis yang terbiasa bergelut dengan ratusan ribu hadis, beliau segera tahu bahwa gaya bahasa demikian sesungguhnya tidak mirip dengan gaya bahasa Rasulullah ﷺ!
Pakar hadis ini tahu bahwa gaya bahasa demikian lebih mirip dengan gaya bahasa al-Hasan al-Baṣri!
Itulah penilaian imam Ahmad bin Hanbal terhadap riwayat-riwayat Sinān bin Sa’ad (atau Sa’ad bin Sinān) dalam riwayat ini. Beliau berkata,
Artinya,
“Hadisnya mirip dengan ucapan al-Hasan al-Baṣrī.”
Ini akan sangat sulit diidentifikasi ulama biasa, lebih-lebih orang awam.
Lebih sulit lagi untuk mengidentifikasi karena para ulama juga tahu dan sudah terkenal bahwa tidak ada di kalangan tābi’in ulama saleh yang ucapannya mirip dengan ucapan para nabi selain al-Hasan al-Baṣrī!
***
Seperti inilah kalau ulama hadis betulan.
Tak tahu sanadpun bisa cepat mengenali mana ucapan Nabi ﷺ dan mana yang bukan.
Karena sudah saking seringnya berinteraksi dengan ratusan ribu hadis nabi yang sahih. Jadi sudah semacam jadi intuisi otomatis atau “malakah” yang menyatu dengan dirinya
Karena itu jangan memandang sebelah mata penilaian nakārah matan hadis jika muncul dari pakar hadis. Jika mereka mengatakan hadis ini munkar, maka mereka tahu bahwa redaksi demikian tidak mungkin muncul dari sabda Nabi ﷺ. Sebab itu hasil ekstrak bergelut puluhan tahun dengan hadis.
Seperti kemampuan dokter yang bisa memperkirakan suhu pasien hanya dengan menyentuhnya walaupun tidak pakai termometer karena saking terbiasanya.
***
Hadis Nur Muhammad itu riwayatnya sungguh mudah terlihat sebagai matan munkar. Bahasa Arabnya buruk. Gaya berceritanya serupa dengan dongeng-dongeng dan mitos. Banyak istilah-istilah sufi yang jelas belum pernah di kenal di zaman Rasulullah ﷺ. Jadi semuanya adalah hujah pasti yang meyakinkan bahwa itu memang hadis palsu.
28 Januari 2024/ 17 Rajab 1445 H pukul 09.57