Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin)
Rasulullah ﷺ menegaskan bahwa siapapun yang didebat pada hari penghisaban, maka dia pasti masuk neraka. Rasulullah ﷺ bersabda,
Artinya,
“Barang siapa didebat saat penghisaban, maka ia pasti akan di siksa.” (H.R. al-Bukhārī)
Contoh didebat Allah saat hari penghisaban adalah kisah 3 muslim yang dihisab Allah tapi berakhir masuk neraka. Mereka adalah Si Mujahid, Si Ulama, dan Si Kaya. Mereka diingatkan Allah nikmat masing-masing lalu ditanya Allah digunakan untuk apa.
Si Mujahid mengaku nikmat tubuh kuat dipakai untuk berjihad hingga mati syahid, lalu Allah mendampratnya, mendustakannya dan mengatakan motivasi dia yang sebenarnya adalah berharap digelari pemberani oleh manusia.
Si Ulama mengaku nikmat ilmu yang didapatkan dipakai untuk berdakwah karena Allah, lalu Allah mendampratnya, mendustakannya dan mengatakan motivasi dia yang sebenarnya adalah berharap mendapatkan gelar-gelar keulamaan.
Si Kaya mengaku nikmat harta yang didapatkan dipakai untuk berinfak di jalan Allah, lalu Allah mendampratnya, mendustakannya dan mengatakan motivasi dia yang sebenarnya adalah berharap digelari dermawan.
Saya pernah mengupas sebagian makna hadis tersebut dalam catatan khusus berjudul “BAHAYA GELAR” dan “APAKAH MUDAH BERAMAL SALIH JIKA MENJADI ORANG KAYA?”
Jika seperti ini gambaran didebat Allah, berarti kunci agar selamat ada dua,
Pertama, MENGENAL NIKMAT
Kedua, JUJUR
Yang dimaksud mengenal nikmat adalah mendeteksi dengan serius semua nikmat yang diberikan Allah kepada kita, agar tahu pesan amal apa yang dikehendaki Allah untuk kita, sehingga kita bisa merencanakan berbagai macam amal saleh sesuai dengan nikmat tersebut. Tentu saja tiap orang bisa beda-beda. Amal wanita yang diberi nikmat suami berbeda dengan yang ditakdirkan perawan tua. Amal orang yang punya orang tua beda dengan amal yang orang tuanya sudah tiada. Amal orang yang hartanya banyak beda dengan yang rezekinya disempitkan. Amal orang yang tubuhnya sehat wal afiat beda dengan yang diuji cacat permanen atau sakit menahun, dan seterusnya.
Adapun jujur, maka yang dimaksud adalah mengusahakan sebisa-bisanya bicara jujur di depan Allah, bahwa semua amal kebaikan kita adalah semata-mata karena mengharap rida-Nya, pamrih hanya kepada-Nya dan hanya berharap pujian-Nya. Untuk merealisikan hal ini, berarti apa yang disampaikan kepada Allah nanti harus sesuai dengan kenyataan yang dilakukan saat hidup di dunia. Harus akurat. Tidak boleh beda. Sebab definisi jujur adalah muṭābaqatul ikhbār lil wāqī’ (kesesuaian antara informasi yang diberikan dengan fakta/realitas). Berarti, agar bisa selalu jujur setiap beramal saleh, kita harus menata serius motivasi dan niat kita, agar murni semata-mata karena Allah. Dengan kata lain, harus serius mengusahakan agar ikhlas.
Terkait batasan nikmat yang akan ditanyakan Allah, ternyata dalam Al-Qur’an ditegaskan bahwa Allah akan menanyai semua nikmat sampai yang sekecil-kecilnya. Allah berfirman,
Artinya,
“Kemudian, kalian pasti akan ditanya pada hari itu tentang segala jenis nikmat.” (Q.S. al-Takātsur: 8 )
Lafal al-na‘īm dalam ayat di atas dilekati alif lam jinsiyyah yang bermakna jenis. Artinya yang akan ditanyakan Allah adalah segala jenis nikmat tidak peduli apakah nikmat besar maupun nikmat kecil. Malahan, salah satu hadis mengajarkan kepada kita bahwa nikmat makan enak itu juga termasuk yang akan dihisab dan ditanyakan Allah. Saya pernah membuat catatan khusus tentang masalah hisab makan enak ini dalam catatan yang berjudul “MAKAN ENAK DIHISAB DI AKHIRAT?”
Jadi, setiap Anda masuk dalam restoran, atau kafe, atau menginap di hotel berbintang atau momen-momen apapun di mana Anda makan enak, walaupun itu di tengah sawah, maka sadarilah itu adalah di antara nikmat yang pasti akan ditanyakan Allah pada hari kiamat.
Di antara semua nikmat itu, ada empat jenis nikmat yang sifatnya “universal” dan pasti akan ditanyakan pada tiap hamba atau minimal mayoritas manusia. Yakni: Umur, ilmu, harta, dan tubuh. Inilah yang dimaksud dalam hadis bahwa kaki hamba tidak akan bergeser pada hari kiamat dan tidak akan dibiarkan pergi sebelum ditanya empat hal tersebut.
Adapun nikmat-nikmat lain, maka tiap orang bisa berbeda-beda dan masing-masing akan ditanyai sesuai dunia yang diberikan Allah kepadanya. Semakin banyak nikmat yang diberikan kepadanya, tentu saja semakin berat hisabnya.
Oleh karena itu, sudah saatnya mulai sekarang lebih serius memperhatikan semua nikmat di rumah dan diri kita masing-masing lalu menyiapkan jawaban yang akan kita sampaikan kepada Allah di hari penghisaban kelak.
