Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin)
Saya lahir pada tanggal 5 Jumada Al-tsāniyah 1402 Hijriyah yang bertepatan dengan tanggal 31 Maret 1982 Masehi di siang hari sekitar jam 14.00. Artinya, nanti pada tanggal 5 Jumada Al-tsāniyah 1442 sekitar jam 14.00 usia saya genap 40 tahun. Kebetulan saja tanggal itu bertepatan dengan 19 Januari 2021, sehari sebelum pelantikan presiden Amerika Serikat yang baru. Saya jadi lebih mudah mengingat karena faktor kebetulan ini.
Usia 40 tahun adalah usia yang istimewa. Jika tidak istimewa, tidak mungkin Allah menyebutnya secara khusus dalam ayat berikut ini,
حَتَّى إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ} [الأحقاف: 15(
Artinya,
“…hingga apabila dia telah dewasa dan umurnya mencapai empat puluh tahun dia berdoa, “Ya Tuhanku, berilah aku petunjuk agar aku dapat mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau limpahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku dan agar aku dapat berbuat kebajikan yang Engkau ridai; dan berilah aku kebaikan yang akan mengalir sampai kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertobat kepada Engkau dan sungguh, aku termasuk orang muslim.” (Al-Ahqaf/46:15)
Kalau begitu, apa keistimewaan usia 40 tahun?
Usia 40 tahun adalah usia kematangan manusia. Akalnya mencapai puncak kesempurnaan, kemampuannya memahami sudah maksimal dan kepiawaiannya menahan emosi juga sudah stabil. Rasulullah ﷺ diutus di usia 40 tahun. Al-Syaukāni bahkan menyatakan (mengutip para mufassir) bahwa Allah itu selalu mengutus para nabi saat mereka berusia 40 tahun. Al-Syaukāni berkata,
قَالَ الْمُفَسِّرُونَ: لَمْ يَبْعَثِ اللَّهُ نَبِيًّا قَطُّ إِلَّا بَعْدَ أَرْبَعِينَ سَنَةً (فتح القدير للشوكاني (5/ 22)
Artinya,
“Para mufassir berkata tidaklah Allah mengutus seorang nabi pun kecuali setelah berusia 40 tahun” (Fatḥu Al-Qadir, juz 5 hlm 22)
Usia 40 tahun adalah usia yang semestinya menjadi usia kematangan seseorang dalam din. Artinya, sebelum usia 40 tahun bisa jadi dia masih di tahap mencari, merenungkan, bingung, bimbang, galau, risau, tadi punya pegangan, terombang-ambing, tidak punya pendirian, ikut-ikutan, penuh keraguan, jatuh bangun, sering maksiat, banyak kalah oleh hawa nafsu, penuh kemunafikan, emosian, gampang terbawa perasaan, dan babak belur. Tetapi begitu ia masuk usia 40, semestinya dia sudah mengalami perubahan yang drastis. Semestinya dia sudah stabil, tidak goncang lagi dan sudah mantap. Semestinya dia sudah berhasil menemukan ilmu terpenting, ilmunya ilmu, intinya inti, hakikat hidup, dan tujuan hidup. Di usia ini sudah semestinya ia meninggalkan pertengkaran duniawi. Di usia ini sudah semestinya dia meninggalkan semua lebay-isasi persoalan remah. Di usia ini sudah semestinya dia lebih berlapang dada, lebih tenang, lebih sabar dan lebih bijaksana. Di usia ini sudah semestinya dia sudah merancang kira-kira dengan amal apa dia menghabiskan umur sampai hari bertemu Allah nanti. Usia 40 tahun adalah titik kritis yang mengukur kesuksesan atau “kegagalan” seseorang dalam menemukan makna din dalam hidupnya.
