Pertanyaan
Assalamu’alaikum wr wb.
Ustadz, bagaimana pandangan ustadz terkait dengan meminum dan memperjualbelikan Kopi Luwak ? Mengingat kopi Luwak berasal dari kopi asli yang dimakan Luwak dan keluar bersama kotoran Luwak setelah melalui proses pencernaan. kemudian kopi yang ada bersama kotoran Luwak tersebut diambil dan dibersihkan, selanjutnya diproses sebagaimana kopi pada umumnya..? syukron atas jawabannya ustadz.
Kedai Kuliner
Jawaban
Oleh: Ust. Muafa
Wa’alaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh.
Mubah mengkonsumsi kopi Luwak termasuk memperjualbelikannya.
Kehalalan mengkonsumsi kopi, meski sempat menjadi perdebatan di awal-awal munculnya kopi, namun secara umum saat ini kehalalan kopi sudah disepakati, dan perlahan-lahan pendapat yang mengharamkannya mulai tidak terdengar lagi. Kopi dihukumi halal berdasarkan keumuman Ayat dalam Al-Quran yang menerangkan bahwa semua benda di bumi diciptakan Allah untuk manusia. Allah berfirman;
Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu (Al-Baqoroh;29)
Berdasarkan ayat ini, maka semua benda, hewan dan tumbuhan yang ada di bumi hukum asalnya adalah halal selama tidak ada dalil yang mengharamkannya. Kopi termasuk keumuman ayat ini, sehingga kopi dihukumi halal dikonsumsi dan dimanfaatkan oleh manusia.
Adapun kopi Luwak, berdasarkan sejumlah sumber referensi yang ada, kopi yang dianggap berasal dari Indonesia dan menjadi kopi khas indonesia ini tidaklah dipetik dari pohon sebagaimana umumnya kopi, namun diambil dan dipilihi dari kotoran Luwak. Luwak adalah hewan menyusui/mamalia yang disebut juga dengan nama luak/musang kelapa/musang pulut/careuh/common palm civet/common musang/ouse musang/toddy cat/Paradoxurus hermaphrodites atau Zabad (الزَّبَادُ) dalam bahasa Arab. Luwak yang digolongkan ke dalam suku musang dan garangan/Viverridae meskipun memakan hewan-hewan seperti serangga, moluska, cacing tanah, kadal serta bermacam-macam hewan kecil lain yang bisa ditangkapnya, termasuk mamalia kecil seperti tikus, namun Luwak juga dikenal suka memakan buah-buahan seperti pepaya, pisang dan buah pohon kayu afrika (Maesopsis eminii). Kopi termasuk buah yang disukai Luwak. Ketika Luwak memakan buah kopi, maka ia akan memilih secara selektif buah kopi yang berkualitas baik dan matang saja. Ketika buah kopi memasuki alat pencernakan Luwak, tidak semua dari bagian buah kopi tersebut tercerna. Sistem alat pencernakan Luwak yang sederhana membuat bagian yang tercerna hanya daging buahnya saja, sementara biji kopi yang bertekstur yang keras tidak ikut tercerna. Biji kopi yang keras itu hanya sedikit terfermentasi dan terurai sejumlah proteinnya oleh enzim-enzim pencernakan. Biji kopi yang tidak tercerna itu kemudian keluar bersama kotoran Luwak dalam keadaan utuh seakan-akan tidak pernah dimakan. Oleh para petani, biji kopi yang keluar bersama kotoran Luwak tersebut kemudian diambil, dibersihkan, disangrai, ditumbuk, diseduh, dan siap dikonsumsi.
