Oleh : Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin)
Di antara tanda Lailatul Kadar terpenting yang lain (selain ciri ketenangan sebagaimana saya jelaskan dalam catatan sebelumnya) adalah kuatnya nur di malam itu. Nur demikian kuat dan dominan sehingga dampaknya terasa bukan hanya di waktu malam, tetapi juga sampai waktu pagi.
Di malam itu, bulan seakan bersinar terang berkilauan. Ahmad meriwayatkan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,
« كَأَنَّ فِيهَا قَمَرًا سَاطِعًا». [«مسند أحمد» (37/ 425 ط الرسالة)]
Artinya,
“Seakan-akan di malam itu bulan berkilauan” (H.R. Ahmad)
Dalam riwayat lain, Lailatul Kadar digambarkan suasana malamnya itu “ceria”. Seperti wajah orang yang bahagia dan berseri-seri karena gembira yang mana nur meliputi wajahnya. Abū Dāwūd meriwayatkan,
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ ، «أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ: لَيْلَةٌ سَمْحَةٌ طَلْقَةٌ. [«مسند أبي داود الطيالسي» (4/ 401)]
Artinya,
“Dari Ibnu ‘Abbās dari Nabi ﷺ terkait Lailatul Kadar, ‘(ia adalah) Malam yang nyaman berseri-seri”
Riwayat senada ada dalam Ṣaḥīḥ Ibnu Khuzaimah,
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ: «لَيْلَةٌ طَلْقَةٌ. [«صحيح ابن خزيمة» (3/ 331)]
Artinya,
“Dari Ibnu ‘Abbās dari Nabi ﷺ terkait Lailatul Kadar, ‘(ia adalah) Malam yang berseri-seri” (H.R. Ibnu Khuzaimah)
Dalam riwayat Ahmad, malam itu disifati sebagai “baljah”. Makna bahasa baljah sama dengan ṭalqah, yakni berseri-seri. Ahmad meriwayatkan,
« إِنَّ أَمَارَةَ لَيْلَةِ الْقَدْرِ أَنَّهَا صَافِيَةٌ بَلْجَةٌ». [«مسند أحمد» (37/ 425 ط الرسالة)]
Artinya,
“Sesungguhnya tanda Lailatul Kadar itu malamnya cerah berseri-seri” (H.R.Ahmad)
Riwayat yang mengandung kata “baljah” juga ada dalam al-Mu‘jam al-Kabīr karya al-Ṭabarānī,
«لَيْلَةُ الْقَدْرِ بَلْجَةٌ. [«المعجم الكبير للطبراني» (22/ 59)]
Artinya,
“Lailatul Kadar itu berseri-seri” (H.R. al-Ṭabarānī)
Riwayat senada juga ada dalam Ṣaḥīḥ Ibnu Khuzaimah,
وَهِيَ لَيْلَةٌ طَلْقَةٌ بَلْجَةٌ. [«صحيح ابن خزيمة» (3/ 330)]
Artinya,
“Malam itu adalah malam yang berseri-seri” (H.R. Ibnu Khuzaimah)
Kadang-kadang Allah menampakkan kuatnya nur di malam itu pada sebagian hambaNya yang dikehendakiNya seperti pengalaman al-Nawawī. Ibnu al-‘Aṭṭār menuturkan,
وَذَكَرَ لِيْ وَالِدُهُ أَنَّ الشَّيْخَ كَانَ نَائِماً إِلى جَنْبِهِ، وَقَدْ بَلَغَ مِنَ العُمُرِ سَبْعَ سِنِيْنَ لَيْلَةَ السَّابِع وَالعِشْرِيْنَ مِنْ رَمَضَانَ؛ قَالَ: “فَانْتَبَهَ نَحْوَ نِصْفِ اللَّيْلِ، وَأَيْقَظَنِيْ، وَقَالَ: “يَا أَبَة! مَا هذَا الضَّوْءُ الَّذِيْ قَدْ مَلَأَ الدَّارَ؟! “. وَاسْتَيْقَظَ أَهْلُهُ جَمِيْعاً، فَلَمْ نَرَ كُلُّنا شَيْئاً”. قَالَ وَالِدُهُ: “فَعَرَفْتُ/ أَنَّهَا لَيْلَةُ القَدْرِ”
Artinya:
“Ayah beliau (An-Nawawi) menceritakan kepada saya (Ibnu Al-’Atthor) bahwasanya An-Nawawi pada malam ke 27 Ramadan tidur di sampingnya sementara waktu itu usianya telah mencapai 7 tahun. (Ayah An-Nawawi berkata) ‘Lalu An-Nawawi bangun kira-kira di tengah malam dan membangunkan saya dan berkata, ‘Wahai Ayah, cahaya apa ini yang memenuhi rumah?’ Seluruh keluarga pun bangun tetapi kami semua tidak melihat apa pun.’ Ayah An-Nawawi berkata, ‘Dari situ aku pun tahu bahwasanya malam itu adalah Lailatul Qadar.’”
Kuatnya nur ini membuat matahari yang terbit di pagi hari muncul tanpa disertai syu‘ā‘, yakni sinar yang membentuk seperti garis. Jadi, di pagi itu matahari terbit dengan cahaya yang agak lemah, putih dan tanpa berkas sinar yang kuat. Muslim meriwayatkan,
«وَأَمَارَتُهَا أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ فِي صَبِيحَةِ يَوْمِهَا بَيْضَاءَ لَا شُعَاعَ لَهَا». [«صحيح مسلم» (2/ 178 ط التركية)]
Artinya,
“Tanda Lailatul Kadar adalah matahari terbit dipagi harinya dalam keadaan berwarna putih tanpa syu‘ā’” (H.R. Muslim)
Matahari terbit berwarna putih tanpa syu‘ā’ adalah tanda Lailatul Kadar terkuat yang dinyatakan dalam hadis. Mullā al-Qārī mengatakan bahwa penyebab matahari terbit dengan kondisi cahaya seperti itu karena nur Lailatul Kadar mengalahkan cahaya matahari terbit. Beliau berkata,
«نَعَمْ لَوْ قِيلَ: غَلَبَ نُورُ تِلْكَ اللَّيْلَةِ ضَوْءَ الشَّمْسِ مَعَ بُعْدِ الْمَسَافَةِ الزَّمَانِيَّةِ مُبَالَغَةً فِي إِظْهَارِ أَنْوَارِهَا الرَّبَّانِيَّةِ لَكَانَ وَجْهًا وَجِيهًا وَتَنْبِيهًا نَبِيهًا». [«مرقاة المفاتيح شرح مشكاة المصابيح» (4/ 1440)]
Artinya,
“Ya, seandainya dikatakan bahwa nur Lailatul Kadar mengalahkan cahaya matahari padahal jarak waktunya jauh sebagai bentuk mubalagah untuk menampakkan nur rabbānī, maka itu adalah makna yang berharga dan catatan penjelas yang penting” (Mirqāt al-Mafātīḥ, juz 4 hlm 1440)
Sebagian ulama yang lain berpendapat, cahaya matahari agak redup seperti itu adalah karena banyaknya malaikat yang turun di malam itu. Di pagi hari para malaikat naik kembali ke langit dan menghalangi sebagian cahaya matahari.
(bersambung)
21 Ramadan 1443 H/23 April 2022 pukul 10.08