Jika di usia ini seorang hamba konsisten dalam amal saleh, maka ada harapan besar dia akan istiqamah beramal saleh sampai wafat. Tetapi jika di usia ini orang masih didominasi hawa nafsu, atau sering kalah oleh hawa nafsunya sehingga banyak bermaksiat terhadap Rabbnya, maka sungguh nasibnya di ujung tanduk dan mengkhawatirkan. Usia ini adalah titik paling menentukan karena sudah jarang orang berubah jika sudah mencapai usia 40 tahun. Jika sampai usia 40 tahun dia punya kebiasaan tertentu, maka kebiasaan itulah yang biasanya akan ia bawa terus sampai mati. Ibnu Katsir berkata,
وَيُقَالُ: إِنَّهُ لَا يَتَغَيَّرُ غَالِبًا عَمَّا يَكُونُ عَلَيْهِ ابْنُ الْأَرْبَعِينَ (تفسير ابن كثير ت سلامة (7/ 280)
Artinya,
“Ada pernyataan, ‘Umumnya orang tidak berubah dari kebiasaannya saat berusia 40 tahun.” (Tafsir Ibn Kaṡir, juz 7 hlm 280)
Di usia 40 tahun biasanya mulai muncul kebijaksanaan. Mulai muncul kestabilan jiwa. Mulai berkurang dorongan hawa nafsu. Di usia ini atau menjelang usia ini pula biasanya orang mulai mendapatkan ujian hebat sampai akhirnya dia bertaubat, kembali kepada Allah, fokus untuk akhirat, dan menyadari semua kepalsuan dunia. Di usia ini orang biasanya mulai bisa lebih dewasa, lebih bisa menyadari statusnya sebagai hamba Allah, dan lebih bisa menghayati makna penyembahan terhadap Allah. Al-Ḥajjāj bin Abdullah Al-Ḥakam, salah seorang pejabat dari Bani Umayyah di Damaskus berkata,
تَرَكْتُ الْمَعَاصِيَ وَالذُّنُوبَ أَرْبَعِينَ سَنَةً حَيَاءً مِنَ النَّاسِ، ثُمَّ تَرَكْتُهَا حَيَاءً مِنَ اللَّهِ، عَزَّ وَجَلَّ. (تفسير ابن كثير ت سلامة (7/ 281)
Artinya,
“(awalnya) Aku meninggalkan maksiat dan dosa selama 40 tahun karena malu kepada manusia, kemudian aku meninggalkan dosa-dosa itu karena malu kepada Allah.” (Tafsir Ibn Kaṡir, juz 7 hlm 281)
Al-Nawawī menceritakan dalam Riyāḍu Al-Ṣāliḥin bahwa penduduk Madinah itu di zaman generasi Al-Salaf Al-ṣāliḥ dulu, jika mereka sudah mencapai usia 40 tahun maka mereka akan fokus untuk ibadah,
وَنَقَلُوا أنَّ أَهْلَ المدينَةِ كانوا إِذَا بَلَغَ أَحَدُهُمْ أربْعينَ سَنَةً تَفَرَّغَ للعِبادَةِ (رياض الصالحين ت الفحل (ص: 57)
Artinya,
“Para ulama meriwayatkan bahwa penduduk Madinah itu jika salah seorang diantara mereka telah mencapai usia 40 tahun maka mereka akan memusatkan diri untuk beribadah” (Riyāḍu Al-Ṣāliḥin, hlm 57)
Karena itu, celaka engkau yang sudah berusia 40 tahun lalu masih menuruti hawa nafsumu!
Celaka engkau yang yang sudah berusia 40 tahun tapi masih sibuk megah-megahan, pamer-pameran dan bangga-banggaan!
Celaka engkau yang sudah berusia 40 tahun tapi sering lupa dengan kehidupan setelah mati!
Celaka engkau yang sudah berusia 40 tahun tapi masih asal-asalan menyembah Rabbmu!
