Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin).
Suatu hari Rasulullah ﷺ berada di tempat Aisyah bersama sejumlah Sahabat. Kemudian ada salah seorang istri Nabi ﷺ yang mengirim makanan agar dimakan Rasulullah ﷺ dan para Sahabatnya. Namanya Ṣafiyyah. Istri Nabi ﷺ yang bernama Ṣafiyyah ini termasuk di antara istri Nabi ﷺ yang berwajah cantik sama seperti Aisyah. Bedanya, kecantikan Aisyah adalah kecantikan tipe wanita Arab sementara kecantikan Ṣafiyyah adalah kecantikan tipe wanita Banī Israel. Sebab, Ṣafiyyah memang didapatkan Rasulullah ﷺ saat menaklukkan Khaibar, benteng terkuat Yahudi di tanah Arab. Satu-satunya istri Nabi ﷺ yang beda ras memang hanya beliau (Ṣafiyyah).
Nah, karena Ṣafiyyah ini cantik, tentu saja Asiyah cemburu. Kecemburuannya terhadap Ṣafiyyah melebihi kecemburuan beliau terhadap istri-istri Nabi ﷺ yang lain. Apalagi Ṣafiyyah punya kelebihan, yakni masakannya paling enak di antara seluruh istri-istri Nabi ﷺ! Aisyah sendiri pernah bertestimoni bahwa tidak ada wanita yang masakannya lebih enak seperti masakan Ṣafiyyah.
Bisa dibayangkan seperti apa kira-kira kecemburuan Aisyah begitu mengetahui Ṣafiyyah mengirim makanan saat Rasulullah ﷺ sedang bersamanya! Di rumahnya saat giliran harinya lagi!
Oleh karena itu, begitu pembantu yang membawa makanan Ṣafiyyah itu masuk ke rumah Rasulullah ﷺ untuk menghidangkan makanan tersebut, Aisyah menampel piring di tangan pembantu itu hingga jatuh dan piringnya dan makanannya hancur berantakan!
Apa reaksi Rasulullah ﷺ?
Apakah beliau marah-marah sambil mencela Asiyah dengan mengatakan misalnya,
“Apa apaan ini?! Cemburu kok sampai buang-buang makanan dan merusak barang?!”
“Siapa yang mengajarimu merusak barang saat cemburu? Bikin malu saja!”
“Hei anak Abu Bakar, cemburu ya cemburu, tapi jangan sampai merusak makanan. Itu namanya menyia-nyiakan harta!”
Tidak.
Rasulullah ﷺ tidak mengatakan demikian.
Malahan beliau seakan-akan hanya tersenyum lalu berkata lembut kepada Sahabat yang hadir menyaksikan peristiwa itu,
“Ibu kalian sedang cemburu.”
Setelah itu beliau mengumpulkan pecahan piring dan sisa makanan yang berhamburan, lalu memerintahkan mengganti piring Ṣafiyyah dengan piring yang tidak pecah yang ada di tempat Aisyah. Al-Bukhārī meriwayatkan kisah tersebut dengan redaksi sebagai berikut,
Artinya,
“Dari Anas ia berkata: Suatu ketika Nabi ﷺ berada di tempat isterinya. Lalu salah seorang Ummahatul Mukminin mengirimkan hidangan berisi makanan. Maka istri Nabi ﷺ yang saat itu beliau sedang berada dirumahnya memukul piring yang berisi makanan tersebut, maka beliau pun segera mengumpulkan makanan yang berserakan ke dalam piring, lalu beliau bersabda: “Ibu kalian sedang cemburu.” Kemudian beliau menahan sang pembantu hingga didatangkan piring yang berasal dari rumah istri yang beliau berada di tempatnya. Lalu beliau menyerahkan piring yang tidak pecah kepada istri yang piringnya pecah, dan membiarkan piring yang pecah di rumah isteri yang telah memecahkannya.” (H.R.al-Bukhārī)
Subhanallah…
Alangkah sabar dan mulia akhlakmu wahai Rasulullah ﷺ.
Kecemburuan istri tidak dihadapi dengan marah-marah, tapi dihadapi dengan lembut, penuh kasih sayang, penuh maklum, dan tindakan solutif.
Sebab wanita jika sudah cemburu memang akalnya tertutup rapat. Seperti lelaki jika marah. Ucapannya tidak terkontrol, tindakannya tidak logis dan perilakunya tidak mencerminkan pengetahuannya. Kalau dia punya ilmu, seakan-akan semua ilmu itu lenyap tak berbekas jika sudah terkena cemburu berat.
Semua lelaki akan diuji dengan kecemburuan istri. Tetapi lelaki yang berpoligami biasaya akan lebih banyak diuji kecemburuan istri.
Semoga Allah merahmati para suami yang sabar dengan kecemburuan istrinya.
Catatan:
- Jika kecemburuan istri mengarah pada kemungkaran berat seperti ghibah, fitnah, menjelek-jelekkan orang baik dan semisalnya Rasulullah ﷺ tidak tinggal diam. Beliau akan marah dan menegur keras seperi marahnya Rasulullah ﷺ saat Aisyah menggunjing Ṣafiyyah atau saat Aisyah mengucapkan kata-kata buruk tentang Khadijah.
- Ṣafiyyah sebagai pembuat makanan dalam kisah di atas adalah riwayat Ahmad, al-Nasā’i dan Abū Dāwūd. Ibnu Ḥajar al-‘Asqalānī menghasankan sanadnya dalam Fatḥu al-Bārī. Pendapat lain: Pembuat makanan adalah Zainab binti Jahsy dalam riwayat sahih. Riwayat ini yang dipakai Ibnu Ḥajar al-‘Asqalānī saat menerangkan istri Nabi ﷺ yang diriwayatkan secara mubham dalam ṣahīḥ al-Bukhāri. Ada juga pendapat yang mengatakan pembuat makanan dalam kisah ini adalah Ummu Salamah. Ada juga yang berpendapat Ḥafṣah.
***
3 Muharam 1443H/12 Agustus jam 09.09