Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin) – Dosen Universitas Brawijaya
Jika sebagian Sahabat Nabi Musa saja bisa bingung menilai Sāmirī bahkan ada yang mendukungnya, maka lebih bisa difahami jika ada sebagian ulama yang bingung menilai al-Ḥallāj dan Ibnu ‘Arabī.
Jika sebagian Sahabat Nabi Musa saja bisa bingung menilai Qārūn, bahkan ada yang mendukungnya, maka lebih bisa difahami jika ada sebagian ulama yang bingung menilai al-Ḥallāj dan Ibnu ‘Arabī.
Sahabat-Sahabat Nabi Musa adalah orang-orang yang bertemu langsung dengan Nabi Musa, bergaul dengannya dan mendapatkan pengajaran langsung dari nabi Musa. Mereka ibarat Sahabat-Sahabat Nabi ﷺ yang mendapatkan keistimewaan langsung bertemu Nabi ﷺ, bergaul rapat dengan Nabi ﷺ dan mendapatkan kesempatan untuk meminum ilmu dari Nabi ﷺ dari sumbernya yang paling bersih.
Dengan privilege seperti itu saja masih ada yang bisa terfitnah Sāmīri, menjadi pengikutnya, dan meninggalkan Nabi Harun sampai akhirnya terjatuh pada kemusyrikan yang membuat mereka harus dihukum bunuh diri.
Dengan privilege seperti itu juga masih ada yang merasa samar dengan hakikat Qārūn, lalu terfitnah dengannya, bahkan mendukungnya lalu ikut-ikut ber-mubahalah menantang nabi Musa sampai akhirnya mereka binasa semua ditelan bumi.
Bahkan di zaman Nabi ﷺ pun ada yang semisal dengan ini, walaupun tidak separah fitnah Sāmirī dan Qārūn. Ada lelaki yang bernama Ibnu Ṣayyād yang hakikatnya sangat samar bagi Sahabat. Ada yang berpendapat dia itu Dajjāl Akbar, ada yang berpendapat dia itu dajjal kecil, ada yang berpendapat dia itu dukun, ada yang berpendapat dia muslim. Yang semakin membuat samar adalah fakta bahwa keturunannya ada yang menjadi ulama!
***
Oleh karena itu, jika ada sosok semisal al-Ḥallāj dan Ibnu ‘Arabī yang sungguh samar bagi sebagian kaum muslimin, maka itu bisa dimengerti.
Walaupun sudah ada 50 lebih ulama yang mengkafirkan Ibnu ‘Arabī, dan seluruh fukaha’ di masa al-Ḥallāj sepakat kekafiran al-Ḥallāj kecuali satu dua orang saja yang kurang informasi, tapi nyatanya sampai hari ini masih ada juga ulama yang bahkan meyakini kewalian keduanya!
Sungguh, saya tidak mengetahui dalam sejarah umat Islam ada sosok yang fitnah kesamarannya mirip dengan Samiri dan Qārūn selain al-Ḥallāj dan Ibnu ‘Arabī.
Tapi haqq tetap haqq dan batil tetap batil.
Jadi, lepas dari perselisihan ulama apakah al-Ḥallāj dan Ibnu Arabi itu penyesat ataukah wali Allah, kebenaran di sisi Allah tetap satu.
Sungguh beruntung hamba-hamba yang bisa mengambil sikap yang benar dan sesuai dengan kehendak Allah saat menyikapi al-Ḥallāj dan Ibnu ‘Arabī ini.
Kita hanya mampu menilai permukaan, dan kita tidak ditaklif kecuali hanya sampai level itu.
Hakikat sejati tetap Allah yang Maha Tahu.
Dialah yang akan mengadili manusia di hari penghisaban terkait segala sesuatu yang diperselisihkan manusia.
26 Februari 2024/ 16 Sya’ban 1445 H pukul 16.16