Masrūq mengingatkan, jika sudah usia 40 tahun, hati-hatilah dengan semua dosa yang dilakukan. Bisa jadi Allah masih banyak memaafkan dosa-dosa yang kita lakukan sebelum usia 40 tahun. Tapi begitu sudah masuk usia 40 tahun, bisa jadi Dia bertindak keras dengan kekerasan yang belum pernah diberikan sebelumnya dan menghukum tegas dengan hukuman yang belum pernah Ia timpakan sebelumnya. Ibnu Katsir berkata,
عَنْ الْقَاسِمِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ قَالَ: قُلْتُ لِمَسْرُوقٍ: مَتَى يُؤْخَذُ الرَّجُلُ بِذُنُوبِهِ؟ قَالَ: إِذَا بَلَغْتَ الْأَرْبَعِينَ، فَخُذْ حِذْرَكَ (تفسير ابن كثير ت سلامة (7/ 281)
Artinya,
“Dari Al-Qāsim bin Abdurrahman ia berkata, ‘Aku bertanya kepada Masrūq, ‘Kapan seseorang dihukum karena dosa-dosanya?’ Beliau menjawab, ‘Jika engkau sudah mencapai usia 40 tahun maka waspadalah!” (Tafsir Ibn Kaṡir, juz 7 hlm 281)
Hanya saja, titik rawan di usia 40 tahun ini tidak bermakna orang harus mencapai usia 40 tahun dulu agar matang dalam din. Ada banyak contoh hamba Allah yang sudah matang dan sukses mendapatklan rida Allah di saat masih belum mencapai usia 40 tahun. Fatimah Al-Zahrā’ putri Nabi ﷺ contohnya. Di riwayatkan bahwa beliau adalah pemimpin wanita di surga, padahal usia wafatnya 29 tahun. Artinya di usia itu Fatimah telah mencapai tingkat din yang stabil, pengendalian hawa nafsu yang baik dan sukses mendapatkan rida Allah.
Demikian pula Ali bin Abū Ṭālib, suami Fatimah. Saat perang Khaibar, Ali sudah disebut Rasulullah ﷺ sebagai hamba yang dicintai Allah. Padahal perang Khaibar terjadi pada tahun 7 H, sementara Ali lahir sekitar 23 tahun sebelum hijrah. Hal ini bermakna, usia Ali saat perang Khaibar adalah sekitar 30 tahun. Jadi bisa kita simpulkan, Ali di usia 30 tahun telah mencapai tingkat din yang stabil, pengendalian hawa nafsu yang baik dan sukses mendapatkan cinta Allah.
Lalu, bagaimana jika sudah berusia lebih dari 40 tahun?
Tidak ada kata terlambat selama nyawa belum dicabut. Seorang mukmin tidak boleh berputus asa meski masih terseok-seok dalam perjalanan menuju Allah. Seorang mukmin harus tetap terus berjuang sekuat tenaga tanpa putus asa mencapai kondisi istiqamah dalam kesalehan. Setelah itu perhatikan usia Anda saat mencapai 50 tahun, 60 tahun, 70 tahun, 80 tahun dan 90 tahun. Kemudian cocokkan dengan deskripsi yang dijelaskan dalam hadis berikut ini. Jika berhasil mempertahankan kesalehan sampai usia-usia itu, maka bergembiralah karena Anda berhak memiliki harapan termasuk hamba yang selamat saat bertemu Allah. Abū Ya’lā meriwayatkan,