Alangkah bahagianya jika seorang hamba saat ditanya Allah tentang amalnya, maka dia bisa menjawab tegas, jujur, akurat dan penuh percaya diri misalnya,
“Ya Allah, aku sering mendapatkan nikmat makan enak di dunia. Setiap kali aku mendapatkan nikmat kenyang atau makan enak, aku selalu berfikir ‘Ketaatan apa yang kupersembahkan kepada Rabb-ku setelah ini, mengingat makanan ini akan menjadi energi yang membuatku bertenaga dan bisa melakukan aktivitas.’
Lalu aku pun salat dan berusaha sekhusyuk-khuyuknya di dalamnya, aku membaca Al-Qur’an, melayani orang tua, merawat orang sakit, membantu tetangga dan semua amal ketaatan yang kuharap Engkau meridainya. Aku sadar mungkin dalam beberapa amalku itu aku salah niat dan tidak murni karena engkau, atau bahkan aku lalai menggunakan energiku untuk menaati-MU, karena itu aku selalu beristigfar, agar Engkau berkenan memaafkan kelemahan-kelemahanku.”
Atau mengucapkan begini,
“Ya Allah aku mendapatkan nikmat hunian yang nyaman dari-Mu saat di dunia. Aku bisa terlindung dari panas dan aman dari hujan. Aku bisa tidur dengan tenang dan tidak kedinginan. Sesekali saat merenungi nikmat itu aku teringat sejumlah hamba-Mu yang engkau uji dengan tidak punya rumah. Mereka hidup menggelandang, tidur di kolong jembatan, di teras-teras toko, atau tenda-tenda portabel. Aku membayangkan betapa beratnya hidup mereka dan merasakan betul besarnya nikmat tempat tinggal yang Engkau berikan.
Oleh karena itu, aku berpikir bagaimana menggunakan nikmat rumah itu untuk kegiatan yang Engkau ridai. Kuputuskan sedapat mungkin aku menggunakan tiap sudut rumahku untuk salat menghadap-Mu, agar mereka menjadi saksi di hari ini bahwa mereka kugunakan untuk mencari rida-Mu.
Kubuat tempat khusus sebagai mihrab agar aku tenang bermunajat dan membaca kalam-Mu. Kujadikan rumahku tempat kajian untuk mempelajari ilmu-Mu sebagai upaya menjadi saleh.
Sesekali aku undang orang miskin, atau sahabat fillah atau tetangga untuk diberi makan, karena aku tahu Engkau sangat suka dengan hamba-MU yang memberi makan orang lain.
Bahkan sudah kuputuskan bahwa rumahku akan kuwakafkan untuk seluruh keturunanku dan kaum muslimin. Saat aku mati rumahku tidak kuwariskan, tapi kuizinkan dimanfaatkan anak-anakku ditinggali selama mereka belum mandiri. Jika sudah bisa mandiri, maka wasiatku adalah menjadikan rumah itu sebagai rumah ngaji, atau rumah tahfizh atau rumah kebaikan apapun yang manfaatnya luas untuk kaum muslimin.
Aku sadar mungkin dalam beberapa amalku itu aku salah niat dan tidak murni karena Engkau, mungkin juga aku pernah menggunakan rumahku untuk maksiat, karena itu aku selalu beristigfar, agar Engkau berkenan memaafkan kelemahan-kelemahanku.”
Atau mengucapkan begini,
“Ya Allah aku mendapatkan nikmat ponsel dari-Mu. Setiap aku memegangnya aku selalu berpikir, amal saleh apa yang aku gunakan dengan nikmat ini. Lalu kuputuskan menginstal aplikasi Al-Qur’an, kitab-kitab,dan aplikasi lain yang bermanfaat.
Setiap hari selalu kusempatkan membaca kalam-Mu seayat atau dua ayat. Setiap hari kusempatkan menambah ilmu melalui ponselku satu atau dua ilmu. Setiap muncul keinginan menulis kegalauan hati dalam status, atau menumpahkan kekesalan, atau menggunjing orang lain, atau niat buruk lainnya maka aku tahan. Kuganti dengan kata-kata nasihat yang kutujukan untuk diriku sendiri sekaligus agar bermanfaat bagi orang lain.
Aku sadar mungkin dalam beberapa amalku itu aku salah niat dan tidak murni karena Engkau, atau bahkan aku tergoda menggunakan ponselku untuk bermaksiat saat sendiri, karena itu aku selalu beristigfar, agar Engkau berkenan memaafkan kelemahan-kelemahanku.”
Demikian berlaku untuk semua nikmat…
Nikmat air bersih, nikmat uang, nikmat kendaraan, nikmat sehat, nikmat sempurna tubuh, nikmat cantik, nikmat tampan, nikmat orang tua hidup, nikmat suami, nikmat istri, nikmat anak, nikmat selamat dari kecelakaan dan lain-lain.
Alangkah indahnya…
Jujur, akurat, berusaha maksimal, mengaku salah, dan tahu apa yang dilakukan setelah berbuat salah.
Jika sudah seperti ini yang kita siapkan sejak di dunia, bukankah layak kita berharap termasuk hamba-hamba Allah yang dihisab dengan hisab yang ringan, atau minimal hisab berat tapi tetap selamat dan tidak sampai didebat?
Selalu ingatlah, hisab itu ada 3 macam sebagaimana saya tulis dalam catatan sebelumnya yang berjudul TIGA MACAM HISAB PADA HARI KEBANGKITAN.
13 Ramadan 1443 H/15 April pukul 10.37