Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin) – Dosen Universitas Brawijaya
Umrah berkali-kali dalam satu safar itu bukan hal makruh apalagi bid’ah. Malahan ia adalah sunah dan amal ma’ruf. Tidak peduli apakah umrah untuk dirinya sendiri, mengumrahkan orang tua maupun umrah badal. An-Nawawi berkata,
Artinya,
“Tidak dimakruhkan umroh dua kali atau tiga kali atau lebih banyak dalam satu tahun dan tidak dimakruhkan pula (berumrah berkali-kali) dalam satu hari. Malahan disunnahkan memperbanyak umroh tanpa ada perselisihan di kalangan kami.” (Al-Majmu’, juz 7 hlm 148)
Minimal ada 5 argumentasi mengapa umrah berkali-kali itu disunahkan,
Pertama, Rasulullah ﷺ mendorong untuk memperbanyak umrah secara umum. AL-Ṭabarānī meriwayatkan,
Artinya,
“Dari Ibnu ‘Abbās beliau berkata, Rasulullah ﷺ bersabda, “Terus meneruslah berhaji dan berumrah, karena keduanya melenyapkan kefakiran sebagaimana ububan besi melenyapkan kotoran besi.” (al-Mu’jam al-Ausaṭ, juz 4 hlm 139)
Dalam riwayat di atas Rasulullah ﷺ menganjurkan memperbanyak umrah dan tidak menjelaskan batasan waktunya. Hal ini menunjukkan tidak ada syarat maksimal satu kali setahun dalam berumrah. Maknanya, berumrah berkali-kali dalam setahun, bahkan dalam satu hari sekalipun tetap masuk keumuman hadis ini.
Kedua, Rasulullah ﷺ mengabarkan bahwa antar satu umrah dengan umrah berikutnya itu menghapus dosa. Al-Bukhārī meriwayatkan,
Artinya,
“Dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu bahwa Nabi ﷺ bersabda, “Umrah ke ‘umrah berikutnya menjadi penghapus dosa antara keduanya.” (H.R. al-Bukhārī)
Rasulullah ﷺ mengajarkan bahwa dua umrah itu menghapus dosa di antara keduanya dan Rasulullah ﷺ tidak menentukan waktu khusus untuk dua umrah itu. Hal ini menunjukkan berumrah berkali-kali setelah selesai juga tidak masalah dan tidak ada celaan.
Tidak bisa nas umum seperti ini di-taqyid dengan klaim amal salaf, sebab klaim amal salaf yang memakruhkan umrah berkali-kali tidak benar. Lagipula sesuatu yang men-taqyid seharusnya selevel dari sisi kekuatan dalil, yakni wahyu dengan wahyu (misalnya Al-Qur’an di-taqyid Al-Qur’an atau di-taqyid hadis), bukan perbuatan manusia yang bukan wahyu.
Ketiga, Aisyah berumrah dua kali dalam satu tahun atas dasar perintah Rasulullah ﷺ. Al-Syāfi‘ī meriwayatkan,
Artinya,
“Dari Ibnu al-Musayyib bahwasanya Aisyah berumrah dua kali dalam setahun. Kali pertama dari żul ḥulaifah, kali kedua dari Juḥfah.” (Musnad al-Syāfi‘ī hlm 113)
Dalam riwayat di atas ditegaskan bahwa Aisyah, istri Nabi ﷺ berumrah dua kali dalam setahun. Hal ini menunjukkan bahwa umrah itu boleh berkali-kali dalam satu safar. Bahkan al-Syāfi‘ī tegas mengatakan bahwa siapapun yang melarang umrah lebih dari sekali dalam setahun, maka yang melarang tersebut telah menyelisihi sunah.
Keempat, kias dengan salat.
Umrah itu seperti salat sunah mutlak dari sisi tidak dibatasi waktunya sepanjang tahun. Sebagaimana salat sunah mutlak tidak dibatasi waktunya sepanjang tahun sehingga bisa dilakukan berkali-kali, maka demikian pula umrah juga bisa dilakukan berkali-kali sepanjang tahun.
Kelima, ini adalah pendapat sahabat-sahabat Tabi’in, tabiut Tabiin besar seperti Ali, Ibnu Umar, Ibnu ‘Abbās, Anas, Aisyah, Ata’, Ṭāwūs, ‘Ikrimah, dan al-Syāfi‘ī. Malahan ada riwayat bahw Ibnu Umar berumrah 1000 kali dan berhaji selama 60 sepanjang hidupnya!
KRITIKAN PENDAPAT BERBEDA
Sebagian ulama berpendapat makruh hukumnya umrah lebih dari sekali dalam setahun. Malahan mungkin ada juga yang berpendapat bid’ah. Berikut ini dipaparkan argumentasi pendapat tersebut dan kritikannya.