Dengan melihat asal-usul kopi jenis ini yang ternyata diambil dan dipilihi dari kotoran Luwak masyarakat menjulukinya dengan istilah kopi Luwak. Orang Arab sendiri langsung menyerap istilah ini dengan sebutan (كُوْبِيْ لُوَاك). Rasa dan aroma kopi Luwak bersifat Khas sehingga membuatnya jadi minuman eksklusif berharga mahal yang hanya disajikan pada acara-acara tertentu pada kelas eksekutif. Konon, penemu pertama kopi ini adalah pekerja perkebunan kopi Indonesia di zaman penjajahan Belanda. Ketika Belanda melarang penduduk pribumi memetik buah kopi untuk konsumsi sendiri, penduduk pribumi menjadi penasaran, sehingga mereka berusaha mendapatkannya secara diam-diam agar bisa menikmatinya. Tidak lama kemudian mereka menemukan sejenis hewan yang dikenal dengan nama Luwak yang ternyata suka memakan buah kopi namun kopi tersebut tidak tercerna dalam perutnya dan keluar bersama kotorannya. Oleh mereka biji tersebut dibersihkan, diolah dan dibuat minuman. ternyata setelah dicicipi rasanya unik dan nikmat. Setelah orang Belanda mencium kabar nikmatnya kopi Luwak ini, maka kopi tersebut segera tersebar dan menjadi minuman terkenal di kalangan para bangsawan.
Berdasarkan paparan fakta kopi Luwak di atas bisa difahami bahwa kopi Luwak hukumnya halal, karena meskipun keluar bersama kotoran Luwak, namun kopi tersebut tidak ikut tercerna sehingga masih tetap memiliki sifat kopi yang langsung dipetik dari pohonnya.
Dalil kehalalan kopi Luwak adalah dalil kehalalan kopi secara umum yang dijelaskan di awal tulisan ini.
Adapun pendapat yang mengharamkan kopi Luwak dengan alasan kopi Luwak hukumnya Najis sehingga haram memakan barang Najis, maka argumentasi ini tidak dapat diterima karena empat alasan;
Pertama; tidak semua kopi Luwak diambil dari kotoran Luwak. Ada jenis kopi Luwak yang diambil dari mulut Luwak.
Kedua; tidak semua yang keluar dari dua jalan (Qubul dan Dubur) dihukumi Najis. Air kencing dan kotoran manusia memang Najis, tetapi telur, bayi, emas, kerikil dan semisalnya (yang keluar dari dua jalan) tidak dihukumi benda Najis
Ketiga; dengan asumsi bahwa kotoran Luwak termasuk Najis, maka kopi Luwak tidak bisa digolongkan benda Najis/ Ainun Najisah (الْعَيْنُ النَّجِسَةُ) tetapi benda yang terkena benda Najis/Ainun Mutajannisah (الْعَيْنُ الْمُتَنَجِّسَةُ). Benda yang terkena Najis boleh dikonsumsi selama Najisnya dihilangkan. Bukhari meriwayatkan;
عَنْ مَيْمُونَةَ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ عَنْ فَأْرَةٍ سَقَطَتْ فِي سَمْنٍ فَقَالَ أَلْقُوهَا وَمَا حَوْلَهَا فَاطْرَحُوهُ وَكُلُوا سَمْنَكُمْ
“Dari Maimunah, bahwa Rasulullah ﷺ pernah ditanya tentang bangkai tikus yang jatuh ke dalam lemak (minyak samin). Maka Beliau menjawab: “Buanglah bangkai tikus itu ada apa yang ada di sekitarnya, lalu makanlah lemak kalian.” (H.R. Bukhari)
Bangkai tikus hukumnya Najis. Ketika bangkai tikus mengenai benda suci seperti mentega, ternyata Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ hanya merekomendasikan pembuangan bangkai tersebut termasuk mentega yang ada disekitarnya (bukan seluruh mentega), kemudian membolehkan mengkonsumsi mentega tersebut. Oleh karena itu hadis ini menunjukkan bahwa benda suci/halal yang terkena benda Najis tidak serta merta membuat benda suci nan halal itu menjadi haram. Benda halal tersebut tetap halal dikonsusmsi asalkan Najisnya dibuang.
Hal sama berlaku pada kopi Luwak. Dengan asumsi kotoran Luwak Najis, maka kopi Luwak yang dibersihkan dari kotoran Luwak sudah cukup untuk membuat status kopi Luwak menjadi halal dikonsumsi sebagaimana halalnya mengkonsumsi mentega setelah Najis bangkainya disingkirkan.
