Oleh : Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin)
Jawaban singkatnya, boleh.
Kebolehan ini tidak membedakan apakah dalam kondisi tidak berihram maupun berihram.
Tikus termasuk hewan yang disebut Rasulullah ﷺ sebagai hewan “fasiq”. Muslim meriwayatkan,
“Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, dari Nabi ﷺ bahwasanya beliau bersabda, ‘Ada lima hewan fasiq yang (boleh) dibunuh baik di tanah selain tanah suci maupun di tanah suci; Ular, gagak belang-belang, tikus, anjing buas, dan burung layang-layang” (H.R. Muslim)
Maksud “fasiq” dalam hadis di atas adalah “keluar dari kelompok hewan yang dilindungi dan dihormati nyawanya”. Ia boleh dibunuh untuk kemudian dibuang. “Fasiq” sendiri dalam bahasa Arab yang paling orisinil bermakna “khorij” (keluar). Iblis disebut Allah dengan gelar “fasiq” karena dia keluar dari ketaatan. Muslim yang melanggar aturan Allah terus-terusan juga disebut “fasiq” karena dia keluar dari ketaatan kepada Allah.
Penyebab tikus termasuk digolongkan hewan “fasiq” adalah karena ia bisa menimbulkan dhoror dan bahaya bagi manusia. Tikus bisa menimbulkan kebakaran, penyakit pes, bau tidak sedap, rusaknya pakaian, rusaknya peralatan rumah tangga dan hal-hal menjengkelkan lainnya.
Adapun cara membunuhnya, prinsipnya kita diperintahkan membunuh secara “ihsan” (baik) dan tidak menyiksa. Standar “ihsan” adalah memilih “cara yang paling mudah” dan yang “paling sedikit menimbulkan rasa sakit”. Untuk kasus hewan sembelihan, Rasulullah ﷺ memerintahkan menajamkan belati agar hewan yang disembelih tidak tersiksa. Jadi, jika antum “kuat” silakan saja membunuh tikus dengan cara menyembelihnya ?
Contoh cara tidak ma’ruf dan tidak “ihsan” adalah membunuh tikus dengan cara dilaparkan sampai mati, atau diikat kemudian diseret dengan sepeda sepanjang jalan aspal, atau diikat tangan dan kakinya lalu dikuliti hidup-hidup, dibakar hidup-hidup, dijemur sampai mati, disiram air panas dan semisalnya.
Adapun contoh cara membunuh yang diizinkan syariat, misalnya membunuh dengan cara ditenggelamkan. Dalilnya adalah hadis yang menunjukkan kebolehan membunuh lalat dengan cara membenamkannya ke dalam air bejana. Al-Maghribi berkata,
“(hadis di atas) menunjukkan bahwa lalat itu (boleh) dibenamkan meskipun ia mati dengan pembenaman itu” (Al-Badru Al-Munir, juz 1 hlm 121)
Boleh juga membunuh dengan sengatan listrik, dihantam kepalanya dengan batu sampai remuk, jebakan tikus yang meremukkan tulang lehernya dan semisalnya karena cara-cara ini bisa merealisasikan kematian dengan cepat. Adapun racun tikus, jika reaksinya cepat maka tidak mengapa, tapi jika sampai berhati-hari baru mati maka itu termasuk cara membunuh yang sifatnya menyiksa sehingga terlarang.
Kalau cara menangkapnya, bebas saja. Bisa dengan kejaran manual, memakai lem tikus, memakai perangkap kotak dan seterusnya.
Patut dicatat, hewan yang boleh dibunuh bukan hanya tikus, tetapi juga hewan-hewan lain yang disebut hewan “fasiq” dalam hadis yaitu ular, gagak belang-belang, burung layang-layang dan anjing buas. Malahan, berdasarkan hadis kebolehan membunuh lalat, maka semua hewan yang sifatnya mengganggu manusia dan menimbulkan bahaya misalnya nyamuk, kecoa, rayap rumah dan semisalnya juga boleh dibunuh.
Wallahua’lam