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، رَفَعَ الْحَدِيثَ قَالَ: ” الْمَوْلُودُ حَتَّى يَبْلُغَ الْحِنْثَ مَا عَمِلَ مِنْ حَسَنَةٍ كُتِبَ لِوَالِدِهِ أَوْ لِوَالِدَيْهِ، وَمَا عَمِلَ مِنْ سَيِّئَةٍ لَمْ تُكْتَبْ عَلَيْهِ وَلَا عَلَى وَالِدَيْهِ، فَإِذَا بَلَغَ الْحِنْثَ جَرَى عَلَيْهِ الْقَلَمُ، أَمَرَ الْمَلَكَانِ اللَّذَانِ مَعَهُ أَنْ يَحْفَظَا وَأَنْ يُشَدِّدَا، فَإِذَا بَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً فِي الْإِسْلَامِ أَمَّنَهُ اللَّهُ مِنَ الْبَلَايَا الثَّلَاثَةِ: الْجُنُونِ وَالْجُذَامِ وَالْبَرَصِ، فَإِذَا بَلَغَ الْخَمْسِينَ خَفَّفَ اللَّهُ مِنْ حِسَابِهِ، فَإِذَا بَلَغَ السِّتِّينَ رَزَقَهُ اللَّهُ الْإِنَابَةَ إِلَيْهِ بِمَا يُحِبُّ، فَإِذَا بَلَغَ السَّبْعِينَ أَحَبَّهُ أَهْلُ السَّمَاءِ، فَإِذَا بَلَغَ الثَّمَانِينَ كَتَبَ اللَّهُ لَهُ حَسَنَاتِهِ وَتَجَاوَزَ عَنْ سَيِّئَاتِهِ، فَإِذَا بَلَغَ التِّسْعِينَ غَفَرَ اللَّهُ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ، وَشَفَّعَهُ فِي أَهْلِ بَيْتِهِ، وَكَانَ أَسِيرَ اللَّهِ فِي أَرْضِهِ، فَإِذَا بَلَغَ أَرْذَلَ الْعُمُرِ لِكَيْ لَا يَعْلَمُ بَعْدَ عِلْمٍ شَيْئًا كَتَبَ اللَّهُ لَهُ مِثْلَ مَا كَانَ يَعْمَلُ فِي صِحَّتِهِ مِنَ الْخَيْرِ، فَإِذَا عَمِلَ سَيِّئَةً لَمْ تُكْتَبْ عَلَيْهِ “( مسند أبي يعلى الموصلي (6/ 351)
Artinya,
“Dari Anas bin Malik radhiallahu anhu, dari Rasulullah ﷺ beliau berkata,
“Seorang anak yang lahir sampai usia balig, jika dia berbuat kebaikan, maka pahalanya akan dicatat untuk ayahnya atau orangtuanya. Jika dia berbuat dosa maka tidak dicatat dosa untuk ayahnya dan tidak juga untuk orangtuanya.
Jika sudah balig maka seluruh amalnya akan dicatat 2 malaikat yang bersamanya dengan catatan yang ketat.
jika sudah mencapai 40 tahun dalam keadaan Islam maka Allah akan mengamankannya dari 3 musibah yakni gila, kusta dan sopak.
Jika sudah mencapai 50 tahun maka Allah akan meringankan hisabnya.
Jika sudah mencapai usia 60 tahun maka Allah akan memberinya rezeki bertaubat dengan amal yang dicintaiNya.
Jika sudah mencapai 70 tahun maka penduduk langit akan mencintainya.
Jika sudah mencapai 80 tahun, maka Allah akan mencatat amal salehnya dan memaafkan dosa-dosanya.
Jika sudah mencapai 90 tahun maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya baik yang telah lalu maupun yang akan datang dan dia akan diberi keistimewaan bisa memberi syafaat keluarganya dan dia menjadi tawanan Allah di bumi.
Jika sudah mencapai usia pikun yakni tidak mengetahui apa-apa setelah sebelumnya tahu maka Allah akan mencatat semua kebaikannya saat dia melakukannya dalam kondisi sehat. Jika dia melakukan dosa maka tidak akan dicatat” (H.R. Abū Ya‘lā)
Saya sengaja membuat catatan ini terutama sekali untuk menjadi pengingat saya sendiri, sekaligus mendapatkan doa dari orang-orang saleh, seraya berharap mudah-mudahan juga memberi manfaat untuk kaum muslimin semuanya. Semoga Allah memberi kita taufiq istiqamah di jalan yang diridai-Nya.
اللهم ارزقنا التقوى والاستقامة