Pendapat yang melarang umrah berkali-kali dalam satu tahun atau dalam satu kali safar atau dalam satu hari mendasarkan pendapatnya pada argumentasi-argumentasi berikut ini.
PERTAMA,
Rasulullah ﷺ tidak berumrah berkali-kali dalam setahun padahal mampu. Jadi, tidak boleh menyelisihi sunah Nabi ﷺ ini karena itu bisa bermakna bid’ah.
BANTAHAN
Apa yang tidak dilakukan Rasulullah ﷺ tidak boleh langsung difahami makruh apalagi haram. Qarinah dan dalil lain lah yang menentukan makna tarkul fi’li Rasulullah ﷺ. Lebih-lebih jika ada dalil qauli yang menunjukkan kesunahannya, maka apa yang ditinggalkan Nabi ﷺ tetap bermakna sunah.
Contohnya salat tarawih di masjid sebulan penuh. Rasulullah ﷺ tidak pernah melakukannya. Tarawih Rasulullah ﷺ secara berjamaah hanya sesekali dalam riwayat. Padahal Rasulullah ﷺ mampu melakukannya. Tapi salat tarawaih secara berjamaah sebulan penuh di masjid tetap sunah dan dilaksanakan Sahabat karena ada dalil qauli yang menyatakan secara umum bahwa salat malam di bulan Ramadan itu berpahala.
Contoh lagi, tidak ada riwayat Rasulullah ﷺ melakukan puasa Dawud, padahal andaikan mau beliau pasti mampu. Tapi ada dalil yang menegaskan bahwa puasa Dawud itu sebagai puasa terbaik. Maka ini menunjukkan status puasa Dawud adalah sunah, bahkan sunah muakad, bukan makruh hanya karena Rasulullah ﷺ tidak melakukannya.
Demikian pula dalam masalah umrah. Walaupun beliau tidak berumrah berkali-kali dalam satu safar tapi ada dalil umum bahwa umrah ke umrah itu menghapus dosa dan Rasulullah ﷺ tidak memberi batasan waktu jeda antara satu umrah ke umrah lainnya. Ini menunjukkan umrah berkali-kali hukumnya sunah.
Lagipula terkadang Rasulullah ﷺ sengaja meninggalkan amal tertentu yang sebenarnya beliau menyukainya hanya karena khawatir akan menyusahkan umatnya. Misalnya beliau tidak salat semalam suntuk, tidak puasa dahr, tidak puasa dawud, dll walaupun sebenarnya beliau mampu melakukannya.
Lagipula kadang Rasulullah ﷺ meninggalkan sesuatu karena khawatir diwajibkan untuk umatnya seperti beliau tidak mau salat tarawih sebulan penuh.
Lagipula kadang Rasulullah ﷺ meninggalkan sesuatu karena mementingkan yang lebih utama, seperti anjuran beliau berumrah di bulan Ramadan tapi beliau sendiri tidak pernah umrah di bulan Ramadan.
KEDUA,
Umrah itu seperti haji yang ada tawaf dan sai-nya, jadi hanya boleh sekali dalam setahun
BANTAHAN
Umrah tidak bisa disamakan dengan haji, karena haji waktunya tertentu sehingga hanya boleh sekali dalam setahun. Beda dengan umrah yang tidak ditentukan waktunya, jadi bebas dilakukan sebanyak apapun.
KETIGA,
Umrah berkali-kali dengan jeda cepat akan membuat orang tidak bisa bertahallul karena kepalanya sudah gundul, jadi minimal mestinya tunggu rambut tumbuh sekitar sepekan atau 10 hari baru kemudian berumrah lagi.
BANTAHAN
Tahallul tidak disyaratkan harus punya rambut. Jika memang botak sejak lahir atau baru saja menggundul rambut, maka tahallul cukup dilakukan dengan “imrārul mūsā ‘alar ra’si” (melewatkan pisau cukur di atas kepala).
Adapun nukilan bahwa salaf bersepakat dimakruhkan umrah berkali-kali, maka nukilan tersebut dipertanyakan karena ada riwayat sahih bahwa Sahabat besar umrah dua kali dalam sebulan, juga riwayat Ibnu Umar berumrah 1000 kali seumur hidup dan ada mujtahid yang tegas mensunahkannya seperti al-Syāfi‘ī.
Adapun riwayat ucapan Ahmad bahwa tidak berumrah kecuali kepalanya tumbuh rambut, maka itu mungkin difahami sebagai afdaliyah saja, bukan larangan.
Atas dasar ini bisa ditegaskan umrah berkali-kali dalam setahun atau dalam satu kali safar atau bahkan dalam satu hari hukumnya siunah dan tidak ada dalil kuat apapun yang melarangnya.
Diriwayatkan imam Malik berpendapat makruh hukumnya berumrah lebih dari sekali dalam satu tahun.
9 Rajab 1444 H /31 Januari 2022 M pukul 19.51