Jika kotoran Luwak dianggap suci karena Luwak halal dimakan seperti yang dinyatakan sebagian pendapat, maka kopi Luwak lebih jelas lagi kehalalannya.
Yang lebih menguatkan; Syara’ menghukumi air liur anjing Najis, namun berburu hewan dengan anjing Mubah. Padahal hewan yang dibunuh anjing pasti terkena air liur anjing. Hal ini lebih mengukuhkan pemahaman bahwa benda yang terkena Najis tidak serta merta menjadi Najis secara keseluruhan atau berubah menjadi benda Najis yang haram dimakan.
Keempat; Tidak ada unsur Istihalah (الاسْتِحَالَةُ) / transformasi sempurna/perubahan non reversible (perubahan kimia, bukan perubahan fisis) pada kopi Luwak, padahal Istihalah dipertimbangkan dalam status hukum untuk menilai sebuah benda.
Dalil yang menunjukkan bahwa Istihalah dipertimbangkan dalam menilai status benda adalah hadis berikut;
عَنْ جَابِرٍ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ نِعْمَ الْإِدَامُ الْخَلُّ
“Dari Jabir dari Nabi ﷺ, beliau bersabda: “Lauk yang paling nikmat adalah cuka.” (H.R. At-Tirmidzi)
Cuka Mubah dikonsumsi berdasarkan hadis di atas. Padahal sudah diketahui bahwa cuka berasal dari proses fermentasi yang dibuat dari Khomer atau melewati proses terbentuknya Khomer. Khomer dalam syariat hukumnya haram, sementara cuka termasuk air anggur yang menjadi asal Khomer hukumnya halal. Khomer menjadi haram meskipun asalnya adalah air anggur karena telah mengalami Istihalah. Cuka hukumnya halal meskipun asalnya khomer karena telah mengalami Istihalah. Jadi hal ini menunjukkan bahwa Istihalah yang menentukan status benda untuk dihukumi dengan hukum tertentu.
Kopi Luwak tidak mengalami Istihalah karena tidak tercerna oleh sistem pencernakan Luwak yang sederhana. Kopi Luweak tidak bisa disebut kotoran karena tidak memiliki sifat-sifat kotoran secara bahasa. Dalam bahasa Arab, kotoran diistilahkan dengan nama Ghoith (الْغَائِطُ), ‘Adziroh (الْعَذِرَةُ), Routs (الرَّوْثُ), atau Roji'(الرَّجِيْعُ). Ibnu Atsir menerangkan kenapa kotoran dinamakan Roji;
الرَّجِيعُ : العَذِرة والرَّوثُ سمِي رَجيعاً لأنه رَجَع عن حالته الأولى بعد أن كان طعاما أو عَلَفا
Roji’ adalah; Tinja dan kotoran. Dinamakan Roji’ karena ia berubah dari kondisi awalnya setelah sebelumnya berupa makanan atau rumput pakan (An-Nihayah Fi Ghoribi Al-Atsar, vol.2 hlm 492)
Artinya, sesuatu bisa disebut kotoran jika memang telah mengalami Istihalah / transformasi sempurna/perubahan non reversible (perubahan kimia, bukan perubahan fisis) dari makanan menjadi unsur yang lain. Biji kopi Luwak tidak mengalami perubahan karena memang tidak tercerna sehingga ia masih dihukumi sebagi kopi, bukan kotoran. Hal ini mirip dengan permen yang terbungkus kertas aluminium lalu termakan manusia, kemudian keluar lewat anus dalam keadaan masih utuh. Jika kotorannya dibersihkan, maka permen tersebut halal dikonsumsi.
Atas dasar ini, kopi Luwak hukumnya halal dan mengkonsumsinya juga Mubah. Demikian pula memperjual belikannya tidak terlarang karena semua benda yang halal, Mubah diperjual belikan dan dibisniskan. Wallahua’lam
Disalin dari tulisan kami di sini