Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin) – Dosen Universitas Brawijaya
Kemaksiatan itu jika dipropagandakan dengan bahasa kampungan, maka ia akan cepat ditentang.
Jika disampaikan dengan bahasa canda, maka orang lama-lama akan menganggapnya biasa.
Tapi jika diajarkan dengan bahasa filsafat, maka akan tampak sebagai hikmah!
Kalau diberi pakaian tasawuf, maka dia bahkan bisa distempel sebagai bentuk taqarrub ilallāh!
***
Contoh:
“Ayo tinggalkan salat 5 waktu!” ini gampang dinilai sebagai ajakan sesat
“Tadi aku diajak solat, trus aku bilang, ‘oalah masih musim tah?’ Lalu semua tertawa”. Kalimat mungkar seperti ini biasanya ditertawakan dan dianggap biasa karena “hanya” melucu.
“Sholat itu hakikatnya kamu berusaha mengenal Tuhanmu. Jika kamu sudah mengenal dirimu maka sebenarnya kamu sudah mengenal Tuhanmu. Sholat hanyalah gerakan fisik untuk membantu mengontrol jiwa yang lemah dan belum mengenal Tuhannya supaya fokus, sebagaimana anak kecil dilatih menghafal doa yang belum dia mengerti sebagai pembiasaan sebelum mengerti benar apa filosofi berdoa. Jadi, orang yang sudah mengenal Tuhannya, maka dia sudah tidak terikat lagi gerakan-gerakan fisik.” Ini ending-nya sama, mengajak meninggalkan salat, tapi karena pakai bahasa agak mbulet maka terkesan pemikiran mendalam dan seperti hikmah.
“Jika seorang hamba sudah fana dalam zat Tuhannya, maka sudah tidak ada bedanya lagi makhluk dengan Khaliq. Semuanya telah menyatu dan dia sudah mencapai tujuan utama tazkiyatun nufus. Saat itu syari’at sudah menjadi hijab antara dia dan Tuhannya sehingga untuk mencapai asyik masyuk dengan Tuhannya secara menyeluruh maka dia harus melenyapkan segala hijab itu.” Ini juga bahasa tasawuf tapi ajakannya sama, meninggalkan sholat.
Maksiat lain seperti zina, mabuk dll juga bisa diperlakukan seperti di atas.
6 Maret 2024/ 25 Sya’ban 1445 H pukul 06.28