Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin).
Suatu hari, saat tiba jatah bermalam Aisyah, Rasulullah ﷺ masuk ke dalam selimut bersama Aisyah hingga kulit beliau bersentuhan dengan kulit istrinya. Tak lama kemudian Rasulullah ﷺ bersabda,
“Wahai Aisyah, izinkan aku menyembah Rabb-ku.”
Aisyah menjawab,
“Demi Allah, aku suka di dekatmu, tapi aku juga suka yang membuatmu suka.”
Akhirnya Aisyah pun mengizinkan dan Rasulullah ﷺ pun salat tahajud semalaman.
Potongan kisah di atas di riwayatkan Abū al-Syaikh al-Aṣfahānī dengan redaksi sebagai berikut,
Artinya,
“Beliau (Rasulullah ﷺ) mendatangiku pada jatah malamku. Tatkala beliau telah masuk ke dalam selimutku dan kulitnya bersentuhan dengan kulitku, beliau bersabda, ‘Wahai Aisyah izinkan aku untuk menyembah Rabb-ku’. Aku menjawab, ‘Sesungguhnya aku suka berdekatan denganmu, tapi aku juga menyukai apa yang engkau sukai.” (H.R.Abū al-Syaikh al-Aṣbahānī)
Lihatlah betapa indahnya akhlak Nabi ﷺ!
Untuk salat malam saja beliau minta izin kepada istrinya, padahal itu bukan kewajiban beliau.
Nampaknya akhlak mulia ini didasarkan pemahaman yang mendalam terhadap karakteristik jiwa wanita, fitrahnya, psikisnya dan kebutuhannya. Fitrah wanita tentu nyaman jika di dekat suaminya. Apalagi di waktu malam. Lebih-lebih jika wanita tersebut dipoligami. Masa penantian menunggu jatah harinya akan menumpuk kerinduan yang mendalam. Begitu bertemu suami dan tidur bersama, rasanya ingin semalaman berpelukan dan berdekatan dengan sang suami.
Mungkin karena memahami kebutuhan wanita seperti ini, maka Rasulullah ﷺ minta izin dulu kepada Aisyah untuk meninggalkannya di kasurnya demi melakukan salat malam. Sebab, itu jelas akan mengurangi kesenangannya di malam itu. Apalagi jika keinginan salat malam itu tiba di awal malam setelah isya, misalnya. Tentu niat salat tahajud semalaman akan membuat istri hanya akan melihat suami tapi tidak bisa berdekatan dan memeluknya.
Alangkah mulianya akhlak Nabi ﷺ dalam mempergauli istri-istrinya yang dipoligami.
Untuk salat malam saja beliau tidak langsung pergi, tetapi minta izin dan kerelaan istrinya padahal minta izin itu tidak wajib bagi Nabi ﷺ.
Sekarang bandingkan dengan lelaki yang berpoligami, lalu keluar malam sesukanya, padahal malam itu adalah jatah bermalam salah satu istrinya.
- Pengin datang ke salah satu istrinya yang lain, langsung saja keluar menyelinap
- Istri yang lain ingin ketemu curhat, langsung saja keluar rumah
- Istri yang lain ingin dibenahi pompa, langsung saja keluar rumah
- Istri yang lain sedang merajuk, langsung saja keluar rumah untuk membujuk
- Pengin nonton bola, langsung saja keluar rumah
- Pengin mancing malam-malam, langsung saja keluar rumah
- Pengin jajan malam-malam, langsung saja keluar rumah
- Dan lain-lain.
Padahal malam adalah jatah waktu istri, dan mengambil jatah itu untuk kegiatan apapun yang bukan darurat adalah bentuk kezaliman.
Jika suami tidak memperhatikan hak-hak semacam ini, lalu siapa yang diteladaninya dalam berpoligami?
***
26 Zulhijah 1442/ 5 Agustus 2021 Pukul 09.35